“Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dan meneruskannya dengan enam hari di bulan Syawwal, maka (pahala-nya) seolah-olah berpuasa selama setahun” (HR. Imam Muslim).
Salah satu puasa sunnah yang dianjurkan oleh Rasulullah, puasa enam hari pada bulan Syawal dapat dikatakan suatu amalan yang sungguh istimewa dan memiliki tempat tersendiri bagi umat Islam. Bagaimana tidak? Diamati dari “teks hadits di atas”, kalau saja seseorang menjalankan puasa di bulan Ramadhan lalu digenapi dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka dia akan diganjar seolah-olah telah melakukan amalan puasa selama satu tahun. Jelas, itu pahala yang sungguh menggiurkan!
Pertanyaannya kemudian; ada rahasia apa di balik puasa enam hari di bulan Syawal itu sehingga Rasul mengibaratkan jika puasa Ramadhan diikuti puasa sunnah enam hari Syawal itu sepadan dengan puasa selama setahun? Para ulama kemudian menyibak rahasia di balik pahala itu dengan mendasarkan pada dalil bahwa setiap amalan kebaikan manusia akan diganjari oleh Allah sebanyak 10 kali lipat. Karena itulah, jika dianalogkan bahwa puasa 30 hari pada bulan Ramadhan diganjar sebanyak 300 hari dan puasa 6 hari di bulan Syawal akan diganjar Allah dengan pahala sebanyak 60 hari, maka kalau dijumlahkan (semua) tentu akan berjumlah 360 hari. Jumlah itu hampir sama dengan hitungan hari dalam satu tahun.
Selain mendatangkan pahala, ternyata puasa enam hari di bulan Syawal juga memiliki sejumlah hikmah dari segi kesehatan dan spiritualitas. Pertama, sebelum puasa enam hari di bulan Syawal itu, umat Islam telah menjalankan puasa wajib selama sebulan penuh di bulan Ramadhan yang menyebabkan sistem percernaan tubuh mengalami istirahat selama bulan di waktu siang hari. Dengan berakhirnya bulan Ramdahan, tentu tubuh (terutama perut) akan mengalami kejutan jika diberikan tugas untuk mencerna pelbagai makanan pada hari raya dan hari-hari selepasnya. Apalagi, sebagian orang Indonesia kerapkali berpikiran bahwa pada hari raya itu sebagai hari kemenangan sehingga jadi ajang balas dendam memakan apa saja apalagi setelah satu bulan penuh menjalani puasa. Karena itu, puasa sunnah selama enam itu serasa memberikan ruang kembali pada sistem pencernaan tubuh untuk berehat dan bertugas secara beransur-ansur dalam memulihkan metabolisme tubuh dan kesehatan jasmani.
Kedua, dari aspeks spiritualitas puasa itu sebenarnya meningkatkan kadar ketaqwaan dan derajat seseorang. Jika puasa pada bulan Ramadhan adalah puasa wajib yang tidak bisa ditinggalkan, puasa enam hari di bulan Syawal akan menjadi bukti tingkat ketaqwaan seorang hamba dalam mendekatkan diri kepada Allah. Dengan kata lain, dengan melanjutkan puasa enam hari di bulan Syawal setelah puasa Ramadhan, maka itu menjadi bukti bahwa seorang hamba itu tak hanya menjalani puasa semata-mata wajib. Maka, puasa enam hari bisa menjadi bukti kesungguhan seorang hamba dalam mendekatkan diri kepada Allah, meskipun masih ada sejumlah amalan lain yang tak bisa dikesampingkan yang juga memiliki dimensi spiritual untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Ketiga, amalan atau ibadah sunnah apa pun bentuknya sebenarnya adalah satu bentuk ibadah yang bisa melengkapi atau menambal dari kekurangan amalan yang wajib. Karena itu, puasa enam hari Syawal ini dapat dijadikan sebagai penambal sejumlah kekurangan dari puasa Ramadhan yang telah terlampaui. Tidak salah, jika seseorang menjalankan puasa sunnah enam hari Syawal, selain ia akan mendapatkan pahala juga bisa menjadi ajang untuk memperbaiki diri dari kekurangan ibadat puasa pada bulan Ramadhan. Dan kekurangan itu sudah selayaknya ditutupi apalagi mengingat nabi pernah bersabda tak jarang orang berpuasa hanya mendapat haus dan lapar. Itu terbukti bahwa tidak sedikit umat Islam berpuasa mengalami sejumlah kekurangan.
Persoalan yang kerapkali jadi pertanyaan seputar puasa enam hari Syawal ini adalah haruskah puasa itu dijalankan secara berurutan? Bolehkah seseorang yang masih berhutang puasa wajib (Ramadhan) menjalankan puasa sunnah enam hari Syawal sebelum meng-qadha-nya? Bolehkah menggabungkan di antara dua puasa itu (puasa qadha’ dan puasa enam hari di bulan Syawwal)?
Menurut Ahmad, seperti ditulis Sayyid Sabiq di dalam Fiqih Sunnah, puasa enam hari Syawal itu boleh dilakukan secara berurutan atau tidak berurutan dan tidak ada kelebihan antara cara pertama dan yang kedua, sedangkan menurut golongan Hanafi dan Syafi`i, lebih utama melakukan secara berturut-turut, yaitu setelah hari raya.
Puasa sunnah ini hendaknya dilaksanakan selepas melengkapkan bilangan puasa wajib Ramadhan. Karena itu, menurut Shaikh Muhammad bin Salih al-Othaimeen, “Orang yang berpuasa 6 hari di bulan Syawal tidak akan mendapatkan pahala selagi dia tidak melengkapi bilangan puasa bulan Ramadhan terlebih dahulu. Disamping itu, menurutnya tentu sepatutnya menunaikan yang wajib terlebih dulu sebagai hutangnya terhadap Allah sebelum dia mengejar sesuatu yang sunat bagi dirinya.”
Adapun mengenai penggabungan dua puasa, menurut Hasbi as-Shiddieqie dalam buku Pedoman Puasa menjelaskan bahwa mencampurkan niat puasa sunat dengan puasa fardhu yang lain; atau dengan puasa tathawwu', maka puasanya itu tidak sah, tidak bagi yang fardhu dan tidak bagi yang sunat. Hasbi mendasarkan firman Allah, “Pada hal mereka tidak diperintahkan melainkan supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan ibadat kepada-Nya”. (QS. al-Baiyinah [98]: 5).
Akhir kata, semoga di bulan Syawal ini, kita semua bisa menjalankan puasa enam hari Syawal dengan “penuh keikhlasan”, tentunya untuk mengamalkan sunnah yang telah dianjurkan nabi (n. mursidi).
Pertanyaannya kemudian; ada rahasia apa di balik puasa enam hari di bulan Syawal itu sehingga Rasul mengibaratkan jika puasa Ramadhan diikuti puasa sunnah enam hari Syawal itu sepadan dengan puasa selama setahun? Para ulama kemudian menyibak rahasia di balik pahala itu dengan mendasarkan pada dalil bahwa setiap amalan kebaikan manusia akan diganjari oleh Allah sebanyak 10 kali lipat. Karena itulah, jika dianalogkan bahwa puasa 30 hari pada bulan Ramadhan diganjar sebanyak 300 hari dan puasa 6 hari di bulan Syawal akan diganjar Allah dengan pahala sebanyak 60 hari, maka kalau dijumlahkan (semua) tentu akan berjumlah 360 hari. Jumlah itu hampir sama dengan hitungan hari dalam satu tahun.
Selain mendatangkan pahala, ternyata puasa enam hari di bulan Syawal juga memiliki sejumlah hikmah dari segi kesehatan dan spiritualitas. Pertama, sebelum puasa enam hari di bulan Syawal itu, umat Islam telah menjalankan puasa wajib selama sebulan penuh di bulan Ramadhan yang menyebabkan sistem percernaan tubuh mengalami istirahat selama bulan di waktu siang hari. Dengan berakhirnya bulan Ramdahan, tentu tubuh (terutama perut) akan mengalami kejutan jika diberikan tugas untuk mencerna pelbagai makanan pada hari raya dan hari-hari selepasnya. Apalagi, sebagian orang Indonesia kerapkali berpikiran bahwa pada hari raya itu sebagai hari kemenangan sehingga jadi ajang balas dendam memakan apa saja apalagi setelah satu bulan penuh menjalani puasa. Karena itu, puasa sunnah selama enam itu serasa memberikan ruang kembali pada sistem pencernaan tubuh untuk berehat dan bertugas secara beransur-ansur dalam memulihkan metabolisme tubuh dan kesehatan jasmani.
Kedua, dari aspeks spiritualitas puasa itu sebenarnya meningkatkan kadar ketaqwaan dan derajat seseorang. Jika puasa pada bulan Ramadhan adalah puasa wajib yang tidak bisa ditinggalkan, puasa enam hari di bulan Syawal akan menjadi bukti tingkat ketaqwaan seorang hamba dalam mendekatkan diri kepada Allah. Dengan kata lain, dengan melanjutkan puasa enam hari di bulan Syawal setelah puasa Ramadhan, maka itu menjadi bukti bahwa seorang hamba itu tak hanya menjalani puasa semata-mata wajib. Maka, puasa enam hari bisa menjadi bukti kesungguhan seorang hamba dalam mendekatkan diri kepada Allah, meskipun masih ada sejumlah amalan lain yang tak bisa dikesampingkan yang juga memiliki dimensi spiritual untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Ketiga, amalan atau ibadah sunnah apa pun bentuknya sebenarnya adalah satu bentuk ibadah yang bisa melengkapi atau menambal dari kekurangan amalan yang wajib. Karena itu, puasa enam hari Syawal ini dapat dijadikan sebagai penambal sejumlah kekurangan dari puasa Ramadhan yang telah terlampaui. Tidak salah, jika seseorang menjalankan puasa sunnah enam hari Syawal, selain ia akan mendapatkan pahala juga bisa menjadi ajang untuk memperbaiki diri dari kekurangan ibadat puasa pada bulan Ramadhan. Dan kekurangan itu sudah selayaknya ditutupi apalagi mengingat nabi pernah bersabda tak jarang orang berpuasa hanya mendapat haus dan lapar. Itu terbukti bahwa tidak sedikit umat Islam berpuasa mengalami sejumlah kekurangan.
Persoalan yang kerapkali jadi pertanyaan seputar puasa enam hari Syawal ini adalah haruskah puasa itu dijalankan secara berurutan? Bolehkah seseorang yang masih berhutang puasa wajib (Ramadhan) menjalankan puasa sunnah enam hari Syawal sebelum meng-qadha-nya? Bolehkah menggabungkan di antara dua puasa itu (puasa qadha’ dan puasa enam hari di bulan Syawwal)?
Menurut Ahmad, seperti ditulis Sayyid Sabiq di dalam Fiqih Sunnah, puasa enam hari Syawal itu boleh dilakukan secara berurutan atau tidak berurutan dan tidak ada kelebihan antara cara pertama dan yang kedua, sedangkan menurut golongan Hanafi dan Syafi`i, lebih utama melakukan secara berturut-turut, yaitu setelah hari raya.
Puasa sunnah ini hendaknya dilaksanakan selepas melengkapkan bilangan puasa wajib Ramadhan. Karena itu, menurut Shaikh Muhammad bin Salih al-Othaimeen, “Orang yang berpuasa 6 hari di bulan Syawal tidak akan mendapatkan pahala selagi dia tidak melengkapi bilangan puasa bulan Ramadhan terlebih dahulu. Disamping itu, menurutnya tentu sepatutnya menunaikan yang wajib terlebih dulu sebagai hutangnya terhadap Allah sebelum dia mengejar sesuatu yang sunat bagi dirinya.”
Adapun mengenai penggabungan dua puasa, menurut Hasbi as-Shiddieqie dalam buku Pedoman Puasa menjelaskan bahwa mencampurkan niat puasa sunat dengan puasa fardhu yang lain; atau dengan puasa tathawwu', maka puasanya itu tidak sah, tidak bagi yang fardhu dan tidak bagi yang sunat. Hasbi mendasarkan firman Allah, “Pada hal mereka tidak diperintahkan melainkan supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan ibadat kepada-Nya”. (QS. al-Baiyinah [98]: 5).
Akhir kata, semoga di bulan Syawal ini, kita semua bisa menjalankan puasa enam hari Syawal dengan “penuh keikhlasan”, tentunya untuk mengamalkan sunnah yang telah dianjurkan nabi (n. mursidi).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar