Sabtu, 01 Maret 2008

kisah ibrahim dan isma`il membangun ka`bah

tulisan tentang kisah qur`an ini dimuat di majalah hidayah edisi 79, maret 08

Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan (membangun) dasar-dasar Baitullah beserta Isma'il (seraya berdo'a): “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. al-Baqarah: 127).

Sejarah mencatat, topan besar dan bah yang terjadi pada zaman nabi Nuh ternyata menenggelamkan segala di permukaan bumi bahkan Ka`bah pun rusak. Kendati demikian, bangunan Ka`bah itu masih mengundang daya tarik. Setelah topan dahsyat itu mereda, maka orang-orang yang beriman kembali mengunjungi Ka`bah untuk melaksanakan ibadah.

Atas perintah Allah SWT, akhirnya, pada zaman nabi Ibrahim, bangunan Ka`bah itu dibangun kembali. Hal ini pun didahului dengan suatu peristiwa yang unik. Dapat diceritakan, peristiwa unik itu sebagai prolog dari pembangunan (kembali) Ka`bah. Karena sebelum pembangunan (kembali) Ka`bah itu, Allah memerintahkan nabi Ibrahim untuk membawa istrinya, Siti Hajar ke tempat yang cukup jauh dari kota Qan`an, tempat tinggal nabi Ibrahim.

Tak Disia-siakan Allah
Di tempat yang jauh itulah, nabi Ibrahim meninggalkan Hajar di padang yang tandus. Setelah Hajar dan Isma`il ditinggalkan nabi Ibrahim, Hajar lantas duduk menyusui Isma`il. Hari panas. Rasa haus menyertai penat. Hajar memakan kurma, lalu meminum air (dari tempat air) yang ditinggalkan nabi Ibrahim.

Tetapi kurma dan air itu terbatas. Saat sudah habis, Hajar dibuat bingung. Isma`il pun mulai kehausan. Terik mentari kian membuat Hajar dan Ismail ditikam dahaga yang membuat tenggorokan kering. Hajar tak tega melihat Isma`il. Saat memandang sekitar, Hajar mendapati Shafa --gunung paling dekat dengannya-- dan segera berlari ke gunung Shafa. Tapi di atas gunung itu ia tidak mendapati seseorang yang bisa dimintai pertolongan.

Hajar pun turun dari Shafa. Saat tiba di lembah, Hajar mengangkat ujung pakaiannya, berlari dengan lelah hingga melewati lembah dan tiba di Marwa. Ia berdiri di atas gunung Marwa, melihat ke sekitar tetapi tak melihat seseorang. Hajar berlari dari Shafa dan Marwa sampai tujuh kali. Ketika Hajar berada di atas Marwa lagi, dia mendengar suara. Lalu dia berkata, “Diamlah”. Dia mendengar suara itu, lalu mencari sumber suara seraya berkata, “Aku telah mendengarmu, apakah engkau dapat memberikan bantuan?”

Saat Hajar kembali ke tempat bayinya, ternyata ia melihat keajaiban. Ia menjumpai air (dikenal air zam zam) memancar. Ia mengisi tempat airnya yang kosong. Setelah ia mengisinya, ternyata air itu tetap mengalir. Hajar meminum air tersebut dan kemudian menyusui bayinya.

Malaikat lantas berkata pada Hajar, “Janganlah kamu takut disia-siakan, karena di sini akan dibangun sebuah rumah oleh anak ini dan bapaknya. Dan sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan keluarganya”

Memperkokoh Pegangan Pintu
Di tempat itu, Hajar dan Isma`il hidup. Setelah beberapa waktu, datang rombongan suku Jurhum yang meminta izin kepada Hajar tinggal di sekitar air zam-zam. Akhirnya, tempat itu pun memancarkan kehidupan. Ismail beranjak dewasa dan menikah dengan seorang wanita dari kelompok itu. Hajar pun kian tua dan akhirnya meninggal dunia.

Setelah lama berlalu, nabi Ibrahim datang menjenguk Ismail tapi hanya menjumpai istri Ismail saja. Lalu, nabi Ibrahim bertanya kepada wanita tersebut, “Ke manakah Ismail pergi?

Istrinya menjawab, “Dia sedang mencari nafkah untuk kami.”

Lalu, nabi Ibrahim bertanya keadaan mereka. Istri Ismail bercerita, “Kami dalam kondisi yang jelek dan hidup dalam kesempitan dan kemiskinan.”

Jawaban wanita itu, membuat nabi Ibrahim bisa menyimpulkan tentang karakternya. Maka, sebelum pulang, nabi Ibrahim menyampaikan salam pada Ismail dan berpesan agar Ismail mengganti pegangan pintunya.

Setelah Ismail kembali, istrinya bercerita peristiwa itu dan menyampaikan pesan nabi Ibrahim. Saat mendengar pesan itu, Ismail berkata, “Itu tadi ayahku. Ia menyuruhku untuk menceraikanmu, maka kembalilah pada orang tuamu.”

Setelah menceraikan istrinya, Ismail menikah lagi dengan seorang wanita yang masih berasal dari Bani Jurhum. Waktu berlalu pun, nabi Ibrahim kembali mengunjungi Ismail. Tapi Ismail tak ada di rumah, sehingga nabi Ibrahim hanya bertemu dengan istri Ismail yang baru. Ibrahim lalu bertanya, keberadaan Ismail.

Istri Ismail yang baru itu menjawab bahwa Ismail sedang mencari nafkah. Lantas nabi Ibrahim bertanya tentang keadaan mereka. Wanita itu menjawab keadaan mereka baik-baik saja dan berkecukupan, sambil memuji asma Allah.

Nabi Ibrahim bertanya, “Bagaimana makanan dan minuman kalian?”

Wanita itu menjawab. “Kami makan daging, dan minum air.

“Ya Allah berkatilah mereka dengan daging dan air,” doa nabi Ibrahim. Dan setelah itu, Nabi Ibrahim pergi. Tetapi sebelum pergi, dia berpesan kepada wanita itu agar nabi Ismail memperkokoh pegangan pintunya.

Setelah tiba di rumah, Isma`il bertanya pada istrinya, “Adakah tadi orang yang bertamu?”

“Ada! Dia seorang tua yang berpenampilan bagus.” Jawab istrinya dan ia memuji Nabi Ibrahim. “Ia bertanya padaku tentang dirimu, maka aku jelaskan keadaanmu. Dia juga bertanya tentang kehidupan kita, dan aku jawab bahwa kehidupan kita baik-baik saja,” lanjut istri Isma`il.

Ismail lalu bertanya, “Apakah dia berpesan tentang sesuatu padamu?”

“Ya. Ia menyampaikan salam padamu dan menyuruhku mengokohkan pegangan pintumu.”

“Itu adalah ayahku dan engkau adalah pegangan pintu tersebut. Beliau menyuruhku untuk tetap menikahimu (menjagamu).”

Datang Perintah dari Allah
Waktu pun berlalu. Hingga suatu saat, nabi Ibrahim kembali mengunjungi Isma`il. Saat mengunjungi Isma`il itu, nabi Ibrahim melihat Ismail sedang berada di bawah pohon, menajamkan anak panah. Ismail menyambut dengan ramah dan keduanya melepas rindu, karena sudah lama tak bertemu. Tetapi karena kedatangan nabi Ibrahim kali ini membawa perintah Allah (lihat QS. al-Baqarah: 125), maka nabi Ibrahim menjelaskan, “Wahai Ismail…, Allah telah memberikan perintah kepadaku.”

Ismail berkata, "Kerjakanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu."

"Apakah engkau mau membantuku?' tanya nabi Ibrahim

Ismael menjawab, "Aku akan membantumu".

Nabi Ibrahim lantas menunjuk ke arah tumpukan tanah yang lebih tinggi dari tanah sekitar dan berkata, "Allah telah memerintahkan untuk membangun sebuah rumah di sini!”

Akhirnya, ayah dan anak itu pun bekerja meninggikan fondasi Baitullah. Ismail mengangkut batu, sementara Ibrahim memasangnya. Keduanya bekerja dengan keras, seakan tidak mengenal lelah. Setelah bangunan itu tinggi, Ismail membawa sebuah batu untuk jadi pijakan bagi nabi Ibrahim. Batu itulah yang kemudian disebut sebagai maqam (tempat berdiri) nabi Ibrahim. Keduanya terus bekerja seraya berdoa seperti diceritakan al-Qur`an, “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan (membangun) dasar-dasar Baitullah beserta Isma'il (seraya berdo`a): 'Ya Tuhan kami terimalah daripada (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui;.” (QS. al-Baqarah 127).

Akhirnya, pembangunan baitullah selesai. Tentu Ka`bah yang dibangun oleh nabi Ibrahim itu tak seperti sekarang, karena waktu itu belum beratap, tidak ada kiswah (penutup) maupun aksesoris-aksesoris yang menghiasi Ka`bah.

Kapan Ka`bah Dibangun?
Dalam al Qur'an dan hadits, tidak dijumpai secara eksplisit petunjuk yang menyatakan siapa dan kapan Ka`bah dibangun pertama kali kecuali dikatakan Ka'bah itu ditinggikan oleh nabi Ibrahim bersama Isma'il (QS. al-Baqarah: 127).

Pendapat yang menyatakan bahwa Ka'bah atau Baitullah sudah ada sebelum Ibrahim meninggalkan Hajar dan Isma`il di padang pasir dekat Bakkah berdasarkan QS Ibrahim: 37, ketika nabi Ibrahim memanjatkan doa, "Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rizkilah mereka dari buah-buahan agar mereka bersyukur”.

Tetapi berdasarkan ayat di atas, ada juga ulama dan mufasir yang justru berpendapat bahwa yang mendirikan Ka`bah adalah nabi Ibrahim dan Isma`il karena diyakini, nabi Ibrahim meninggalkan Hajar bersama puteranya Isma'il di tempat yang di atasnya akan dibangun Ka'bah. Adapun dalam menafsirkan QS al-Baqarah 127, saat meninggikan (membangun) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail, nabi Ibrahim berdo'a kepada Allah swt. agar menerima amalan mereka berdua, yakni membangun Ka'bah itu.

Tapi, pendapat yang kuat adalah pendapat yang mengatakan Ka`bah sudah berdiri sebelum zaman nabi Ibrahim. (n. mursidi/dari berbagai sumber)

BOX
Sejarah Ka`bah
Siapa yang membangun Ka`bah pertama kali? Dalam Buku Pintar Haji dan Umrah, H.M. Iwan Gayo menulis bahwa Ka`bah dibangun pertama kali oleh malaikat. Ka`bah merupakan bangunan pertama di atas bumi untuk tempat ibadah. Dalam al-Qur`an Allah berfirman “"Sesungguhnya rumah yang mula-mula dlbangun (untuk tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia." (QS Ali 'Imran (3): 96)

Ka`bah disebut juga Baitullah atau Baitul `Atiq. Seiring dengan perjalanan waktu, bangunan Ka'bah direkontsruksi beberapa kali. Pembangunan (kembali) yang pertama dilakukan nabi Adam setelah diturunkan dari surga. Setelah itu, karena badai topan yang mengakibatkan Ka`bah rusak, Allah memerintahkan kepada nabi Ibrahim dan Ismail untuk memperbaiki Ka`bah.

Pembangunan Ka`bah kembali dilakukan pada masa Rasulullah berusia (sekitar) 30 tahun. Setelah selesai diperbaiki, ternyata empat suku Quraish yang jadi penanggung jawab Ka`bah ribut lantaran merasa berhak untuk memasang hajar aswad. Untung, Muhammad bisa menjadi penengah.

Suku Quraisy ternyata tidak mempunyai dana cukup untuk memperbaiki Ka'bah (karena harus didapat dari uang yang halal), sehingga pembangunan Ka'bah itu hanya pada dinding, tidak termasuk fondasi Ka'bah sebagaimana dibangun nabi Ibrahim sehingga bentuk Ka'bah berubah menjadi kubus (cubic) atau tidak persegi empat (square) sebagaimana sebelumnya.

Bagian luar yang sekarang disebut Hateem itu dibangun setelah masa kerasulan Muhammad berakhir. Hateem dibangun oleh Abdullah ibn az-Zubayr. Lalu, terjadi perang dan tentara Syria menghancurkan Ka'bah pada Muharram 64 Hijriah, dan sebelum masuk musim haji, Abdullah ibn az-Zubayr membangun ulang Ka'bah dari dasar.

Tahun 74 Hijriah (693 M) penguasa Al Hajjaj bin Yusuf al Thaqafi dengan persetujuan Khalifah Bani Umayyah Abdul Malik bin Marwan, menghancurkan apa yang dibangun Ibnu Zubair lantas mengembalikan ke fondasi milik Quraisy. Struktur bekas zaman Abdul Malik bin Marwan itu bertahan hingga 966 tahun hanya dengan perbaikan kecil di sana sini.

Pada 1039 Hijriah, setelah banjir besar dan longsoran batu bukit, dua dari dinding Ka'bah retak. Akibat banjir berlangsung lama, air tergenang mencapai setengah dari tinggi Ka'bah (sekitar 10 kaki dari lantai dasar). Bahkan, dinding barat dan timur runtuh. Ketika banjir surut, pembersihan dilakukan dan Ka'bah kembali dibangun --sebagaimana Abdullah ibn az-Zubayr membangun dengan empat pillar. Seluruh dinding dihancurkan kecuali dinding yang ditempatkannya Hajar Aswad.

Pada 2 Zulhijjah 1040 H, pembangunan Ka'bah di bawah petunjuk Sultan Murad Khan, Khalifah Ottoman mengikuti kontsruksi Ibnu Zubair sebelumnya. Lalu rekonstruksi besar-besaran dilakukan pada bulan Mai 1996 hingga Oktober 1996 oleh King Fahd bin Abdul Azis, setelah 400 tahun direnovasi Sultan Murad Khan. Selama pembangunan ini, bagian yang masih asli dari bangunan Ka'bah adalah batu hitam (Hajar Aswad) semua material lain sudah diganti termasuk langit-langit dan atap kayu. Demikianlah sekelumit sejarah tentang Ka`bah. (n. m/dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar: