Kamis, 01 Mei 2008

kisah sebuah kalung

majalah hidayah edisi 81 mei 2008

Suatu hari, datang seorang laki-laki tua mengenakan pakaian usang, dan jalannya sempoyangan menemui rasulullah. “Wahai nabi, aku lapar, telanjang (berpakaian usang) dan miskin. Berilah aku pakaian, sandang dan bantuan!”

Saat itu, Rasul dilanda kesusahan. “Sungguh aku ini tak memiliki apa-apa yang dapat kuberikan padamu. Pergilah ke rumah perempuan yang mendahulukan Allah daripada dirinya, yakni Fatimah…”

Bilal kemudian mengantar orang tua itu ke rumah Fatimah. Di hadapan Fatimah, orang tua itu berkata “Wahai putri Muhammad…, aku lapar dan butuh pakaian. Tolonglah aku, semoga Allah memberkatimu!”

Ketika itu, Fatimah juga dilanda kesusahan, tetapi ketika melihat kondisi orang tua itu ia tidak tega. Ia memberi kulit biri-biri yang biasa dipakai alas tidur Hasan dan Husain, “Ambillah ini, semoga Allah menggantinya bagimu dengan yang lebih baik lewat menjualnya.”

“Wahai Fatimah, aku mengeluh lapar kepadamu dan engkau memberiku kulit biri-biri! Bagaimana bisa aku makan dengan ini?”

Fatimah seperti diiris sembilu. Lantas, ia mengulurkan kalungnya. Orang itu mengambil kalung tersebut, lalu kembali menemui nabi. “Wahai nabi, Fatimah memberiku kalung dan memintaku untuk menjualnya…”

Rasul tersenyum, “Sungguh, Allah akan memberimu jalan keluar, karena Fatimah memberimu kalung ini.”

Ammar bin Yasir yang ada dekat nabi, meminta izin nabi untuk membeli kalung itu. Rasulullah memberi izin dan Ammar menanyakan harganya.

“Sepiring roti dan daging, sehelai baju Yaman untuk menutupi auratku dan mendirikan shalat di hadapan Allah, uang 1 dinar agar aku bisa pulang!”

Ammar yang baru menjual harta rampasan --perang Khaibar-- ternyata menawar lebih, “Aku memberimu 20 dinar, 200 dirham, sehelai baju Yaman, kuda untuk membawamu pulang dan kebutuhanmu akan roti dan daging.”

Setelah Ammar mengajak orang itu untuk memenuhi janjinya, orang itu menemui nabi lagi, “Aku kini jadi kaya. Semoga ayah dan ibuku jadi penebus bagi Anda.”

Nabi menimpali, “Balaslah Fatimah atas kemurahanhatinya!’

Orangtua itu memanjatkan doa. Setelah itu, ia pun pamit pulang.

Ammar membeli kalung itu, rupanya punya maksud lain. Ia membungkus kalung itu kemudian meminta budaknya (Shahm) mengantarkannya pada nabi, “Berikan kalung ini pada rasulullah. Katakan pada beliau, aku menyerahkanmu kepadanya.”

Shahm menemui nabi dan menyampaikan amanat dari Ammar tapi rasul justru minta Shahm untuk menemui Fatimah, “Bawalah kalung ini pada Fatimah dan aku serahkan kamu pada Fatimah!”

Shahm menyampaikan pesan nabi. Fatimah menerima kalung itu, seraya mengatakan bahwa Shahm telah merdeka. Seketika itu, Shahm tertawa. Karena tak tahu di balik tawa Shahm itu, maka Fatimah pun bertanya kepadanya.

“Aku tertawa karena memikirkan kebajikan kalung ini. Ia memberi makan orang lapar, memberi pakaian orang telanjang, melapangkan orang miskin, memberbaskan budak, dan kembali kepada pemilik aslinya.”

Itulah kisah sebuah kalung di balik kemurahan hati Fatimah. Apakah kita semua dapat meneladani perilaku Fatimah di kala susah tetapi ringan tangan merelakan apa yang dimiliki kepada orang lain yang membutuhkan? (n mursidi)

Tidak ada komentar: