Jika ada bangunan masjid di negeri ini yang dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda, maka salah satunya adalah masjid Kemayoran ini. Tetapi pemerintah Hindia Belanda tidak dengan ringan tangan membangun masjid ini, jika saja umat Islam (di sekitar Kemayoran) pada waktu itu tak berjuang sampai titik darah penghabisan guna memperjuangkan bangunan masjid yang berdiri di Surapringgo. Bagaimana sejarahnya? Adakah bukti sejarah kalau masjid ini dibangun pemerintah Hindia Belanda?
Masjid Kemayoran yang terletak di Jalan Indrapura ini mungkin tak akan pernah ada jika saja umat Islam tak mati-matian memperjuangkan bangunan masjid yang dibangun secara gotong royong oleh umat Islam sebelum tahun 1772 yang terletak di Surapringgo, Surabaya (kini menjadi tugu pahlawan). Entah kapan tepatnya masjid di Surapringgo itu dibangun, tak ada catatan sejarah yang menorehkan dengan pasti.
Alkisah, setelah masjid itu berdiri, tidak lama kemudian pemerintah Hindia Belanda mendirikan kantor pusat pemerintahan daerah Jawa Timur (yang dikenal Hoeve Kamtoer -kantor besar) dan oleh penduduk setempat disebut kantor gubernur, persis di depan masjid tersebut. Anehnya, pada kurun berikutnya, pemerintah Hindia Belanda tergiur dengan tanah masjid itu dan ingin membangun di atas tanah tersebut, kantor Peradilan Pemerintah Hindia Belanda. Sebab, pemerintah Belanda ingin menjadikan kantor pengadilan itu dekat kantor gubernur (berhadapan) supaya nantinya bisa mempermudah urusan.
Jelas saja, keinginan pemerintah Hindia Belanda itu dipandang penghinaan oleh umat Islam. Jika karena letak yang berhadapan dengan kantor gubernur, kenapa masjid sebagai rumah Allah yang dikorbankan? Penghinaan itulah yang membuat umat Islam melakukan penentangan, diprakarsai oleh ulama dan kiai di Surabaya sehingga terjadi perlawanan hebat untuk menggagalkan niat busuk pemerintah Hindia Belanda itu.
Perlawanan semakin gencar, karena umat Islam berjuang dengan semangat jihad dan fi sabilillah sampai perlawanan itu memuncak setelah tertembaknya seorang pemimpin umat Islam bernama Kiai Badrun, dikenal dengan sebutan kiai Sedo Masjid. Artinya seorang kiai yang gugur membela masjid (untuk mengenang dan menghormati jasa-jasa beliau itulah, umat Islam mengebumikan jasadnya di sebelah lokasi masjid dan memberi nama jalan Tembaan).
Masjid Pengganti
Karena perlawanan umat Islam tak kenal takut, Pemerintah Hindia Belanda akhirnya kewalahan. Akhirnya, untuk meluluhkan hati (menarik simpati), maka pihak pemerintah Hindia Belanda menawarkan sebuah bangunan masjid dengan mendirikan masjid pengganti jika tanah bekas masjid itu didirikan sebagai kantor peradilan --letaknya jauh dari masjid semula, yaitu di atas sebidang tanah yang cukup luas-- bekas rumah seorang mayor AD Pemerintah Hindia Belanda. Masyarakat setempat menyebutnya dengan nama “Kemayoran”, karena itu masjid yang dibangun di atas tanah tersebut diberi nama Masjid Jami` Kemayoran.
Sejarah berdirinya masjid Kemayoran Surabaya ini diperkuat adanya prasasti yang terbuat dari logam berwarna kuning bertuliskan huruf Jawa dan berbahasa Jawa pada masa pemerintahan Bupati Surabaya, Raden Tumenggung Kromojoyo Dirono (tahun 1772-1776).
Jerih payah perjuangan umat beserta ulama mempertahankan keberadaan masjid di sekitar tugu Pahlawan itu adalah dengan didapatkannya masjid dan tanah pengganti berupa tanah dan bangunan masjid Kemayoran Surabaya serta persil yang saat ini ditempati Taman Pendidikan Ta`miriyah Surabaya, Jalan Indrapura nomor 2, Surabaya (penetapan Hak Atas Tanah itu kemudian diperkuat keputusan Menteri Agraria dan Pertanian nomor SK IV/46/63 tgl. 14 Maret 1963, sertifikat hak pakai no. 39 dari Badan Pertahanan Nasional tahun 1995).
Selain itu, ditambah Persil dan bangunan yang sekarang dikenal dengan nama SLTP Negeri 2, di jalan Kepanjen 1 Surabaya. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda gedung tersebut dipakai oleh HBS sekolah Belanda, namun setelah dikuasai Jepang atas permohonan KH. Abdul Manab Murtadlo, gedung itu dikembalikan oleh Sitjokang KK kepada Masjid Kemayoran Surabaya. Gedung tersebut kemudian dipakai SMI (Sekolah Menengah Islam), yang salah satu gurunya pada waktu itu adalah Ustadz Abdul Wahab Turhan dari Peneleh. Tatkala pecah revolusi kemerdekaan, gedung SMI sempat dipakai sebagai salah satu pos perjuangan dan untuk menampung pejuang-pejuang tentara Hisbullah. Setelah perang kemerdekaan, tanah dan gedung tersebut dikuasai oleh negara.
Juga, masih ditambah puluhan petak tanah yang terletak di daerah Kemayoran Gang Buntu, Kemayoran Kauman, Kemayoran Gang Masjid dan Jalan Indrapura. Ratusan petak tanah yang terletak di jalan Grogol, Grogol Kauman Gang I, II, dan III, Grogol Kalimir, Lawang Seketeng Gang V, Jagalan Gang I dan Pandean Gang V. Ratusan petak tanah masjid itu saat ini ditempati para pemukim yang membayar sewa bulanan dengan tarif sewa tanah yang sulit disetarakan dengan sewa tanah pada masa sekarang, karena tergolong murah.
Renovasi Berulangkali
Karena masjid Kemayoran berdiri tahun 1772, maka tak mustahil masjid yang sudah berusia tua ini sampai sekarang ini mengalami beberapa kali renovasi. Tak saja dalam bentuk perluasan, tetapi juga pemugaran. Sejak didirikan hampir 300 tahun yang lalu, perluasan dan pemugaran masjid pernah dilaksanakan, antara lain; pada tahun 1848 dilaksanakan pemugaran masjid Kemayoran Surabaya dengan tetap pada bentuk aslinya (kubahnya berbentuk kerucut bersusun seperti tampak pada relief di taman depan masjid).
Tahun 1934 diadakan perluasan dan pemugaran masjid, tetapi kubahnya masih tetap berbentuk kerucut. Sementara pada 31 Januari 1961, diadakan perombakan dan pemugaran kubah masjid dengan bahan alumunium berbentuk setengah lingkaran bola.
Tahun 1969, perluasan masjid telah selesai --seperti yang terlihat sekarang-- dan berpagar sepanjang jalan, dari masjid sampai halaman sebelah Timur. Sementara tahun 1985 diadakan pemugaran kubah dengan penggantian konstruksi dan pelapisan kubah dengan serat kaca (fibver glass) berwarna hijau. Pemugaran ini diikuti dengan pemugaran interior ruang utama masjid.
Lalu, 12 Agustus 1995 diadakan peresmian pemugaran gapura (pintu gerbang) masjid Kemayoran Surabaya yang bentuk bangunannya disesuaikan dengan model eksterior pintu utama masjid sekarang (pintu dekat taman). Tanggal 26 Juli 1997 diresmikan Gedung Serba Guna Masjid Kemayoran Surabaya oleh bapak HM. Basofi Sudirman, gubernur Jawa Timur saat itu.
Memiliki Sekolahan
Perkembangan pengelolaan masjid Kemayoran mulai dapat dikata teroganisir setelah terbentuk Perhimpunan Ta`mirul Masajid yang disahkan Menteri Kehakiman RI tanggal 9 Juni 1952 nomor: JA5/78/4.
Sedangkan kegiatan ketakmiran mulai tertata dengan baik dimulai sejak tahun 1960 setelah KH. Abdul Manab Murtadlo mendapatkan amanat sebagai Ketua Ta`mirul Masajid Kemayoran Surabaya. Hal ini dapat dilihat dari laporan–laporan keuangan dan infaq beserta pertanggungjawaban, perluasan serta pemugaran masjid yang dilaksankan oleh pengurus atau takmir Masjid Kemayoran Surabaya.
Pada perkembangan selanjutnya, sampai saat ini pengelola kegiatan kemasjidan lebih ditingkatkan dengan melibatkan semua unsur masyarakat yang ikut terpanggil menumbuhkan-kembangkan kegiatan kemasjidan (di masjid Kemayoran Surabaya). Perwujudan dari upaya-upaya pengurus masjid di dalam memakmurkan masjid itu antara lain;
1) Dibentuknya Yayasan Ta`mirul masjid Kemayaran sebagai penyelenggara dan pengelola kegiatan kemasjidan masjid Kemayoran dengan akta notaris GOESTI DJOHAN, nomor 34 pada tanggal 3 Maret 1976.
2) Dibentuknya Pelaksana Harian Yayasan Ta`mirul Masjid Kemayoran yang khusus menangani bidang kemasjidan; peribadatan dan dakwah, ijtimaiyah, tarbiyah, pemberdayaan umat dan majlis persaudaraan haji, serta tata laksana kerja yang bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan masjid sehari-hari dengan masa bakti per-dua bulan.
3) Keuangan shadaqoh, infaq, jariyah dan kas masjid yang selalu dibukukan seperti sistem pembukuan yang berlaku dan dipertanggungjawabkan kepada aghniyah/jamaah secara ajeg dan terbuka.
4) Tata cara peribadatan yang dilaksanakan di masjid Kemayoran Surabaya telah dilaksanakan sejak masjid didirikan (1772 M) yang sesuai dengan tuntunan rasulullah dengan sistem peribadatan yang berpedoman ajaran ahlussunnah wal-jama`ah senantiasa dipelihara dan ditumbuhkembangkan.
5) KH. Abdul Manab Murtadho sebagai ketua Ta`mir Masjid Kemayoran Surabaya merasa berkewajiban untuk memakmurkan masjid dengan melandasi gagasan filsafat “masjid laksana lumbung (tempat menyimpan padi)”, sedangkan untuk mengisinya perlu lahan yang bisa ditanami. Oleh karena itu, beliau mendirikan lembaga pendidikan yang diberi nama Ta`miriyah yang kemudian sering disebut taman pendidikan Ta`miriyah yang diselenggarakan Ta`mirul Masjid Kemayoran Surabaya.
Taman pendidikan Ta`miriyah Surabaya sebagai sebuah lembaga pendidikan formal mengelola jenjang pendidikan, antara lain; Taman Kanak-Kanak (TKI, Sekolah Dasar (SD) Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Ta`miriyah. Selain itu, juga mengelola pendidikan non-formal yang telah berjalan dengan baik, seperti TPA, Jam`iyah Tahsin Liqiro`atil Qur`an dan lembaga pendidikan Bahasa Arab (LPBA). (n. mursidi)
Masjid Kemayoran yang terletak di Jalan Indrapura ini mungkin tak akan pernah ada jika saja umat Islam tak mati-matian memperjuangkan bangunan masjid yang dibangun secara gotong royong oleh umat Islam sebelum tahun 1772 yang terletak di Surapringgo, Surabaya (kini menjadi tugu pahlawan). Entah kapan tepatnya masjid di Surapringgo itu dibangun, tak ada catatan sejarah yang menorehkan dengan pasti.
Alkisah, setelah masjid itu berdiri, tidak lama kemudian pemerintah Hindia Belanda mendirikan kantor pusat pemerintahan daerah Jawa Timur (yang dikenal Hoeve Kamtoer -kantor besar) dan oleh penduduk setempat disebut kantor gubernur, persis di depan masjid tersebut. Anehnya, pada kurun berikutnya, pemerintah Hindia Belanda tergiur dengan tanah masjid itu dan ingin membangun di atas tanah tersebut, kantor Peradilan Pemerintah Hindia Belanda. Sebab, pemerintah Belanda ingin menjadikan kantor pengadilan itu dekat kantor gubernur (berhadapan) supaya nantinya bisa mempermudah urusan.
Jelas saja, keinginan pemerintah Hindia Belanda itu dipandang penghinaan oleh umat Islam. Jika karena letak yang berhadapan dengan kantor gubernur, kenapa masjid sebagai rumah Allah yang dikorbankan? Penghinaan itulah yang membuat umat Islam melakukan penentangan, diprakarsai oleh ulama dan kiai di Surabaya sehingga terjadi perlawanan hebat untuk menggagalkan niat busuk pemerintah Hindia Belanda itu.
Perlawanan semakin gencar, karena umat Islam berjuang dengan semangat jihad dan fi sabilillah sampai perlawanan itu memuncak setelah tertembaknya seorang pemimpin umat Islam bernama Kiai Badrun, dikenal dengan sebutan kiai Sedo Masjid. Artinya seorang kiai yang gugur membela masjid (untuk mengenang dan menghormati jasa-jasa beliau itulah, umat Islam mengebumikan jasadnya di sebelah lokasi masjid dan memberi nama jalan Tembaan).
Masjid Pengganti
Karena perlawanan umat Islam tak kenal takut, Pemerintah Hindia Belanda akhirnya kewalahan. Akhirnya, untuk meluluhkan hati (menarik simpati), maka pihak pemerintah Hindia Belanda menawarkan sebuah bangunan masjid dengan mendirikan masjid pengganti jika tanah bekas masjid itu didirikan sebagai kantor peradilan --letaknya jauh dari masjid semula, yaitu di atas sebidang tanah yang cukup luas-- bekas rumah seorang mayor AD Pemerintah Hindia Belanda. Masyarakat setempat menyebutnya dengan nama “Kemayoran”, karena itu masjid yang dibangun di atas tanah tersebut diberi nama Masjid Jami` Kemayoran.
Sejarah berdirinya masjid Kemayoran Surabaya ini diperkuat adanya prasasti yang terbuat dari logam berwarna kuning bertuliskan huruf Jawa dan berbahasa Jawa pada masa pemerintahan Bupati Surabaya, Raden Tumenggung Kromojoyo Dirono (tahun 1772-1776).
Jerih payah perjuangan umat beserta ulama mempertahankan keberadaan masjid di sekitar tugu Pahlawan itu adalah dengan didapatkannya masjid dan tanah pengganti berupa tanah dan bangunan masjid Kemayoran Surabaya serta persil yang saat ini ditempati Taman Pendidikan Ta`miriyah Surabaya, Jalan Indrapura nomor 2, Surabaya (penetapan Hak Atas Tanah itu kemudian diperkuat keputusan Menteri Agraria dan Pertanian nomor SK IV/46/63 tgl. 14 Maret 1963, sertifikat hak pakai no. 39 dari Badan Pertahanan Nasional tahun 1995).
Selain itu, ditambah Persil dan bangunan yang sekarang dikenal dengan nama SLTP Negeri 2, di jalan Kepanjen 1 Surabaya. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda gedung tersebut dipakai oleh HBS sekolah Belanda, namun setelah dikuasai Jepang atas permohonan KH. Abdul Manab Murtadlo, gedung itu dikembalikan oleh Sitjokang KK kepada Masjid Kemayoran Surabaya. Gedung tersebut kemudian dipakai SMI (Sekolah Menengah Islam), yang salah satu gurunya pada waktu itu adalah Ustadz Abdul Wahab Turhan dari Peneleh. Tatkala pecah revolusi kemerdekaan, gedung SMI sempat dipakai sebagai salah satu pos perjuangan dan untuk menampung pejuang-pejuang tentara Hisbullah. Setelah perang kemerdekaan, tanah dan gedung tersebut dikuasai oleh negara.
Juga, masih ditambah puluhan petak tanah yang terletak di daerah Kemayoran Gang Buntu, Kemayoran Kauman, Kemayoran Gang Masjid dan Jalan Indrapura. Ratusan petak tanah yang terletak di jalan Grogol, Grogol Kauman Gang I, II, dan III, Grogol Kalimir, Lawang Seketeng Gang V, Jagalan Gang I dan Pandean Gang V. Ratusan petak tanah masjid itu saat ini ditempati para pemukim yang membayar sewa bulanan dengan tarif sewa tanah yang sulit disetarakan dengan sewa tanah pada masa sekarang, karena tergolong murah.
Renovasi Berulangkali
Karena masjid Kemayoran berdiri tahun 1772, maka tak mustahil masjid yang sudah berusia tua ini sampai sekarang ini mengalami beberapa kali renovasi. Tak saja dalam bentuk perluasan, tetapi juga pemugaran. Sejak didirikan hampir 300 tahun yang lalu, perluasan dan pemugaran masjid pernah dilaksanakan, antara lain; pada tahun 1848 dilaksanakan pemugaran masjid Kemayoran Surabaya dengan tetap pada bentuk aslinya (kubahnya berbentuk kerucut bersusun seperti tampak pada relief di taman depan masjid).
Tahun 1934 diadakan perluasan dan pemugaran masjid, tetapi kubahnya masih tetap berbentuk kerucut. Sementara pada 31 Januari 1961, diadakan perombakan dan pemugaran kubah masjid dengan bahan alumunium berbentuk setengah lingkaran bola.
Tahun 1969, perluasan masjid telah selesai --seperti yang terlihat sekarang-- dan berpagar sepanjang jalan, dari masjid sampai halaman sebelah Timur. Sementara tahun 1985 diadakan pemugaran kubah dengan penggantian konstruksi dan pelapisan kubah dengan serat kaca (fibver glass) berwarna hijau. Pemugaran ini diikuti dengan pemugaran interior ruang utama masjid.
Lalu, 12 Agustus 1995 diadakan peresmian pemugaran gapura (pintu gerbang) masjid Kemayoran Surabaya yang bentuk bangunannya disesuaikan dengan model eksterior pintu utama masjid sekarang (pintu dekat taman). Tanggal 26 Juli 1997 diresmikan Gedung Serba Guna Masjid Kemayoran Surabaya oleh bapak HM. Basofi Sudirman, gubernur Jawa Timur saat itu.
Memiliki Sekolahan
Perkembangan pengelolaan masjid Kemayoran mulai dapat dikata teroganisir setelah terbentuk Perhimpunan Ta`mirul Masajid yang disahkan Menteri Kehakiman RI tanggal 9 Juni 1952 nomor: JA5/78/4.
Sedangkan kegiatan ketakmiran mulai tertata dengan baik dimulai sejak tahun 1960 setelah KH. Abdul Manab Murtadlo mendapatkan amanat sebagai Ketua Ta`mirul Masajid Kemayoran Surabaya. Hal ini dapat dilihat dari laporan–laporan keuangan dan infaq beserta pertanggungjawaban, perluasan serta pemugaran masjid yang dilaksankan oleh pengurus atau takmir Masjid Kemayoran Surabaya.
Pada perkembangan selanjutnya, sampai saat ini pengelola kegiatan kemasjidan lebih ditingkatkan dengan melibatkan semua unsur masyarakat yang ikut terpanggil menumbuhkan-kembangkan kegiatan kemasjidan (di masjid Kemayoran Surabaya). Perwujudan dari upaya-upaya pengurus masjid di dalam memakmurkan masjid itu antara lain;
1) Dibentuknya Yayasan Ta`mirul masjid Kemayaran sebagai penyelenggara dan pengelola kegiatan kemasjidan masjid Kemayoran dengan akta notaris GOESTI DJOHAN, nomor 34 pada tanggal 3 Maret 1976.
2) Dibentuknya Pelaksana Harian Yayasan Ta`mirul Masjid Kemayoran yang khusus menangani bidang kemasjidan; peribadatan dan dakwah, ijtimaiyah, tarbiyah, pemberdayaan umat dan majlis persaudaraan haji, serta tata laksana kerja yang bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan masjid sehari-hari dengan masa bakti per-dua bulan.
3) Keuangan shadaqoh, infaq, jariyah dan kas masjid yang selalu dibukukan seperti sistem pembukuan yang berlaku dan dipertanggungjawabkan kepada aghniyah/jamaah secara ajeg dan terbuka.
4) Tata cara peribadatan yang dilaksanakan di masjid Kemayoran Surabaya telah dilaksanakan sejak masjid didirikan (1772 M) yang sesuai dengan tuntunan rasulullah dengan sistem peribadatan yang berpedoman ajaran ahlussunnah wal-jama`ah senantiasa dipelihara dan ditumbuhkembangkan.
5) KH. Abdul Manab Murtadho sebagai ketua Ta`mir Masjid Kemayoran Surabaya merasa berkewajiban untuk memakmurkan masjid dengan melandasi gagasan filsafat “masjid laksana lumbung (tempat menyimpan padi)”, sedangkan untuk mengisinya perlu lahan yang bisa ditanami. Oleh karena itu, beliau mendirikan lembaga pendidikan yang diberi nama Ta`miriyah yang kemudian sering disebut taman pendidikan Ta`miriyah yang diselenggarakan Ta`mirul Masjid Kemayoran Surabaya.
Taman pendidikan Ta`miriyah Surabaya sebagai sebuah lembaga pendidikan formal mengelola jenjang pendidikan, antara lain; Taman Kanak-Kanak (TKI, Sekolah Dasar (SD) Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Ta`miriyah. Selain itu, juga mengelola pendidikan non-formal yang telah berjalan dengan baik, seperti TPA, Jam`iyah Tahsin Liqiro`atil Qur`an dan lembaga pendidikan Bahasa Arab (LPBA). (n. mursidi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar