Setelah Abu Thalib dan Khadijah meninggal, orang-orang Quraisy merasa tidak lagi memiliki penghalang untuk menghancurkan dakwah nabi Muhammad. Karena baik Abu Thalib maupun Khadijah telah memberikan perlindungan dan bantuan kepada nabi, secara moril dan materiil. Abu Thalib, paman nabi punya wibawa yang amat besar dan Khadijah dikenal sebagai wanita bangsawan dan hartawan yang memiliki hubungan cukup baik dalam masyarakat Arab. Kedua pengaruh orang itu, diakui atau tidak, menjadi perisai bagi dakwah nabi.
Tak ayal, jika kepergian kedua orang tercinta itu kemudian membuat bangsa Quraisy bisa leluasa melakukan tekanan dan bertindak amat kejam terhadap nabi. Karena itu, hampir setiap kesempatan, nabi Allah ini selalu mendapatkan cacian atau pun siksaan fisik, dilempari dengan debu, kotoran dan bahkan batu hingga wajahnya pernah terluka dan bersimbah darah.
Tapi nabi Muhammad adalah nabi yang diberi kekuatan ketabahan dan kesabaran yang luar biasa sehingga tidak pernah mengeluh. Pernah Rasulullah pulang ke rumah dengan wajah dan kepala yang dipenuhi kotoran sebab dilempari lumpur oleh seorang budak Quraisy. Putri nabi, Fatimah menangis terisak-isak seraya membersihkan kepala nabi karena merasa amat kasihan dengan penderitaan ayah yang paling dicintai itu.
“Tidak usah menangis, putriku! Allah pasti akan membantu,” kata Rasul dengan lembut untuk menghibur kesedihan Fatimah.
Dengan sabar, Rasulullah menghadapi semua kekejaman itu tanpa sedikit pun tebersit keinginan untuk hijrah ke Abisinia, sebagaimana yang sudah dilakukan oleh para pengikutnya yang sudah lebih dulu hijrah. Karena rasul yakin, suatu saat nanti masyarakat Makkah akan dapat menerima kebenaran Islam dan berharap orang-orang yang ketika itu memusuhi rasul akan berbalik menjadi sahabat setia.
Dakwah ke Tha`if
Kegiatan dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah memang bukanlah tugas yang mudah dilaksanakan. Sebaliknya, tugas itu adalah misi berat yang membutuhkan kesabaran tinggi. Apalagi orang-orang Quraisy sangat keras kepala dan acuh tak acuh dalam menanggapi risalah yang dibawa oleh nabi Muhammad. Memang, sebagian dari mereka yang bisa berpikir dengan jernih, menyadari kebenaran risalah yang dibawa rasul dan mau berikrar untuk masuk Islam. Tapi sebagian lagi ternyata tak punya kesanggupan untuk menerima ajaran nabi. Sebaliknya, dengan congkak dan sombong, menganggap nabi Allah itu sebagai orang gila.
Maka, rasul yang sudah mendapat tugas dan misi mulia dari Allah untuk menyebarkan Islam kepada seluruh umat manusia berkeinginan menyebarkan Islam ke daerah (wilayah) lain dengan suatu harapan barangkali di tempat itu akan menemukan tanggapan yang baik dan bisa diterima penduduk suatu kota. Karena itu, suatu hari, nabi berangkat ke Tha`if guna menyeru orang-orang di kota itu untuk masuk Islam, mengakui kebesaran Allah serta menerima nabi Muhammad sebagai utusan Allah.
Tapi kehadiran nabi ternyata tak disambut hangat, justru disambut dengan cercaan, hinaan dan bahkan sempat diusir dari kota itu karena penduduk di sana tutup telinga. Dengan kata lain, penduduk kota Tha`if tidak ingin mendengarkan kebenaran yang disampaikan oleh Rasulullah. Karena tidak diterima, maka rasul hendak meninggalkan kota Tha`if. Ketika nabi Muhammad berniat mau pergi meninggalkan Tha`if, banyak orang justru berdiri di sepanjang jalan yang dilewati oleh rasul. Selanjutnya, penduduk kota Tha`if itu melengkapi penderitaan nabi dengan kejam; melempari batu sehingga kaki nabi berdarah hingga tidak kuat berjalan. Nabi jatuh terduduk dan tidak kuat lagi berjalan karena kaki nabi terluka parah. Meski tahu nabi terluka, orang-orang Tha`if justru ramai-ramai berteriak dan menyuruh nabi berjalan terus agar segera meninggalkan daerah Tha`if.
Dengan luka parah, nabi akhirnya ditinggalkan sendirian, dan bernaung di balik sebuah dinding rumah Utba bin Rabi’a. Pemilik kebun tempat Rasulullah beristirahat itu pun merasa kasihan ketika melihat nabi Muhammad dihina dan dicaci maki. Karena tersentuh sikap rasul yang tabah menghadapi perlakuan itu, membuat Utba takjub dan kemudian menaruh hormat kepada nabi sehingga mengutus Addas, budaknya (yang beragama Kristen) untuk memberikan seikat anggur kepada nabi. Nabi menerima anggur itu untuk melepas rasa lapar dan dahaga. Sebelum memakan anggur itu, nabi berucap, ”Bismillahirrahmanirrahim (Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Penyayang).”
Addas terbengong heran saat mendengar ucapan itu. Sebab dalam benaknya, orang-orang di Tha`if yang terhomat sekali pun tidak pernah mengucapkan kata-kata seperti itu. Karena heran, Addas pun menanyakan arti kalimat itu, kalimat yang barusan diucapkan oleh nabi. Nabi dengan rendah hati menjelaskan arti kalimat tersebut dan setelah itu menanyakan nama dan asal negeri budak kecil Utba itu berasal.
Budak kecil itu menjawab bahwa dia bernama Addas, seorang Kristen dari Nestorian. “Jadi, kamu itu dari negeri orang yang shaleh, Yunus putra Matta?” tanya nabi.
“Ya,” Jawab Addas. “Engkau tahu juga tentang dia?” tanya Addas lebih lanjut.
“Ya,” jawab nabi, “Kami bersaudara. Dia nabi seperti juga diriku.”
Nabi kemudian menceritakan kisah nabi Yunus kepada Addas. Addas mendengarkan kisah tersebut dengan seksama, tertegun dan terkesima.
Kisah Yunus yang Menyentuh Addas
Nabi Yunus diutus Allah untuk menyampaikan risalah kepada kaumnya. Seperti rasul-rasul yang lain, nabi Yunus adalah seorang rasul dan termasuk salah satu dari utusan Allah. Al-Qur`an menjelaskan, “Dan sesungguhnya Yunus pun adalah seorang dari utusan-utusan itu juga.” (QS. Ash-Shaffaat: 139). Tak berlebihan, kalau ada kesempatan, nabi Yunus tak henti-hentinya menasehati, membimbing dan mengajak kaumnya ke jalan yang benar. Selain itu, dia mengingatkan datangnya kiamat dan ancaman neraka bagi mereka yang ingkar. Pendeknya, nabi Yunus mengajak mereka untuk mengikuti ajaran yang dibawanya dan mengajak mereka untuk menyembah Allah.
Namun setelah sekian lama berdakwah, sayangnya tidak ada satu pun dari kaumnya yang beriman. Karena itulah, nabi Yunus kecewa dan gundah. Pada saat yang sama, nabi Yunus juga merasakan bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya sudah mencapai batas waktu yang telah ditentukan. Akhirnya, dia merasa ketika itu sudah dapat meninggalkan kaumnya. Karena mereka semua tuli dan tutup telinga.
Al-Qur`an melukiskan keadaan yang dialami oleh nabi Yunus itu, “Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempit (menyulitkannnya) maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap; ‘Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang lalim” (QS. Al-Anbiya`: 87).
Dengan diliputi kekecewaan dan kegundahan, nabi Yunus berjalan ke pantai. Sesampai di sana, Nabi Yunus melihat sebuah kapal yang hendak berangkat. Ia kemudian memutuskan untuk ikut bergabung dengan kapal yang hendak berlayar itu. “Seketika ia lari kepada kapal yang sarat” (QS. Ash-Shaffaat: 140). Pada saat itu, sama sekali tak terpikir bahwa kapal itu sudah dalam keadaan sarat muatan. Di sisi lain, kapal itu juga tak terlalu besar sehingga akan membahayakan siapa pun jika ada gelombang besar yang bisa menggulung kapal.
Kapal pun kemudian berlayar ke tengah lautan. Ketika kapal sudah berlayar itu, Allah mendatangkan angin taufan yang membuat ombak bergelombang dan nyaris menenggelamkan kapal yang sudah sarat dengan muatan sehingga para penumpang dihalau kecemasan. Dalam keadaan genting itu mereka berkata, “Sesungguhnya di antara kita ada orang yang mempunyai dosa”. Sang nahkoda segera mengambil inisiatif, agar kapal dapat selamat sampai tujuan mau tidak mau isi kapal harus dikurangi. Untuk menentukan siapa yang nantinya akan dikeluarkan dari kapal, diadakanlah undian.
Lalu, mereka bermusyawarah untuk mengadakan undian dengan sebuah maklumat, “Barangsiapa yang kalah dalam undian, ia akan dilempar dari kapal demi menjaga keselamatan kapal dan semua penumpang”. “Maka dia pun berundi, lalu dia terhitung orang yang kalah” (Ash-Shaffaat: 141). Nasib nabi Yunus tidaklah beruntung. Dia kalah dalam undian. Padahal, semua penumpang di kapal tahu sepenuhnya kalau nabi Yunus dikenal sebagai orang yang saleh. Di dalam hati mereka, tebersit pikiran bahwa itu tak masuk akal dan semua penumpang kapal juga berkeyakinan, pastilah undian itu mengenai nabi Yunus hanya secara kebetulan. Lalu mereka mengadakan undian lagi dan anehnya nabi Yunus tetap terpilih untuk kedua kalinya sebagai orang yang kalah. Orang-orang masih tak percaya. Diadakan undian lagi untuk yang ketiga kalinya. Anehnya, undian ketiga pun masih jatuh kepada nabi Yunus. Karena sudah diadakan undian tiga kali dan nabi Yunus kalah, maka nabi Yunus pun menceburkan diri ke laut.
Bersamaan dengan itu, ternyata Allah menghendaki peristiwa yang besar. Saat Yunus menceburkan diri ke laut, Allah mengutus ikat hut yang besar menyambut tubuh nabi Yunus dengan mengangakan mulut. Tapi nabi Yunus tak dikunyah, melainkan ditelan seluruh badannya sehingga nabi Yunus jatuh ke dalam perut ikan. “Maka ia ditelan ikan, sedang dia adalah orang yang disesali.” (QS. Ash-Shaffaat: 142). Saat Yunus ditelan ikan, dia termasuk orang yang disesali. Tak lain karena ia meninggalkan kaumnya, meninggalkan satu kewajiban yang telah diperintahkan Allah sehingga dia termasuk orang yang disesali Allah, masyarakat dan juga dirinya sendiri.
Padahal, saat nabi Yunus meninggalkan kaumnya, justru kaumnya sudah merasa yakin bahwa azab Allah akan datang. Karena tanda dan gejala azab Allah itu sudah mulai tampak. Dan Allah telah memasukkan dalam hati mereka secercah keimanan dan mereka bertaubat untuk menyesali perbuatan-perbuatan mereka. Kaum pria, wanita dan anak-anak menangis. Mereka kemudian melemparkan kezaliman-kezaliman kepada orang-orang yang telah berbuat salah. Pada saat yang genting dan menakutkan itulah, rahmat Allah telah melenyapkan azab mereka. “Dan mengapa tidak ada (penduduk) suatu kota yang beriman, lalu imannya itu bermanfaat kepadanya, selain kaum Yunus? Tatkala mereka (kaum Yunus itu) beriman, Kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan dunia dan Kami beri kesenangan kepada mereka sampai kepada waktu yang tertentu. (QS. 10: 98).
Sementara itu, setelah ikan menelan nabi Yunus, Allah memberi sebuah ilham kepada binatang itu agar tidak menyakiti Yunus. Nabi Yunus hanya diam di dalam perut ikan dan dia mengira sudah meninggal. Tapi ketika ia berusaha menggerakkan anggota tubuhnya dan masih bisa bergerak, maka ia tahu dan sadar kalau dirinya masih hidup. Ia diselamatkan Allah. Tak dikunyah ikan karena ia termasuk orang yang selalu bertasbih.
Sadar kalau belum meninggal, nabi Yunus pun bersujud kepada Allah dan berkata, “Ya Tuhanku, aku telah mendirikan masjid untuk-Mu yang belum pernah ada seorang pun menyembah-Mu di dalamnya.” Untuk beberapa hari lamanya, dia beriman di dalam perut ikan dan beri`tikaf mensucikan Allah serta beribadah kepada-Nya. Juga, dia berdoa kepada Allah sambil mengakui ketuhanan-Nya, lantaran telah berbuat zalim.
Doa Yunus didengar oleh Allah. Allah menerima doa dan taubat nabi Yunus, kemudian mengilhamkan ikan itu agar melemparkan nabi Yunus ke daratan. Seandainya tidak, maka nabi Yunus bisa bernasib tragis, “Maka kalau bukanlah dia sesungguhnya seorang di antara orang yang bertasbih. Niscaya akan berlarut-larut dia dalam perut ikan itu sampai hari manusia akan dibangkitkan (QS. Ash-Shaffaat: 143-144).
Abbas Masuk Islam
Itulah sekelumit kisah nabi Yunus, seorang nabi yang diutus Allah untuk berdakwah, tetapi karena kaumnya tidak menerima ajakan itu maka dia marah dan kemudian meninggalkan kaumnya. Allah memberikan teguran kepada nabi Yunus, dengan peristiwa kapal yang penuh muatan dan dia tercebur ke laut dan juga ditelan ikan. Nabi Yunus lalu bertaubat sehingga ia diselamatkan Allah dari perut ikan. Kisah ini jika disimak lebih cermat, sebenarnya pesan bagi nabi Muhammad untuk tak sampai marah dan kecewa, lalu putus asa meski saat itu berdakwah di kota Tha`if tidak diterima dengan hangat. Di sini lain, juga menjadi bukti kebenaran atas kenabian Muhammad sebagai nabi dihadapan Addas, karena nabi mengetahui kisah-kisah nabi terdahulu yang tidak semua orang tahu.
Karena itu, usai mendengar kisah nabi Yunus tersebut seketika hati Addas tersentuh. Jiwa Addas serasa tersirami secercah cahaya kebenaran sehingga ia menjadi tercerahkan. Tak berlebihan, jika ia kemudian mengakui akan kebenaran yang dibawa oleh nabi Muhammad dan berikrar untuk masuk Islam. Addas bersaksi bahwa Allah adalah Tuhan dan Muhammad adalah rasul Allah.
Sekedar catatan, sepulang Rasul dari Tha`if itu ternyata orang-orang Quraisy belum juga dibukakan dari ketulian untuk mendengar ajaran yang dibawa nabi Muhammad. Orang-orang Quraisy masih memusuhi Rasullah. Apalagi setelah mereka mengetahui apa yang terjadi di kota Tha`if, bahwa dakwah Rasulullah tidak diterima dengan tangan terbuka. Orang-orang Quraisy senang bukan kepalang dan semakin brutal melakukan serangan kepada nabi.
Tetapi nabi Muhammad tabah menerima semua perlakuan orang-orang Quraisy. Rasul tabah dengan perjuangan kenabian itu. Ketika perasaan sudah tak berdaya itu melanda, Rasul segera berserah diri kepada Allah. Tapi doa Rasulullah bukan satu ungkapan akan kesedihan dan keputusasaan. Karena dalam kalbu Rasulullah, sudah tertanam satu keyakinan kuat akan kebesaran Allah, maka Rasul memasrahkan seluruh urusan kepada Allah. Dengan kekuatan dan kesabaran yang dilimpahkan oleh Allah, Rasul tabah menghadapi segala tekanan, cacian dan hinaan yang tidak akan kuat dihadapi oleh manusia mana pun. Di sini, nabi Muhammad telah belajar dari kisah dan sejarah dakwah nabi yunus. Makanya, nabi Muhammad cukup tangguh.
Ketangguhan Rasul itulah yang membuat Addas tak ragu untuk mengakui bahwa nabi Muhammad yang saat itu ada di hadapan Addas bukanlah orang biasa, melainkan nabi terakhir yang memiliki sejumlah kelebihan, ketangguhan dan kebesaran hati sehingga Addas tak punya pilihan lain selain mengakui bahwa apa yang diceritakan nabi benar dan dia masuk Islam tanpa ada unsur paksaan, melainkan dari hati yang tercerahkan setelah mendengar kisah nabi Yunus yang cukup menyentuh hati Addas. (n. mursidi)
Tapi nabi Muhammad adalah nabi yang diberi kekuatan ketabahan dan kesabaran yang luar biasa sehingga tidak pernah mengeluh. Pernah Rasulullah pulang ke rumah dengan wajah dan kepala yang dipenuhi kotoran sebab dilempari lumpur oleh seorang budak Quraisy. Putri nabi, Fatimah menangis terisak-isak seraya membersihkan kepala nabi karena merasa amat kasihan dengan penderitaan ayah yang paling dicintai itu.
“Tidak usah menangis, putriku! Allah pasti akan membantu,” kata Rasul dengan lembut untuk menghibur kesedihan Fatimah.
Dengan sabar, Rasulullah menghadapi semua kekejaman itu tanpa sedikit pun tebersit keinginan untuk hijrah ke Abisinia, sebagaimana yang sudah dilakukan oleh para pengikutnya yang sudah lebih dulu hijrah. Karena rasul yakin, suatu saat nanti masyarakat Makkah akan dapat menerima kebenaran Islam dan berharap orang-orang yang ketika itu memusuhi rasul akan berbalik menjadi sahabat setia.
Dakwah ke Tha`if
Kegiatan dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah memang bukanlah tugas yang mudah dilaksanakan. Sebaliknya, tugas itu adalah misi berat yang membutuhkan kesabaran tinggi. Apalagi orang-orang Quraisy sangat keras kepala dan acuh tak acuh dalam menanggapi risalah yang dibawa oleh nabi Muhammad. Memang, sebagian dari mereka yang bisa berpikir dengan jernih, menyadari kebenaran risalah yang dibawa rasul dan mau berikrar untuk masuk Islam. Tapi sebagian lagi ternyata tak punya kesanggupan untuk menerima ajaran nabi. Sebaliknya, dengan congkak dan sombong, menganggap nabi Allah itu sebagai orang gila.
Maka, rasul yang sudah mendapat tugas dan misi mulia dari Allah untuk menyebarkan Islam kepada seluruh umat manusia berkeinginan menyebarkan Islam ke daerah (wilayah) lain dengan suatu harapan barangkali di tempat itu akan menemukan tanggapan yang baik dan bisa diterima penduduk suatu kota. Karena itu, suatu hari, nabi berangkat ke Tha`if guna menyeru orang-orang di kota itu untuk masuk Islam, mengakui kebesaran Allah serta menerima nabi Muhammad sebagai utusan Allah.
Tapi kehadiran nabi ternyata tak disambut hangat, justru disambut dengan cercaan, hinaan dan bahkan sempat diusir dari kota itu karena penduduk di sana tutup telinga. Dengan kata lain, penduduk kota Tha`if tidak ingin mendengarkan kebenaran yang disampaikan oleh Rasulullah. Karena tidak diterima, maka rasul hendak meninggalkan kota Tha`if. Ketika nabi Muhammad berniat mau pergi meninggalkan Tha`if, banyak orang justru berdiri di sepanjang jalan yang dilewati oleh rasul. Selanjutnya, penduduk kota Tha`if itu melengkapi penderitaan nabi dengan kejam; melempari batu sehingga kaki nabi berdarah hingga tidak kuat berjalan. Nabi jatuh terduduk dan tidak kuat lagi berjalan karena kaki nabi terluka parah. Meski tahu nabi terluka, orang-orang Tha`if justru ramai-ramai berteriak dan menyuruh nabi berjalan terus agar segera meninggalkan daerah Tha`if.
Dengan luka parah, nabi akhirnya ditinggalkan sendirian, dan bernaung di balik sebuah dinding rumah Utba bin Rabi’a. Pemilik kebun tempat Rasulullah beristirahat itu pun merasa kasihan ketika melihat nabi Muhammad dihina dan dicaci maki. Karena tersentuh sikap rasul yang tabah menghadapi perlakuan itu, membuat Utba takjub dan kemudian menaruh hormat kepada nabi sehingga mengutus Addas, budaknya (yang beragama Kristen) untuk memberikan seikat anggur kepada nabi. Nabi menerima anggur itu untuk melepas rasa lapar dan dahaga. Sebelum memakan anggur itu, nabi berucap, ”Bismillahirrahmanirrahim (Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Penyayang).”
Addas terbengong heran saat mendengar ucapan itu. Sebab dalam benaknya, orang-orang di Tha`if yang terhomat sekali pun tidak pernah mengucapkan kata-kata seperti itu. Karena heran, Addas pun menanyakan arti kalimat itu, kalimat yang barusan diucapkan oleh nabi. Nabi dengan rendah hati menjelaskan arti kalimat tersebut dan setelah itu menanyakan nama dan asal negeri budak kecil Utba itu berasal.
Budak kecil itu menjawab bahwa dia bernama Addas, seorang Kristen dari Nestorian. “Jadi, kamu itu dari negeri orang yang shaleh, Yunus putra Matta?” tanya nabi.
“Ya,” Jawab Addas. “Engkau tahu juga tentang dia?” tanya Addas lebih lanjut.
“Ya,” jawab nabi, “Kami bersaudara. Dia nabi seperti juga diriku.”
Nabi kemudian menceritakan kisah nabi Yunus kepada Addas. Addas mendengarkan kisah tersebut dengan seksama, tertegun dan terkesima.
Kisah Yunus yang Menyentuh Addas
Nabi Yunus diutus Allah untuk menyampaikan risalah kepada kaumnya. Seperti rasul-rasul yang lain, nabi Yunus adalah seorang rasul dan termasuk salah satu dari utusan Allah. Al-Qur`an menjelaskan, “Dan sesungguhnya Yunus pun adalah seorang dari utusan-utusan itu juga.” (QS. Ash-Shaffaat: 139). Tak berlebihan, kalau ada kesempatan, nabi Yunus tak henti-hentinya menasehati, membimbing dan mengajak kaumnya ke jalan yang benar. Selain itu, dia mengingatkan datangnya kiamat dan ancaman neraka bagi mereka yang ingkar. Pendeknya, nabi Yunus mengajak mereka untuk mengikuti ajaran yang dibawanya dan mengajak mereka untuk menyembah Allah.
Namun setelah sekian lama berdakwah, sayangnya tidak ada satu pun dari kaumnya yang beriman. Karena itulah, nabi Yunus kecewa dan gundah. Pada saat yang sama, nabi Yunus juga merasakan bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya sudah mencapai batas waktu yang telah ditentukan. Akhirnya, dia merasa ketika itu sudah dapat meninggalkan kaumnya. Karena mereka semua tuli dan tutup telinga.
Al-Qur`an melukiskan keadaan yang dialami oleh nabi Yunus itu, “Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempit (menyulitkannnya) maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap; ‘Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang lalim” (QS. Al-Anbiya`: 87).
Dengan diliputi kekecewaan dan kegundahan, nabi Yunus berjalan ke pantai. Sesampai di sana, Nabi Yunus melihat sebuah kapal yang hendak berangkat. Ia kemudian memutuskan untuk ikut bergabung dengan kapal yang hendak berlayar itu. “Seketika ia lari kepada kapal yang sarat” (QS. Ash-Shaffaat: 140). Pada saat itu, sama sekali tak terpikir bahwa kapal itu sudah dalam keadaan sarat muatan. Di sisi lain, kapal itu juga tak terlalu besar sehingga akan membahayakan siapa pun jika ada gelombang besar yang bisa menggulung kapal.
Kapal pun kemudian berlayar ke tengah lautan. Ketika kapal sudah berlayar itu, Allah mendatangkan angin taufan yang membuat ombak bergelombang dan nyaris menenggelamkan kapal yang sudah sarat dengan muatan sehingga para penumpang dihalau kecemasan. Dalam keadaan genting itu mereka berkata, “Sesungguhnya di antara kita ada orang yang mempunyai dosa”. Sang nahkoda segera mengambil inisiatif, agar kapal dapat selamat sampai tujuan mau tidak mau isi kapal harus dikurangi. Untuk menentukan siapa yang nantinya akan dikeluarkan dari kapal, diadakanlah undian.
Lalu, mereka bermusyawarah untuk mengadakan undian dengan sebuah maklumat, “Barangsiapa yang kalah dalam undian, ia akan dilempar dari kapal demi menjaga keselamatan kapal dan semua penumpang”. “Maka dia pun berundi, lalu dia terhitung orang yang kalah” (Ash-Shaffaat: 141). Nasib nabi Yunus tidaklah beruntung. Dia kalah dalam undian. Padahal, semua penumpang di kapal tahu sepenuhnya kalau nabi Yunus dikenal sebagai orang yang saleh. Di dalam hati mereka, tebersit pikiran bahwa itu tak masuk akal dan semua penumpang kapal juga berkeyakinan, pastilah undian itu mengenai nabi Yunus hanya secara kebetulan. Lalu mereka mengadakan undian lagi dan anehnya nabi Yunus tetap terpilih untuk kedua kalinya sebagai orang yang kalah. Orang-orang masih tak percaya. Diadakan undian lagi untuk yang ketiga kalinya. Anehnya, undian ketiga pun masih jatuh kepada nabi Yunus. Karena sudah diadakan undian tiga kali dan nabi Yunus kalah, maka nabi Yunus pun menceburkan diri ke laut.
Bersamaan dengan itu, ternyata Allah menghendaki peristiwa yang besar. Saat Yunus menceburkan diri ke laut, Allah mengutus ikat hut yang besar menyambut tubuh nabi Yunus dengan mengangakan mulut. Tapi nabi Yunus tak dikunyah, melainkan ditelan seluruh badannya sehingga nabi Yunus jatuh ke dalam perut ikan. “Maka ia ditelan ikan, sedang dia adalah orang yang disesali.” (QS. Ash-Shaffaat: 142). Saat Yunus ditelan ikan, dia termasuk orang yang disesali. Tak lain karena ia meninggalkan kaumnya, meninggalkan satu kewajiban yang telah diperintahkan Allah sehingga dia termasuk orang yang disesali Allah, masyarakat dan juga dirinya sendiri.
Padahal, saat nabi Yunus meninggalkan kaumnya, justru kaumnya sudah merasa yakin bahwa azab Allah akan datang. Karena tanda dan gejala azab Allah itu sudah mulai tampak. Dan Allah telah memasukkan dalam hati mereka secercah keimanan dan mereka bertaubat untuk menyesali perbuatan-perbuatan mereka. Kaum pria, wanita dan anak-anak menangis. Mereka kemudian melemparkan kezaliman-kezaliman kepada orang-orang yang telah berbuat salah. Pada saat yang genting dan menakutkan itulah, rahmat Allah telah melenyapkan azab mereka. “Dan mengapa tidak ada (penduduk) suatu kota yang beriman, lalu imannya itu bermanfaat kepadanya, selain kaum Yunus? Tatkala mereka (kaum Yunus itu) beriman, Kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan dunia dan Kami beri kesenangan kepada mereka sampai kepada waktu yang tertentu. (QS. 10: 98).
Sementara itu, setelah ikan menelan nabi Yunus, Allah memberi sebuah ilham kepada binatang itu agar tidak menyakiti Yunus. Nabi Yunus hanya diam di dalam perut ikan dan dia mengira sudah meninggal. Tapi ketika ia berusaha menggerakkan anggota tubuhnya dan masih bisa bergerak, maka ia tahu dan sadar kalau dirinya masih hidup. Ia diselamatkan Allah. Tak dikunyah ikan karena ia termasuk orang yang selalu bertasbih.
Sadar kalau belum meninggal, nabi Yunus pun bersujud kepada Allah dan berkata, “Ya Tuhanku, aku telah mendirikan masjid untuk-Mu yang belum pernah ada seorang pun menyembah-Mu di dalamnya.” Untuk beberapa hari lamanya, dia beriman di dalam perut ikan dan beri`tikaf mensucikan Allah serta beribadah kepada-Nya. Juga, dia berdoa kepada Allah sambil mengakui ketuhanan-Nya, lantaran telah berbuat zalim.
Doa Yunus didengar oleh Allah. Allah menerima doa dan taubat nabi Yunus, kemudian mengilhamkan ikan itu agar melemparkan nabi Yunus ke daratan. Seandainya tidak, maka nabi Yunus bisa bernasib tragis, “Maka kalau bukanlah dia sesungguhnya seorang di antara orang yang bertasbih. Niscaya akan berlarut-larut dia dalam perut ikan itu sampai hari manusia akan dibangkitkan (QS. Ash-Shaffaat: 143-144).
Abbas Masuk Islam
Itulah sekelumit kisah nabi Yunus, seorang nabi yang diutus Allah untuk berdakwah, tetapi karena kaumnya tidak menerima ajakan itu maka dia marah dan kemudian meninggalkan kaumnya. Allah memberikan teguran kepada nabi Yunus, dengan peristiwa kapal yang penuh muatan dan dia tercebur ke laut dan juga ditelan ikan. Nabi Yunus lalu bertaubat sehingga ia diselamatkan Allah dari perut ikan. Kisah ini jika disimak lebih cermat, sebenarnya pesan bagi nabi Muhammad untuk tak sampai marah dan kecewa, lalu putus asa meski saat itu berdakwah di kota Tha`if tidak diterima dengan hangat. Di sini lain, juga menjadi bukti kebenaran atas kenabian Muhammad sebagai nabi dihadapan Addas, karena nabi mengetahui kisah-kisah nabi terdahulu yang tidak semua orang tahu.
Karena itu, usai mendengar kisah nabi Yunus tersebut seketika hati Addas tersentuh. Jiwa Addas serasa tersirami secercah cahaya kebenaran sehingga ia menjadi tercerahkan. Tak berlebihan, jika ia kemudian mengakui akan kebenaran yang dibawa oleh nabi Muhammad dan berikrar untuk masuk Islam. Addas bersaksi bahwa Allah adalah Tuhan dan Muhammad adalah rasul Allah.
Sekedar catatan, sepulang Rasul dari Tha`if itu ternyata orang-orang Quraisy belum juga dibukakan dari ketulian untuk mendengar ajaran yang dibawa nabi Muhammad. Orang-orang Quraisy masih memusuhi Rasullah. Apalagi setelah mereka mengetahui apa yang terjadi di kota Tha`if, bahwa dakwah Rasulullah tidak diterima dengan tangan terbuka. Orang-orang Quraisy senang bukan kepalang dan semakin brutal melakukan serangan kepada nabi.
Tetapi nabi Muhammad tabah menerima semua perlakuan orang-orang Quraisy. Rasul tabah dengan perjuangan kenabian itu. Ketika perasaan sudah tak berdaya itu melanda, Rasul segera berserah diri kepada Allah. Tapi doa Rasulullah bukan satu ungkapan akan kesedihan dan keputusasaan. Karena dalam kalbu Rasulullah, sudah tertanam satu keyakinan kuat akan kebesaran Allah, maka Rasul memasrahkan seluruh urusan kepada Allah. Dengan kekuatan dan kesabaran yang dilimpahkan oleh Allah, Rasul tabah menghadapi segala tekanan, cacian dan hinaan yang tidak akan kuat dihadapi oleh manusia mana pun. Di sini, nabi Muhammad telah belajar dari kisah dan sejarah dakwah nabi yunus. Makanya, nabi Muhammad cukup tangguh.
Ketangguhan Rasul itulah yang membuat Addas tak ragu untuk mengakui bahwa nabi Muhammad yang saat itu ada di hadapan Addas bukanlah orang biasa, melainkan nabi terakhir yang memiliki sejumlah kelebihan, ketangguhan dan kebesaran hati sehingga Addas tak punya pilihan lain selain mengakui bahwa apa yang diceritakan nabi benar dan dia masuk Islam tanpa ada unsur paksaan, melainkan dari hati yang tercerahkan setelah mendengar kisah nabi Yunus yang cukup menyentuh hati Addas. (n. mursidi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar