Allah membuat perumpamaan bagi orang yang ingkar; istri Nuh dan istri Luth, mereka adalah istri dua orang hamba di antara hamba-hamba Kami yang saleh. Tetapi mereka berkhianat (kepada suami-suaminya). Maka mereka tiada berdaya suatu apapun terhadap Allah. Kepada mereka dikatakan, "Masuklah kamu ke dalam neraka jahanam bersama orang yang masuk (ke dalamnya)” (QS. At-Tahrim [66]: 10).
Sebelum seorang nabi atau rasul diutus Allah untuk menyeru kepada kaumnya, tentu utusan Allah tersebut akan mengajak orang yang paling dekat terlebih dahulu untuk beriman dan bertaqwa kepada Allah. Karena itu, seorang nabi akan menyampaikan risalah kenabian yang diwahyukan Allah itu kepada istri dan anak-anaknya terlebih dahulu sebelum menyeru kepada orang lain atau kaumnya.
Akan tetapi, tidak semua istri nabi adalah istri yang patuh pada suami. Wa`ilah, istri nabi Luth a.s adalah salah satu contoh dari istri yang telah berkhianat kepada suami. Ia tak mau beriman dan tak membantu tugas sang suami, melainkan bekerjasama dengan kaum Luth dalam kemungkaran. Selain istri nabi Luth, ada lagi istri utusan Allah (nabi) yang ingkar dari seruan suaminya, yakni istri Nuh. Meski kedua istri nabi itu adalah orang yang dekat dengan utusan-utusan Allah, namun keduanya termasuk orang yang ingkar kebenaran dan tidak mau beriman kepada Allah. Karena itu, kedua istri nabi itu jadi satu perumpaan yang dicontohkan Allah dalam al-Qur`an sebagai istri yang berkhianat kepada suami.
Kaum yang Tercela
Nabi Luth adalah nabi dan rasul yang diutus oleh Allah untuk menyeru kepada kaum Sodom. Diutusnya nabi Luth itu karena penduduk Sodom termasuk penduduk yang tenggelam dalam jurang kemaksiatan yang parah. Rakyat Sodom telah melakukan dosa yang menjijikkan, dan tercela yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun sebelumnya di atas muka bumi ini. Selain dikenal kafir (ingkar) pada Allah, kaum juga melakukan perbuatan zina secara terang-terangan dengan mendatangi lelaki (sodomi).
Karena itu, Luth diperintahkan oleh Allah untuk menyampaikan risalah kepada mereka dengan mempertanyakan, "Mengapa kamu melakukan perbuatan tercela itu yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu? Kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu, bukan kepada wanita. Bahkan kamu ini adalah kaum yang melampaui batas." (QS. al-A`raf: 80-81).
Tetapi penduduk Sodom memang tuli. Seruan Luth itu bukan membuat mereka sadar, justru membuat mereka merasa terusik. Apalagi, kesenangan yang selama ini mereka lakukan dengan mendatangi laki-laki untuk melampiaskan kesenangan nafsu itu telah ditentang Luth. Akibatnya, mereka berpikir keras untuk mencari cara agar Luth tak bisa melancarkan seruan kembali. Dan di saat mereka sedang berkumpul dan berpikir untuk melawan Luth itulah, tiba-tiba datang seorang perempuan tua yang menghampiri mereka, "Maukah kalian aku tunjukkan celah yang dapat melepaskan kesenangan kalian dari seruan Luth?" ujarnya pendek, membuat penduduk Sodom penasaran.
"Apa yang kamu maksud dengan celah yang dapat membuat kami terbebas dari seruan Luth?" tanya seorang dari kaum Luth, dengan penuh antusias.
"Tak akan aku katakan kecuali jika aku mendapat sekeping perak sebagai imbalannya," sahut perempuan tua itu dengan ketus.
Tapi tak ada seorang pun dari kaum Luth yang dibuat jengkel dengan ulah perempuan tua itu. Justru, seorang dari mereka dengan cepat merogoh sakunya dan mengambil sekeping perak untuk kemudian diberikan pada perempuan tua tersebut. Dengan senyum kemenangan, perempuan tua itu meraih dan menyembunyikannya ke dalam lipatan pakaian. "Kalian semua bisa membatalkan seruan Luth melalui istrinya," kata perempuan tua itu, membuat penduduk Sodom terkaget-kaget. Maka, terbelak mata mereka mendengar ucapan perempuan tua itu. Sebagian orang lalu mendekatkan telinga ke mulut perempuan tua itu, "Bagaimana caranya?" tanya mereka nyaris bersamaan.
"Itu perkara gampang. Kalian bisa mengajak kerjasama istri Luth untuk menghentikan seruannya kepada kalian."
Dengan kesal, seorang dari mereka berang, "Kami tak ada urusan sama sekali dengan istri Luth."
Wajah perempuan tua itu memerah. Tetapi ia tidak mudah menyerah. Ia lalu balik berkata, "Aku lebih mengerti daripada kalian!"
"Kalau begitu," sela seorang dari kaum Luth, "Apa peran istri Luth dalam hal ini?"
"Dengarkanlah baik-baik! Peranan istri Luth itu sama seperti perananku bagi kalian semua sekarang ini," jelasnya dengan suara mantap.
"Jadi," sela yang lain, "Apakah kamu berharap agar istri Luth dapat menunjuki kami, siapa orang yang dapat memenuhi keinginan kami, sebagaimana yang engkau lakukan?"
Dengan mata bersinar, perempuan tua itu pergi dan menjawab, "Ya!"
Terbujuk Rayuan
Istri Luth masih sibuk di dapurnya ketika tiba-tiba didengar suara ketukan di pintu. Segera dia berlari kecil untuk membukanya dan dijumpai seorang perempuan tua berdiri di depan pintu, "Hai anakku, adakah setengguk air yang dapat menghilangkan dahagaku?"
"Silakan masuk dahulu, Nek" jawab Wa`ilah, istri nabi Luth lembut. "Akan kuambilkan air untukmu."
Perempuan tua itu lantas duduk termangu dan Istri Luth masuk ke dapur. Tidak lama kemudian, istri Luth kembali membawa bejana berisi air lantas disuguhkan kepada tamunya itu. Dengan lahap, tamunya itu segera menyambut bejana tersebut, meneguknya. Rasa dahaga segera hilang dan perempuan tua itu menarik nafas panjang. Tenggorokannya basah, wajahnya jadi sumringah. "Kamu sungguh baik hati, anakku!" katanya memuji, "Kalau boleh tahu, apakah engkau ini sudah bersuami atau masih hidup seorang diri?"
"Aku hidup bersama suamiku, Luth dan dua anak perempuanku," jawab Wa`ilah.
Perempuan tua itu memalingkan muka, melihat-lihat sekeliling rumah dan menggeleng-gelengkan kepala. Dengan wajah tampak sedih, dia berkata, "Kau ini benar-benar hidup dalam kemiskinan, anakku!"
"Mengapa nenek mengatakan aku hidup dalam kemiskinan? Rumah ini dapat kuhuni dan aku mempunyai suami yang mampu memberiku makan dan minum bersama dua putriku."
Perempuan tua itu, kemudian mendekati istri Luth, bertanya dengan sengak, "Bisakah sebentuk ruangan seperti ini disebut sebagai rumah?"
Wa`ilah tercengang tiba-tiba, ia benar-benar kaget. "Lantas, ruangan seperti apakah yang bisa dikatakan sebagai rumah, Nek?"
"Anakku! Panggillah aku ini bibi!” cepat-cepat perempuan itu menyela. "Sesungguhnya semua ini adalah kemiskinan dan kesengsaraan, anakku! Mengapa kamu tak ingin punya rumah megah seperti rumah orang-orang kaya di luar sana? Mengapa kau tak mau melihat kehidupan mereka yang penuh kemegahan, kesenangan dan kenikamatan itu. Kau ini cantik, anakku! Tidak baik, kamu ini mengubur kecantikanmu dalam kemiskinan sehina ini. Tidakkah kau sadar bahwa kau ini tak punya anak lelaki yang dapat bekerja untuk memberimu makan jika suamimu kelak meninggal?"
Wa`ilah tersedak. Ucapan perempuan tua itu membuatnya tersudut. Ia mendongak ke atap rumah dan perempuan tua itu terus menerocos. Dan, istri Luth mencerna semua ucapan perempuan tua itu dalam-dalam. Ia merasa apa yang dikatakan memang tidak salah.
"Wahai anakku, sesungguhnya penduduk di kota ini sangat menginginkan sesuatu yang bisa menyenangkan hati mereka. Dan, sesuatu yang dicarinya itu bisa jadi sumber penghasilan bagi orang yang mau membantu mereka. Lihatlah, wahai anakku, kepingan-kepingan emas dan perak ini! Sesungguhnya kepingan-kepingan ini adalah barang yang mudah kuperoleh. Aku akan menunjuki kaumku beberapa lelaki tampan yang datang dari kota. Sedang kamu.... di rumahmu sering datang tamu. Pekerjaan semacam ini sebenarnya tak memberatkan kamu karena kamu tinggal memberitahu mereka jika di rumahmu ada tamu laki-laki tampan. Dengan begitu, kamu akan memperoleh imbalan," bujuk perempuan tua itu.
Wailah hanya termangu. Dan sebelum perempuan tua itu pergi, ia meninggalkan dua keping perak di tangan Wa`ilah. Wa`ilah menerima dua keping perak itu dengan perasaan senang.
Datang Adzab
Setiap kali ada kesempatan, nabi Luth selalu mendatangi kaumnya untuk berdakwah. Tetapi kaum Luth memang tutup telinga. Kaum Luth tidak mau mendengar ajakan Luth untuk meninggalkan perbuatan tercela dan keji tersebut. Luth dilanda sedih.
Hari demi hari berlalu, dan setiap kali istri Luth melihat ada beberapa tamu laki-laki yang datang ke rumahnya, dia segera memberitahu kepada penduduk Sodom. Dan esoknya, perempuan tua itu biasanya akan datang kepadanya membawakan sekeping atau dua keping perak.
Seruan Luth pada kaumnya pun tak menambah apa-apa kecuali kesombongan penduduk Sodom yang semakin menjadi-jadi melampiaskan nafsu mereka mendatangi lelaki. Bahkan saat Luth memperingatkan mereka akan datangnya adzab, mereka pun seperti congkak dan malah menantang, "Datangkanlah kepada kami adzab dari Allah, jika kamu termasuk orang-orang yang benar." Maka Luth memohon kepada Allah agar Dia menolongnya dari kaumnya, "Ya, Tuhanku, tolonglah aku (dengan menimpakan adzab) atas kaum yang berbuat kerusakan itu." (QS. Al-Ankabut 30).
Allah mengabulkan doa Luth dan mengutus malaikat untuk membinasakan kaum Sodom dengan cara datang ke rumah Luth menyerupai lelaki yang cukup tampan. "Dia (Luth) merasa susah dan sempit dadanya karena kedatangan mereka. Dan ia berkata, 'Ini adalah hari yang amat sulit'." (QS 11: 77).
Tentu saja kedatangan tamu ke rumah Luth itu, membuat Luth khawatir. Meskipun kedatangan tamu itu hanya diketahui oleh Luth, istrinya dan kedua putrinya tetapi istri Luth sudah bersekongkol dengan kaum Sodom sehingga dia kemudian memberitahukan keberadaan tamu lelaki yang tampan di rumah Luth itu kepada penduduk Sodom.
Setelah penduduk Sodom mengetahui perihal tamu tampan yang ada di rumah Luth, dengan buas dan penuh nafsu, mereka pun segera menuju rumah Luth. Dan sesampai mereka di rumah Luth, didapati pintu rumah Luth tertutup. Kaum Luth pun lantas berteriak, "Luth, bukalah pintu rumahmu jika tak ingin kami membukanya dengan paksa!"
Istri Luth berusaha mencari Luth, dan ternyata ia menjumpai suaminya meninggalkan tamunya itu dalam kamar. Ia kemudian mengintai dari balik tirai dan hatinya merasa senang. Di luar, teriakan kaum Luth semakin menjadi-jadi. Akibatnya, dari balik pintu, Luth hanya bisa berkata kepada kaum Sodom, "Hai kaumku! Inilah putri-putriku, mereka ini lebih suci bagi kalian. Maka bertaqwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan (nama)ku di hadapan tamuku. Tidak adakah di antara kamu seorang yang dapat membedakan (baik dan buruk)?" (QS. Hud: 78).
Tetapi, ucapan Luth tak diindahkan kaumnya, "Sesungguhnya engkau telah tahu bahwa kami tak mempunyai keinginan terhadap putri-putrimu dan sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang sebenarnya kami kehendaki." (QS. Hud: 79).
Luth pun bingung. Apa yang harus ia lakukan? Dan istri Luth memandang Luth dengan pandangan berkhianat. Dan tiba-tiba tamu Luth berkata, "Sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu; sekali-kali mereka tak dapat mengganggumu." (QS. Hud: 81)
Luth masih dihinggapi khawatir. Tetapi, tamu itu berkata lagi, "Bukankan pintu dan tinggalkan kami bersama mereka!"
Luth kemudian membuka pintu rumahnya. Dan ketika itulah, tamu di rumah Luth yang tak lain adalah utusan Allah (malaikat) mengembangkan sayapnya dan memukul orang-orang yang durjana itu. Maka, mata mereka pun buta seketika. Dengan berteriak kesakitan, mereka semua mengendap-ngendap mencari jalan dan kebingungan, ke mana mereka harus berjalan.
Lalu, bertanyalah Luth kepada utusan Allah itu, "Apakah kaumku akan dibinasakan saat ini juga?"
Utusan Allah memberitahukan bahwa azab akan ditimpakan kepada kaum Luth pada waktu subuh nanti. Mendengar itu, Luth segera berpikir, bukankah waktu subuh sudah dekat?
Luth pun diperintahkan segera pergi dengan membawa keluarganya pada akhir malam dan keluarga Luth akhirnya pergi ke luar kota, tidak bersama Wa`ilah. Karena istri Luth telah berkhianat kepada suaminya dan telah membantu orang-orang yang berbuat kerusakan, dan ia harus menerima akibatnya. Maka turunlah azab atas dirinya, bersama semua kaum Luth yang ingkar itu. "Maka tatkala datang azab Kami, Kami jungkir-balikkan (kota itu) dan Kami turunkan di atasnya hujan batu, (seperti) tanah liat dibakar bertubi-tubi. Diberi tanda oleh Tuhanmu. Dan siksaan itu tidalah jauh dari orang-orang yang zalim." (QS. Hud: 82-83).
Demikianlah, akhir dari kisah istri Luth. Itulah akhir dari kisah penduduk Sodom yang telah melakukan perbuatan keji yang belum pernah dilakukan oleh penduduk bumi sebelumnya karena mereka melampiaskan nafsu dengan mendatangi lelaki (sodomi), bukannya mendatangi wanita. Itulah akhir kisah yang amat menyedihkan dari istri Luth dan penduduk Sodom yang ditimpa azam amat pedih. Semoga kita semua bisa mengambil hikmah dan pelajaran dari kisah ini! (n mursidi/ disadur dari Profil di Balik Cadar: Kisah Wanita dalam Al-Qur`an, Jabir Asy-Syal, Penerbit Grafiti Pres, Jakarta, 1986)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar