Masjid, pada hakekatnya, adalah tempat untuk bersujud. Karena secara etimologi, masjid berasal dari akar kata “sajada” yang berarti sujud atau tunduk. Kata masjid sendiri berakar dari bahasa Aram, masgid (m-s-g-d) yang ditemukan dalam sebuah inskripsi dari abad ke 5 SM. Adapun kata masgid (m-s-g-d) sendiri berarti "tiang suci" atau "tempat sembahan". Tak salah, jika bumi yang luas ini pun dapat disebut sebagai masjid karena setiap jengkal hamparan bumi ini bisa dipakai untuk bersujud.
Tapi kini, masjid dilekatkan sebagai nama untuk menyebut bangunan suci (tempat ibadah) bagi umat muslim. Masjid pun juga tidak sekedar jadi tempat shalat semata, karena juga menjadi pusat kehidupan kaum muslim. Bahkan pada zaman nabi dulu, masjid memegang peranan penting sebagai tempat aktivitas sosial hingga urusan soal politik, termasuk mengatur stategi perang.
Penyebaran Masjid
Sejarah mencatat, Masjid Quba adalah masjid pertama yang didirikan nabi Muhammad saat beliau tiba di Quba dalam perjalanan hijrah ke Madinah sebelum masuk kota Madinah. Masjid kedua adalah Masjid Nabawi, yang didirikan nabi setelah tiba di kota Madinah. Karena memiliki nilai historis, kedua masjid itu pun disebut sebagai “masjid suci”, selain masjidil Haram (Makkah), dan Masjidil Aqsa.
Seiring dengan perkembangan Islam ke sejumlah daerah, masjid pun kemudian dibangun di sejumlah tempat, seperti di luar Semenanjung Arab. Mesir jadi daerah pertama yang dikuasai kaum Muslim Arab tahun 640 M. Sejak itu, Kairo dipenuhi dengan masjid. Tidak salah, jika kota Kairo itu pun dijuluki kota seribu menara. Adapun masjid pertama yang didirikan di Kesultanan Utsmaniyah, dibangun pada abad 11 M, setelah orang-orang Turki masuk Islam.
Secara bertahap, bangunan masjid kemudian menyebar ke seluruh dunia. Di Cina, masjid pertama kali berdiri abad 8 M di Xi'an dan masjid masuk daerah India abad ke 16 semasa kerajaan Mugal berkuasa. Negara Eropa pun mengalami perkembangan jumlah masjid secara pesat mulai seabad lalu, ketika banyak imigran muslim berdatangan. Kota-kota besar, seperti Munich, London dan Paris lantas bermunculan masjid. Adapun keberadaan masjid pertama kali di Amerika Serikat sekitar awal abad ke 20. Masjid yang pertama didirikan itu terdapat di daerah Cedar Rapids, Iowa yang dibangun pada akhir 1920-an.
Seiring dengan penyebaran masjid, bentuk masjid juga telah berubah di beberapa negara Islam. Arab-plan atau hypostyle adalah bentuk awal masjid yang dipelopori oleh Bani Umayyah, berbentuk persegi atau persegi panjang yang dibangun pada sebuah dataran dengan halaman yang tertutup dan tempat ibadah ada di dalam. Beberapa masjid berbentuk hypostyle atau masjid yang berukuran besar biasanya memiliki atap yang datar di atasnya, digunakan sebagai penopang tiang-tiang. Contoh masjid yang menggunakan bentuk hypostyle itu adalah Masjid Kordoba, yang dibangun dengan 850 tiang.
Kesultanan Utsmaniyah memperkenalkan “bentuk masjid” dengan kubah di tengah pada abad ke-15. Selain menampilkan kubah besar, kubah itu pun dimaksudkan melingkupi sebagian besar area shalat dan beberapa kubah kecil ditambahkan di area luar. Gaya ini lebih dipengaruhi bangunan Bizantium yang menggunakan kubah besar. Masjid bergaya Kesultanan Usmaniyah mengkolaborasikan tiang-tiang tinggi, jalur-jalur kecil di antara shaf-shaf, dan langit-langit tinggi, dengan menggabungkan mihrab. Sampai kini Turki merupakan rumah dari masjid yang berciri khas arsitektur Utsmaniyah.
Pada awal mula, masjid yang didirikan Rasulullah tentu amatlah sederhana. Tetapi kini masjid telah menjadi sebuah bangunan menawan dan menarik. Tentu, dengan sentuhan tangan arsitektur modern dan kolaborasi warna lokalitas suatu negara, di mana masjid itu berdiri. Karena itu, masjid Raya Xi'an di China (yang terakhir kali direkonstruksi di abad 18 Masehi) lebih mengikuti gaya arsitektur Cina. Padahal masjid di bagian barat Cina seperti di Xinjiang, mengikuti arsitektur Arab. Sedangkan masjid di India, ada yang mempunyai karakteristik arsitektur yang unik, kubah berbentuk seperti bawang. Kubah jenis ini dapat dilihat di Masjid Jama, Delhi.
Masjid di Sisilia dan Spanyol, misalnya, tidak lagi meniru desain arsitektur Visigoth, tetapi meniru arsitektur bangsa Moor. Para ilmuwan memperkirakan bahwa bentuk bangunan pra-Islam diubah menjadi bentuk arsitektur Islam a la Andalus dan Magribi, seperti contoh lengkung tapal kuda di pintu-pintu masjid.
Tak Sekadar Tempat Sujud
Meski tujuan utama sebuah masjid dibangun itu untuk tempat shalat, tetapi tak dimungkiri jika masjid memiliki fungsi lebih dari itu. Tak salah, jika masjid kemudian menjadi pusat kegiatan keagamaan (pengajian), pendidikan (madrasah), tempat pengumpulan dana, tempat pengumpulan zakat dan zikir untuk mengingat Allah.
Tetapi, seiring dengan perkembangan zaman, masjid pada era modern sekarang ini telah berfungsi lebih luas. Selain sebagai tempat shalat dan kegiatan umat Islam, ternyata masjid era modern dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti klinik, perpustakaan, dan tempat berolahraga. Di Kairo bahkan ada beberapa masjid yang ternyata tidak hanya difungsikan sebagai sekolah atau madrasah tetapi juga -tentu di wilayah masjid--untuk rumah sakit. Jadi, masjid itu pada dasarnya tak sekadar sebagai tempat untuk bersujud. (n. mursidi)
Tapi kini, masjid dilekatkan sebagai nama untuk menyebut bangunan suci (tempat ibadah) bagi umat muslim. Masjid pun juga tidak sekedar jadi tempat shalat semata, karena juga menjadi pusat kehidupan kaum muslim. Bahkan pada zaman nabi dulu, masjid memegang peranan penting sebagai tempat aktivitas sosial hingga urusan soal politik, termasuk mengatur stategi perang.
Penyebaran Masjid
Sejarah mencatat, Masjid Quba adalah masjid pertama yang didirikan nabi Muhammad saat beliau tiba di Quba dalam perjalanan hijrah ke Madinah sebelum masuk kota Madinah. Masjid kedua adalah Masjid Nabawi, yang didirikan nabi setelah tiba di kota Madinah. Karena memiliki nilai historis, kedua masjid itu pun disebut sebagai “masjid suci”, selain masjidil Haram (Makkah), dan Masjidil Aqsa.
Seiring dengan perkembangan Islam ke sejumlah daerah, masjid pun kemudian dibangun di sejumlah tempat, seperti di luar Semenanjung Arab. Mesir jadi daerah pertama yang dikuasai kaum Muslim Arab tahun 640 M. Sejak itu, Kairo dipenuhi dengan masjid. Tidak salah, jika kota Kairo itu pun dijuluki kota seribu menara. Adapun masjid pertama yang didirikan di Kesultanan Utsmaniyah, dibangun pada abad 11 M, setelah orang-orang Turki masuk Islam.
Secara bertahap, bangunan masjid kemudian menyebar ke seluruh dunia. Di Cina, masjid pertama kali berdiri abad 8 M di Xi'an dan masjid masuk daerah India abad ke 16 semasa kerajaan Mugal berkuasa. Negara Eropa pun mengalami perkembangan jumlah masjid secara pesat mulai seabad lalu, ketika banyak imigran muslim berdatangan. Kota-kota besar, seperti Munich, London dan Paris lantas bermunculan masjid. Adapun keberadaan masjid pertama kali di Amerika Serikat sekitar awal abad ke 20. Masjid yang pertama didirikan itu terdapat di daerah Cedar Rapids, Iowa yang dibangun pada akhir 1920-an.
Seiring dengan penyebaran masjid, bentuk masjid juga telah berubah di beberapa negara Islam. Arab-plan atau hypostyle adalah bentuk awal masjid yang dipelopori oleh Bani Umayyah, berbentuk persegi atau persegi panjang yang dibangun pada sebuah dataran dengan halaman yang tertutup dan tempat ibadah ada di dalam. Beberapa masjid berbentuk hypostyle atau masjid yang berukuran besar biasanya memiliki atap yang datar di atasnya, digunakan sebagai penopang tiang-tiang. Contoh masjid yang menggunakan bentuk hypostyle itu adalah Masjid Kordoba, yang dibangun dengan 850 tiang.
Kesultanan Utsmaniyah memperkenalkan “bentuk masjid” dengan kubah di tengah pada abad ke-15. Selain menampilkan kubah besar, kubah itu pun dimaksudkan melingkupi sebagian besar area shalat dan beberapa kubah kecil ditambahkan di area luar. Gaya ini lebih dipengaruhi bangunan Bizantium yang menggunakan kubah besar. Masjid bergaya Kesultanan Usmaniyah mengkolaborasikan tiang-tiang tinggi, jalur-jalur kecil di antara shaf-shaf, dan langit-langit tinggi, dengan menggabungkan mihrab. Sampai kini Turki merupakan rumah dari masjid yang berciri khas arsitektur Utsmaniyah.
Pada awal mula, masjid yang didirikan Rasulullah tentu amatlah sederhana. Tetapi kini masjid telah menjadi sebuah bangunan menawan dan menarik. Tentu, dengan sentuhan tangan arsitektur modern dan kolaborasi warna lokalitas suatu negara, di mana masjid itu berdiri. Karena itu, masjid Raya Xi'an di China (yang terakhir kali direkonstruksi di abad 18 Masehi) lebih mengikuti gaya arsitektur Cina. Padahal masjid di bagian barat Cina seperti di Xinjiang, mengikuti arsitektur Arab. Sedangkan masjid di India, ada yang mempunyai karakteristik arsitektur yang unik, kubah berbentuk seperti bawang. Kubah jenis ini dapat dilihat di Masjid Jama, Delhi.
Masjid di Sisilia dan Spanyol, misalnya, tidak lagi meniru desain arsitektur Visigoth, tetapi meniru arsitektur bangsa Moor. Para ilmuwan memperkirakan bahwa bentuk bangunan pra-Islam diubah menjadi bentuk arsitektur Islam a la Andalus dan Magribi, seperti contoh lengkung tapal kuda di pintu-pintu masjid.
Tak Sekadar Tempat Sujud
Meski tujuan utama sebuah masjid dibangun itu untuk tempat shalat, tetapi tak dimungkiri jika masjid memiliki fungsi lebih dari itu. Tak salah, jika masjid kemudian menjadi pusat kegiatan keagamaan (pengajian), pendidikan (madrasah), tempat pengumpulan dana, tempat pengumpulan zakat dan zikir untuk mengingat Allah.
Tetapi, seiring dengan perkembangan zaman, masjid pada era modern sekarang ini telah berfungsi lebih luas. Selain sebagai tempat shalat dan kegiatan umat Islam, ternyata masjid era modern dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti klinik, perpustakaan, dan tempat berolahraga. Di Kairo bahkan ada beberapa masjid yang ternyata tidak hanya difungsikan sebagai sekolah atau madrasah tetapi juga -tentu di wilayah masjid--untuk rumah sakit. Jadi, masjid itu pada dasarnya tak sekadar sebagai tempat untuk bersujud. (n. mursidi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar