tulisan ini dimuat di rubrik sunnah nabi majalah hidayah edisi 79, maret 08
Dalam sebuah hadits diriwayatkan, ada seorang yang buta matanya tiba-tiba menemui Nabi Muhammad SAW, lalu dia mengatakan, “Sesungguhnya saya mendapatkan musibah pada mata saya, maka berdoalah kepada Allah (untuk) kesembuhanku.” Nabi bersabda, “Pergilah, lalu berwudhu, kemudian shalatlah dua rakaat (shalat hajat). Setelah itu, berdoalah...” Dalam waktu yang singkat, lelaki itu terlihat kembali seperti ia tidak pernah buta matanya.” Kemudian Rasulullah bersabda, “Jika kamu memiliki kebutuhan (hajat), maka lakukanlah seperti itu (shalat hajat).” (HR Tirmidzi)
Kisah di atas, memberikan sebuah pelajaran berharga bahwa shalat dua rakaat (hajat), ternyata bisa mendatangkan sebuah keajaiban yang nyaris tidak pernah diperkirakan. Bagaimana bisa seorang yang buta matanya kemudian menunaikan shalat dua rakaat dan berdoa pada Allah, lantas kebutaan yang diderita itu dapat sembuh dalam waktu yang singkat atau sekejap. Anehnya, kesembuhan orang buta itu didapatkan setelah menunaikan shalat dua rakaat dan berdoa kepada Allah, bukan lantaran setelah melakukan operasi.
Jelas, hal itu menunjukkan bahwa shalat teryata bisa menjadi penolong bagi umat yang lagi dilanda gelisah, musibah atau terkena penyakit. Tak salah, setiap kali menghadapi masalah atau kesulitan, Rasulullah selalu mengadukannya pada Allah SWT melalui shalat. Dalam shalat itu, Rasulullah mengadu dan memohon kepada Tuhan mengenai masalah yang sedang dihadapi dan melalui shalat itu, Rasulullah bisa mendaptkan jalan keluar akan masalah yang ditimpa atau kesulitan yang dialami.
Jadi, shalat itu sebagai media bagi seorang hamba mengadukan segala persoalan hidup yang dihadapinya untuk mencari solusi. Cara meminta petunjuk atau jalan keluar melalui shalat itu, diterangkan Allah SWT dalam Al-Qur`an, “Dan mintalah pertolongan kepada Tuhanmu dengan melaksanakan shalat dan dengan sikap sabar.” (QS Al-Baqarah [2]: 45)
Shalat hajat adalah salah satu jenis shalat yang disyariatkan dalam ajaran Islam. Dasar hukum shalat hajat di antaranya adalah sabda Rasulullah SAW, “Barangsiapa yang mempunyai kebutuhan (hajat) pada Allah atau salah seorang manusia dari anak-cucu Adam, maka wudhulah dengan sebaik-baik wudhu. Kemudian shalat dua rakaat (shalat Hajat)....” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Shalat hajat tentunya menjadi media untuk memohon agar kebutuhan atau keperluan seseorang nantinya bisa terkabul. Karena itu, shalat hajat biasa dikerjakan apabila mempunyai hajat atau keperluan, baik itu urusan dunia maupun urusan akherat.
Shalat hajat merupakan shalat sunnat yang sangat dianjurkan (sunnat muakkad). Adapun mengenai waktu shalat hajat, tidak ada ketentuan yang pasti. Berbeda dengan shalat dhuha yang ditetapkan waktunya antara dhuha (pagi-sebelum dhuhur), atau shalat tahajut yang dikerjakan hanya malam hari, shalat hajat itu tidak dikenal akan ketentuan yang pasti dalam pengerjaannya. Jadi, shalat hajat bisa dikerjakan siang hari atau malam hari, kecuali pada waktu yang terlarang.
Kendati tidak ada ketentuan pasti soal waktu shalat hajat, tetapi waktu yang lebih utama untuk menjalankan shalat hajat itu adalah malam hari (pada sepertiga malam yang akhir). Karena di waktu sepertiga malam itu, setiap doa yang dipanjatkan seorang hamba dijamin dikabulkan oleh Allah.
Sedangkan untuk bilangan jumlah rakaat, shalat hajat dapat dikerjakan paling sedikit dua rakaat dan paling banyak dua belas rakaat. Jadi, seseorang bisa mengerjakan empat rakaat, enam rakaat atau jika kuat dan mampu lebih diutamakan duabelas rakat. Tetapi, jika melakukan hanya dua rakaat, itupun tak jadi masalah. Karena dalam hadits yang diriwayatkan Ahmad, dan jadi dasar shalat hajat diterangkan bahwa Rasul bersabda “Barangsiapa berwudhu dan menyempurnakannya kemudian shalat dua rakaat dengan sempurna, maka dia diberi oleh Allah, apa saja yang diminta baik dengan segera atau lambat.”
Pendeknya, shalat hajat itu bisa menjadi media mengharap terkabulnya suatu kebutuhan atau keperluan. Apalagi, manusia adalah makhluk yang lemah, sehingga sudah seharusnya saat dirundung suatu cobaan, punya masalah atau sedang punya kebutuhan (hajat), maka tak ada jalan lain kecuali mengambil wudhu lantas mengerjakan shalat hajat. Karena, shalat hajat itu akan bisa menjadi penolong bagi seseorang.
Apakah benar shalat itu bisa menjadi penolong setiap orang yang dilanda masalah atau punya hajat? Kisah di atas tentu bisa dijadikan bukti! Karena Allah tidak pernah ingkar dengan janji-Nya. Maka shalatlah hajat dan berdoa memohon kepada Allah dengan khusuk, niscaya Anda akan menemukan sebuah kejaiban hidup setelah menunaikan shalat hajat. (n. mursidi)
“Barangsiapa yang mempunyai kebutuhan (hajat) kepada Allah atau salah seorang manusia dari anak-cucu Adam, maka wudhulah dengan sebaik-baik wudhu. Kemudian shalat dua rakaat (shalat hajat)....” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Dalam sebuah hadits diriwayatkan, ada seorang yang buta matanya tiba-tiba menemui Nabi Muhammad SAW, lalu dia mengatakan, “Sesungguhnya saya mendapatkan musibah pada mata saya, maka berdoalah kepada Allah (untuk) kesembuhanku.” Nabi bersabda, “Pergilah, lalu berwudhu, kemudian shalatlah dua rakaat (shalat hajat). Setelah itu, berdoalah...” Dalam waktu yang singkat, lelaki itu terlihat kembali seperti ia tidak pernah buta matanya.” Kemudian Rasulullah bersabda, “Jika kamu memiliki kebutuhan (hajat), maka lakukanlah seperti itu (shalat hajat).” (HR Tirmidzi)
Kisah di atas, memberikan sebuah pelajaran berharga bahwa shalat dua rakaat (hajat), ternyata bisa mendatangkan sebuah keajaiban yang nyaris tidak pernah diperkirakan. Bagaimana bisa seorang yang buta matanya kemudian menunaikan shalat dua rakaat dan berdoa pada Allah, lantas kebutaan yang diderita itu dapat sembuh dalam waktu yang singkat atau sekejap. Anehnya, kesembuhan orang buta itu didapatkan setelah menunaikan shalat dua rakaat dan berdoa kepada Allah, bukan lantaran setelah melakukan operasi.
Jelas, hal itu menunjukkan bahwa shalat teryata bisa menjadi penolong bagi umat yang lagi dilanda gelisah, musibah atau terkena penyakit. Tak salah, setiap kali menghadapi masalah atau kesulitan, Rasulullah selalu mengadukannya pada Allah SWT melalui shalat. Dalam shalat itu, Rasulullah mengadu dan memohon kepada Tuhan mengenai masalah yang sedang dihadapi dan melalui shalat itu, Rasulullah bisa mendaptkan jalan keluar akan masalah yang ditimpa atau kesulitan yang dialami.
Jadi, shalat itu sebagai media bagi seorang hamba mengadukan segala persoalan hidup yang dihadapinya untuk mencari solusi. Cara meminta petunjuk atau jalan keluar melalui shalat itu, diterangkan Allah SWT dalam Al-Qur`an, “Dan mintalah pertolongan kepada Tuhanmu dengan melaksanakan shalat dan dengan sikap sabar.” (QS Al-Baqarah [2]: 45)
Shalat hajat adalah salah satu jenis shalat yang disyariatkan dalam ajaran Islam. Dasar hukum shalat hajat di antaranya adalah sabda Rasulullah SAW, “Barangsiapa yang mempunyai kebutuhan (hajat) pada Allah atau salah seorang manusia dari anak-cucu Adam, maka wudhulah dengan sebaik-baik wudhu. Kemudian shalat dua rakaat (shalat Hajat)....” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Shalat hajat tentunya menjadi media untuk memohon agar kebutuhan atau keperluan seseorang nantinya bisa terkabul. Karena itu, shalat hajat biasa dikerjakan apabila mempunyai hajat atau keperluan, baik itu urusan dunia maupun urusan akherat.
Shalat hajat merupakan shalat sunnat yang sangat dianjurkan (sunnat muakkad). Adapun mengenai waktu shalat hajat, tidak ada ketentuan yang pasti. Berbeda dengan shalat dhuha yang ditetapkan waktunya antara dhuha (pagi-sebelum dhuhur), atau shalat tahajut yang dikerjakan hanya malam hari, shalat hajat itu tidak dikenal akan ketentuan yang pasti dalam pengerjaannya. Jadi, shalat hajat bisa dikerjakan siang hari atau malam hari, kecuali pada waktu yang terlarang.
Kendati tidak ada ketentuan pasti soal waktu shalat hajat, tetapi waktu yang lebih utama untuk menjalankan shalat hajat itu adalah malam hari (pada sepertiga malam yang akhir). Karena di waktu sepertiga malam itu, setiap doa yang dipanjatkan seorang hamba dijamin dikabulkan oleh Allah.
Sedangkan untuk bilangan jumlah rakaat, shalat hajat dapat dikerjakan paling sedikit dua rakaat dan paling banyak dua belas rakaat. Jadi, seseorang bisa mengerjakan empat rakaat, enam rakaat atau jika kuat dan mampu lebih diutamakan duabelas rakat. Tetapi, jika melakukan hanya dua rakaat, itupun tak jadi masalah. Karena dalam hadits yang diriwayatkan Ahmad, dan jadi dasar shalat hajat diterangkan bahwa Rasul bersabda “Barangsiapa berwudhu dan menyempurnakannya kemudian shalat dua rakaat dengan sempurna, maka dia diberi oleh Allah, apa saja yang diminta baik dengan segera atau lambat.”
Pendeknya, shalat hajat itu bisa menjadi media mengharap terkabulnya suatu kebutuhan atau keperluan. Apalagi, manusia adalah makhluk yang lemah, sehingga sudah seharusnya saat dirundung suatu cobaan, punya masalah atau sedang punya kebutuhan (hajat), maka tak ada jalan lain kecuali mengambil wudhu lantas mengerjakan shalat hajat. Karena, shalat hajat itu akan bisa menjadi penolong bagi seseorang.
Apakah benar shalat itu bisa menjadi penolong setiap orang yang dilanda masalah atau punya hajat? Kisah di atas tentu bisa dijadikan bukti! Karena Allah tidak pernah ingkar dengan janji-Nya. Maka shalatlah hajat dan berdoa memohon kepada Allah dengan khusuk, niscaya Anda akan menemukan sebuah kejaiban hidup setelah menunaikan shalat hajat. (n. mursidi)
2 komentar:
Assalamu 'alaikum
Bagi yang ingin mengetahui lebih dalam tentang Shalat Hajat, saudara bisa membaca buku "Keajaiban Shalat Hajat --Membuat Keinginan Menjadi Kenyataan". Dalam buku ini dibahas tentang syariat shalat hajat, manfaat shalat hajat, kisah-kisah nyata orang-orang yang mendapatkan keajaiban shalat hajat. Dan, aspek lainnya yang berkaitan dengan shalat hajat dan media agar Allah mewujudkan keinginan menjadi kenyataan.
Spesifikasi buku bisa dilihat di http://www.qultummedia.com
Subhanalloh,,,bagus sekali artikelnya. Lebih mendekatkan diri dengan shalat hajat adalah langkah yang mulia,,,Lanjutkan ya akhi.
Jangan lupa kunjungi juga di http://saepulgens.blogspot.com dan jangan sungkan untuk berkomentar,,, Waslm
Posting Komentar