
Setiap rasul yang diutus di muka bumi ini diperintahkan Allah untuk berdakwah atau mengajak kaumnya agar berbuat kebaikan dan kebajikan.
Selain berdakwah berkaitan dengan moralitas (etika), setiap rasul juga disuruh Allah menyampaikan risalah tauhid karena hal itu sebenarnya ajaran yang paling urgent dari maksud diutusnya seorang rasul. Karena itu, setiap rasul pada dasarnya adalah seorang revolusioner sebab ia hadir dengan membawa ajaran baru di tengah kaumnya dan tak jarang mengalami penentangan yang cukup berat. Nah, di antara sekian rasul yang mendapatkan mandat untuk berdakwah itu ada seorang rasul yang bernama Yunus.
Akan tetapi, berbeda dengan rasul-rasul Allah yang lain ketika menyampaikan ajaran tauhid dan juga mendapatkan tantangan yang berat, rupanya Nabi Yunus as tidak mendapati satu orang pun dari kaumnya sebagai pengikutnya setelah sekian lama berdakwah. Karena tak kuat menghadapi sikap serta prilaku kaumnya yang acuh itu, Yunus pada akhirnya merasa tak kuat untuk hidup di tengah kaumnya dan ia juga merasa kecewa. Dalam keadaaan itu pula, ia ditikam perasaan marah.
Kisah di bawah ini adalah kisah tentang perjuangan akan dakwah nabi Yunus as, yang karena bertahun-tahun berdakwah tidak mendapat pengikut seorang pun, dia pada akhirnya memilih pergi meninggalkan kaumnya. Tetapi, Allah rupanya berkehendak lain dengan sikap yang diambil Yunus tersebut.
Yunus Meninggalkan Kaumnya
Nabi Yunus as diutus Allah untuk menyampaikan risalah tauhid kepada kaumnya di Nainawiy (Ninive). Ninive adalah satu daerah di antara daerah-daerah yang menghubungkan ibu negeri Asyur. Dalam tafsir Al-Azhar, Hamka menyebutkan bahwa bangsa Nanive adalah sebuah bangsa purba yang hidup di sekitar Mausil, di pinggir laut. Seperti rasul yang lain, Yunus adalah seorang rasul yang mulia dan termasuk salah satu dari utusan-utusan itu. Dalam hal ini al-Qur`an menjelaskan, “Dan sesungguhnya Yunus pun adalah seorang dari utusan-utusan itu jua.” (QS. Ash-Shaffaat: 139).
Karena mendapat mandat agung langsung dari Allah, nabi Yunus pun berkewajiban untuk berdakwah dengan menyampaikan risalah tauhid kepada kaumnya. Tak berlebihan, jika setiap ada waktu atau kesempatan, Yunus pun tidak henti-hentinya menasehati, membimbing dan mengajak kaumnya ke jalan yang benar dan berbuat baik. Selain itu, ia juga mengingatkan akan datangnya hari kiamat dan ancaman neraka bagi mereka yang ingkar. Pendeknya, nabi Yunus mengajak mereka untuk mengikuti ajaran yang didakwahkan dan juga mengajak untuk menyembah kepada Allah semata.
Akan tetapi, setelah sekian lama berdakwah di negeri Nanive itu, sayangnya tidak ada satu pun dari kaumnya yang mau beriman atau mengikuti apa yang dikatakan nabi Yunus as. Karena itulah, nabi Yunus kemudian merasa kesal, kecewa dan mengalami kegundahan hati. Pada saat yang sama, nabi Yunus as juga merasakan apa yang diperintahkan kepadanya sudah mencapai waktu yang telah ditentukan. Tak salah jika dengan pertimbangan itu, akhirnya nabi Yunus merasa sudah waktunya untuk meninggalkan kaumnya.
Allah melukiskan keadaan yang dialami Yunus itu dalam al-Qur`an, “Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempit (menyulitkannnya) maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap; ‘Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang lalim” (QS. Al-Anbiya`: 87).
Yunus kalah dalam Undian
Akibat dari rasa kecewa dan marah itu, Yunus pada akhirnya meninggalkan kaumnya. Sebab, sudah tidak bisa digambarkan lagi betapa kecewa, marah dan sempit hati Nabi Yunus as, sehingga dalam hati kemudian timbul perasaan untuk lebih baik meningalkan kaumnya saja daripada terus-terusan berdakwah namun tidak membawa hasil sama sekali. Karena tak ada satu orang pun yang mau jadi pengikutnya.
Dalam keadaan marah itulah, beliau lalu berjalan menuju tepi laut. Sesampai di sana, Nabi Yunus melihat ada sebuah kapal yang hendak berangkat untuk berlayar ke negeri lain. Akhirnya, ia memutuskan untuk ikut berlayar. Allah berfirman dalam al-Qur`an, “Seketika ia lari kepada kapal yang sarat” (QS. Ash-Shaffaat: 140). Pada saat itu, sama sekali tidak terpikir dalam pikiran Yunus kalau kapal itu sudah dalam keadaan sarat. Di sisi lain, kapal itu juga tidak terlalu besar sehingga akan membahayakan jika ada gelombang besar akan menggulung kapal.
Setelah Yunus ikut bergabung, kapal pun tak lama kemudian berlayar ke tengah laut. Saat kapal sudah berlayar itulah, Allah mendatangkan angin taufan yang membuat ombak bergelombang keras dan hampir menenggelamkan kapal yang sarat muatan itu sehingga para penumpang menjadi gelisah. Tak pelak, jika mereka berkata, “Sesungguhnya di antara kita ada orang yang mempunyai dosa”.
Dalam kedaan yang genting itulah, nahkoda kapal berpendapat, agar kapal selamat sampai tujuan hendaklah isi kapal dikurangi. Adapun untuk menentukan siapa yang nantinya akan dikeluarkan dari kapal, lalu diadakanlah sebuah undian. Lalu, mereka bermusyawarah untuk mengadakan undian dengan maklumat, “Barang siapa yang kalah dalam undian itu, dia yang akan dilempar dari kapal itu demi menjaga keselamatan kapal dan semua penumpang”. Al-Qur`an menerangkan hal itu sebagai berikut, “Maka dia pun berundi, lalu dia terhitung orang yang kalah” (Ash-Shaffaat: 141).
Setelah diadakan undian, ternyata nasib buruk tersebut jatuh kepada Yunus. Padahal, semua penumpang di kapal itu tahu sepenuhnya kalau nabi Yunus dikenal sebagai orang yang saleh. Dengan demikian, di hati mereka terbersit pikiran bahwa hal itu tidaklah masuk akal. Sangat logis jika semua penumpang kapal juga berkeyakinan pastilah undian itu mengenainya secara kebetulan belaka.
Lalu mereka mengadakan undian lagi dan anehnya pilihan itu tetap jatuh untuk kedua kalinya kepada Yunus. Melihat hal itu, orang masih tak percaya sehingga diadakan undian lagi untuk yang ketiga kalinya. Anehnya, undian ketigapun masih saja jatuh kepada nabi Yunus. Karena sudah diadakan undian tiga kali dan Yunus kalah, maka Yunus pun menceburkan diri ke laut.
Bersamaan dengan itu, ternyata Allah menghendaki peristiwa yang besar. Saat Yunus menceburkan diri ke dalam laut itulah Allah mengutus ikat hut yang besar untuk menyambut tubuh Yunus dengan mengangakan mulut. Tetapi, Yunus tidak ditelan dengan cara dikunyah, melainkan ditelan seluruh badannya sehingga sebulat utuh badan Yunus jatuh ke dalam perut ikan. Al-Qur`an menerangkan peristiwa itu sebagai berikut, “Maka ia ditelan ikan, sedang dia adalah orang yang disesali.” (QS. Ash-Shaffaat: 142).
Dalam al-Qur`an tidak dijelaskan secara jelas, apakah ikan yang menelan Yunus itu jenis ikan paus atau ikan lain yang sama besarnya dengan ikan paus atau lebih besar lagi. Al-Qur`an hanya menyebutkan kalau ikan itu disebut dengan nama ikan nun. Karena itu, nabi Yunus disebut juga dengan nama Dzun Nun yang artinya yang empunya Nun. (Lihat QS. Al-Anbiya` [21]: 87). Tetapi di dalam buku Kisah-kisah Hewan dalam Al-Qur`an, Ahmad Bahjat menyebutkan bahwa ikan yang menelan Yunus itu adalah ikan paus.
Ketika Yunus ditelan oleh ikan dan dia termasuk orang yang disesali, hal itu tidak lain karena ia telah meninggalkan kaumnya. Dengan kata lain, karena ia telah meninggalkan suatu kewajiban yang telah diperintahkan Allah dan dari situ ia termasuk orang yang disesali Allah, masyarakat dan juga dirinya sendiri.
Tempat Kembali Kaum Yunus
Ketika Yunus meninggalkan kaumnya, justru di saat itulah kaumnya sudah merasa yakin bahwa azab Allah akan datang menimpa mereka. Karena tanda dan gejala azab Allah sudah mulai tampak. Hanya saja, Allah lalu memasukkan ke dalam hati mereka rasa bertaubat untuk kembali kepada-Nya, dan menyesali perbuatan-perbuatan mereka untuk menundukkan diri kepada Allah. Kaum pria, wanita dan anak-anak sama menangis. Tak pelak, jika mereka lalu melemparkan kezaliman-kezaliman itu kepada orang-orang yang melakukannya. Pada saat-saat yang genting dan menakutkan itu rahmat dan kasih sayang Allah telah melenyapkan azab mereka.
Dalam al-Qur`an, semua perihal itu dijelaskan sebagai berikut, “Dan mengapa tidak ada (penduduk) suatu kota yang beriman, lalu imannnya itu bermanfaat kepadanya, selain kaum Yunus? Tatkala mereka (kaum Yunus itu) beriman, Kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan dunia dan Kami beri kesenangan kepada mereka sampai kepada waktu yang tertentu. (QS. 10: 98)
Maksud dari ayat tersebut, sebagaimana dijelaskan Afif Abdul Fatah Thabbarah dalam buku Nabi-nabi dalam Al-Qur`an, seandainya setiap penduduk negeri beriman, maka imannya itu akan bermanfaat. Akan tetapi tidak ada yang beriman selain kaum Yunus. Sesungguhnya ketika mereka beriman, Allah menghilangkan azab kehinaan dalam kehidupan dunia dan mereka disenangi dengan kesenangan dunia hingga akhirat.
Yunus Selamat dan Petunjuk Untuk Kaumnya
Setelah ikan itu menelan nabi Yunus, Allah memberi ilham kepada binatang itu agar tidak menyakiti Yunus. Sebaliknya, Yunus hanya diam di dalam perut ikan dan dia mengira sudah meninggal. Akan tetapi, ketika ia berusaha menggerak-gerakkan anggota tubuhnya dan ternyata masih bisa bergerak, maka ia tahu sepenuhnya dan sadar kalau dirinya masih hidup. Semua itu lantaran ia masih diselamatkan oleh Allah. Tidak dikunyah ikan. Sebab ia termasuk orang yang selalu bertasbih.
Tahu kalau ia masih hidup, lalu ia menyungkur, bersujud kepada Allah dan berkata, “Ya Tuhanku, aku telah mendirikan masjid untuk-Mu yang belum pernah ada seorang pun menyembah-Mu di dalamnya.” Demikian untuk beberapa hari lamanya ia beriman di dalam perut ikan dan tak lupa beri`tikaf mensucikan Allah serta beribadah kepada-Nya. Juga, dia berdoa kepada Allah sambil mengakui ketuhanan-Nya, lantaran berbuat zalim.
Doa Yunus itu didengar Allah. Dengan kata lain, Allah memperkenankan doa dan juga taubat Yunus, lalu mengilhamkan kepada ikan itu agar melemparkan Yunus ke daratan. Seandainya tidak, maka nabi Yunus bisa-bisa bernasib tragis sebagaimana diterangkan al-Qur`an, “Maka kalau bukanlah dia sesungguhnya seorang di antara orang yang bertasbih. Niscaya akan berlarut-larut dia dalam perut ikan itu sampai hari manusia akan dibangkitkan (QS. Ash-Shaffaat: 143-144).
Berapa lama sebenarnya nabi Yunus dalam perut ikan? Al-Qur`an tidak menjelaskan lamanya Yunus dalam perut ikan tersebut seperti berapa tahun lamanya Yunus berdakwah sampai harus kecewa setelah tak satupun kaumnya ada yang menjadi pengikut. Juga, tidak ada pula sebuah hadits nabi yang menjelaskan akan hal itu.
Yunus akhirnya bisa keluar dari dalam perut ikan setelah dilemparkan ke daerah yang tandus. Al-Qur`an menjalaskan, “Maka Kami lemparkan ia ke daerah yang tandus sedang dia dalam keadaan sakit-sakit. (QS. Ash-Shaffaat: 145). Semua hal itu, tentunya setelah Allah memberi satu pertolongan. Allah juga menumbuhkan di atasnya pohon yang rindang dari jenis pohon labu yang menaunginya dari panas atau terik matahari. “Dan Kami tumbuhkan untuk dia sebatang pohon dari jenis labu. Dan Kami utus dia kepada seratus ribu orang atau lebih. (QS Ash-Shaffaat: 146-147). Demikianlah keadaan Yunus untuk beberapa saat lamanya, hingga dia pulih kembali kesehatannnya, hilang kekhawatirannya dan tenang jiwannya.
Setalah itu Allah memerintahkan agar kembali kepada kaumnya yang ditinggalkannya yang berjumlah kurang lebih seratus ribu orang. Semua itu dia lakukan tentunya setelah badannya sehat dan kuat kembali. Sebab, Yunus diperintahkan Tuhan untuk melaksanakan perintah yang dulu dipikul dengan mendatangi kaumnya kembali. Untuk itu, ia pun kembali dan menyeru kepada mereka supaya beriman dan ia melaksanakan risalah yang diperintahkan Allah. Maka jadilah mereka orang-orang yang mendapat petunjuk. Lalu, Allah memberikan kesenangan kepada orang-orang beriman yang mendapatkan petunjuk, yaitu dengan kebahagiaan dan kelapangan selama hidup mereka. “Maka berimanlah mereka. Lalu, Kami berilah mereka nikmat sampai kepada suatu waktu tertentu” (QS. Ash-Shaffaat: 148).
Hikmah di balik Kisah
Kisah nabi Yunus ini jelas berbeda dengan rasul-rasul yang lain. Hampir semua rasul yang diutus ke muka bumi ini, tidak meninggalkan kaumnya meski beribu cercaan dan hinaan melayang kepadanya. Namun, Yunus rupanya tidak kuat dengan semua itu dan dia memilih untuk lari meninggalkan kaumnya karena bagi Yunus hal itu dikira sudah waktunya.
Tak pelak, jika dari kisah Yunus ini ada beberapa hal yang bisa diambil hikmahnya. Pertama, karena Yunus meninggalkan kaumnya maka Allah memberikan peristiwa lain dengan terjadinya gelombang yang hampir menenggelamkan kapal sampai Yunus akhirnya terpilih sebagai orang yang kalah dalam undian dan harus menceburkan diri ke dalam laut dan pada akhirnya ditelan ikan. Hanya saya, karena Yunus tetap bertasbih dan beribadah kepada Allah, sehingga Allah memberikan keselamatan di waktu ia ditimpa bencana. Dalam kasus ini, Allah memberikan pelajaran kepada kita bahwa Yunus adalah termasuk orang-orang yang bertasbih dan hal itu bisa menyelamatkan jiwanya.
Kedua, walau bagaimanapun juga Yunus toh tetap diperintahkan untuk kembali kepada kaumnya karena itu adalah kewajiban yang harus dia pikul. Dari situ, kita tak tahu kalau putus asa dan marah bukanlah menyelesaikan masalah.
Ketiga, pentingnya sifat sabar dalam menghadapi satu kesempitan. Dari situ kita tahu, bahwa orang yang beriman wajib melaksanakan petunjuk-petunjuk Tuhannya dan berdakwah dengan sabar supaya tidak dicoba dengan kesulitan dan ketakutan yang datang secara tidak disangka-sangka. Makanya, saat Yunus terburu-buru lari dari medan yang telah ditetapkan Allah, hal itu sesungguhnya sesuatu perbutan yang tidak sepantasnya dilakukan oleh seorang nabi tatkala pertama kalinya ia mendapat perlakuan buruk dari kaumnya. Dengan kata lain, ia sudah sepantasnya tidak berpaling dari mereka.
Karena itulah, kisah ini dikisahkan Allah kepada Muhammad. Tidak salah, jika Allah berfirman, “Maka bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu dan janganlah kamu seperti orang yang berada dalam (perut) ikan ketika berdoa sedang ia dalam keadaan marah (kepada Kaumnya). Kalau sekiranya ia tidak segera mendapat nikmat dari Tuhannya, benar-benar ia dicampakkan ke tanah tandus dalam keadaan tercela. Lalu Tuhannya memilihnya dan menjadikannya termasuk orang-orang yang saleh. “ (QS. 68: 48-50). (Nur Mursidi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar