Tak bisa disangkal oleh siapa pun bahwa kiamat adalah suatu peristiwa dahsyat dan mengerikan sebagai akhir dari kehidupan di dunia. Entah kapan tepatnya peristiwa itu akan terjadi, yang jelas hari kiamat akan datang dan niscaya terjadi. Sebab, bumi yang kini kita huni ini dan juga alam semesta ini merupakan ciptaan Allah dan sudah tentu, kalau nantinya akan menemui akhir atau mengalami kerusakan. Logika itu bisa dipahami, karena jika memang ada awal (penciptaan) dari semua itu, pasti sudah menjadi hukum kausalitas, kalau nantinya juga akan ada sebuah akhir. Tak pelak, jika kiamat itu adalah rusaknya akan dunia, alam semesta, makhluk dan kehidupan semua ini.
Akan tetapi keniscayaan mengenai terjadinya kiamat itu, tidak ada satu orang pun di dunia ini yang tahu kapan persisnya peristiwa itu bakal terjadi. Sebab, Allah memang sengaja merahasiakannya dan pengetahuan akan hal itu juga hanya berada di sisi Allah.
Pernah suatu kali, rasulullah saw. ditanya tentang kapan terjadinya kiamat itu? Beliau hanya menjawab, “Tidaklah yang ditanya lebih tahu dari si penanya.” Padahal, yang bertanya itu adalah Jibril. Kalau saja, rasulullah saw. sebagai manusia paling utama dan Jibril sebagai malaikat paling mulia saja tidak tahu tentang kapan terjadinya kiamat, sudah pasti orang lain selain keduanya juga dilingkupi ketidaktahuan.
Apa hikmah dibalik rahasia kiamat itu? Hikmah di balik rahasia kiamat itu, pada satu sisi adalah menunjukkan akan kekuasaan Allah sebagai Sang Pencipta dan Maha Mengetahui. Sementara pada sisi lain, juga menjadi pertanda bahwa manusia adalah makhluk lemah, yang tidak bisa mengetahui apa yang akan terjadi di hari mendatang, karena. hanya Allah-lah yang mengetahui kepastian hari depan, termasuk terjadinya kiamat.
Dalam al-Qur`an, Allah sudah menerangkan kerahasian kiamat itu, "Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorang pun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia...."(QS Al-A'raf [7]: 187). Demikian jawaban yang diajarkan Allah kepada Nabi Muhammad untuk mejawab pertanyaan tentang waktu terjadinya kiamat.
Kendatipun Allah merahasiakan datangnya kiamat, di sisi lain Allah juga memberikan dan menunjukkan akan tanda-tanda kiamat. Dengan kata lain, manusia hanya diberi tanda-tanda yang menunjukkan telah dekatnya kiamat tersebut. Adapun salah satu dari tanda-tanda kiamat itu adalah bahwa laki-laki dan perempuan akan melakukan hubungan seks di jalanan (tempat umum) seperti layaknya binatang keledai.
Abd Allah ibn Umar meriwayatkan bahwa nabi saw bersabda, “Hari kiamat tidak akan tiba, hingga laki-laki dan perempuan melakukan seks di jalanan seperti keledai.” Kata “tasafud” dalam hadits itu (dengan “sa” panjang) dapatlah diartikan dengan segala bentuk atau jenis hubungan seks dan “ekspresi seks” yang mencakup perilaku seperti ciuman, berpelukan dan bahkan sampai hal sepele, semisal berpegangan tangan. Tak diingkari, baik bagi laki-laki maupun perempuan, berpegangan tangan tetaplah merupakan ungkapan gairah seks. Sebab, dengan sentuhan atau elusan tangan, seseorang bisa ditikam suasana semacam erotisme dan juga rasa nikmat.
Memang tidak bisa disangkal lagi, bahwa keledai saat atau sedang berhubungan tidak pandang bulu. Karena itulah, di mana pun dan di tempat mana pun, jika keledai sudah didera nafsu untuk berhubungan, maka akan terjadi begitu saja dan juga kapan saja. Dari situ, kita kemudian bisa menjumpai binatang keledai (dan juga binatang-binatang lain) melakukan seks di sembarang tempat. Karena, ketika nafsu birahi itu datang, di jalanan dan lapangan tidak pernah menjadi pertimbangan karena binatang semacam keledai merupakan makhluk tidak berakal yang berbeda dengan manusia yang diberi “tanggung jawab sosial” sehingga memiliki rasa malu karena dalam aturan hidup manusia ada semacam norma dan etika.
Kini, fenomena memenuhi “kebutuhan nafsu seks” seperti keledai sudah bukan lagi sesuatu yang asing. Di kota-kota besar, kita sudah tidak lagi kaget dengan pemandangan dua manusia yang sedang asik masyuk berjalan dengan saling berpegangan tangan. Lebih dari itu, malah dalam acara pesta ulang tahun atau semacamnya, aktivitas ciuman sudah seperti hal biasa, sekali pun mereka bukan suami istri.
Malah, tindakan yang lebih seronok dan mengiris-ngiris dada kita adalah merebaknya praktek prostitusi terbuka. Tidak salah, jika di tempat-tempat terbuka di wilayah tertentu, kita seperti dibuat tercengang dengan aneka bentuk kemaksiatan yang terjadi. Di tepi sebagian besar pantai di kota Bali, mungkin kita sudah pernah mendengar kalau di sana kegiatan yang merupakan praktek maksiat bukan satu hal yang asing. Di tepi pantai seperti itu, hubungan seks bisa dilakukan dengan tanpa perlu malu-malu lagi. Juga di tempat-tempat lain di negeri ini. Apalagi, belum dihitung dengan tempat prostitusi atau lokalisasi di hampir sebagian besar kota, kendati kejadian itu di negera kita ini masih belum seberapa jika dibandingkan dengan negara-negara Eropa (Barat).
Sebab di negara-negara Barat yang benar-benar menjunjung tinggi hak asasi manusia justru terjadi ironisme. Bagaimana tidak? Logika kita kalau mau jujur justru dijungkirbalikkan karena kehidupan yang sudah dimuati individulisme dan hedonisme menjadikan manusia bebas melakukan hubungan seks di tempat umum dengan dalih bahwa hal itu adalah sah-sah saja, asal dikakukan suka-sama-suka.
Pernah suatu kali, penulis mendengar seorang khatib dalam shalat Id (Idul Adha) di wilayah Cempaka Putih. Sang khatib dalam khatbahnya itu bercerita pengalaman dalam suatu perjalanan ke Eropa. Dalam suatu perjalanan itu, sang khatib ingin menikmati suasana kota dan karena itu tidak tahu kondisinya ia berjalan-jalan mengajak temannya yang sudah terbiasa pergi ke negeri tersebut. Tapi dalam perjalanannya itu, sang khatib benar-benar menjumpai pemandangan yang selama ini belum pernah ditemukan di negerinya. Ia melihat sepasang manusia (lawan jenis) sedang melakukan hubungan badan di jalanan.
Kontan, karena kaget dan mungkin heran dengan apa yang dilihatnya, dia berhenti sejenak dan membelakkan mata. Tetapi, apa yang dilakukan oleh sang teman kepadanya? Dia digeret dengan paksa karena sang teman sungguh takut jika nanti sepasang manusia lawan jenis yang sedang asik masyuk berhubungan badan itu menuntutnya ke pengadilan.
“Kau tahu apa yang terjadi jika kamu melihatnya?” tanya sang teman kepadanya.
“Apa?” jawabnya heran dan tak habis mengerti.
“Kau bisa dituntut karena telah mengganggu keasyikan mereka. Dengan kebebasan hak asasi yang ada di sini, kau bisa dipenjara hanya gara-gara melihat tindakannya!”
Dapat dipahami jika sang khatib, hanya mengelus dada, dan masih diliputi keheranan. Sebab, hal itu tidak masuk akal dan sungguh-sungguh gila. Bagaimana tidak gila? Alasan yang dikemukakan oleh teman sang khatib itu sepele. Bahwa kedua manusia itu, bisa menuntut karena kebebasan mereka telah diusik dan diganggu.
Itulah, salah satu fenomena kegilaan di salah satu negeri di Eropa, di tengah jalan dan tempat umum pun sepasang manusia bisa melakukan kegiatan seks dan justru orang yang melihatnya dianggap telah mengganggu dan mengusik kebebasannya. Sebab, dengan dalih hak asasi, manusia bebas melakukan hubungan badan sekalipun hal itu dilakukan di tempat umum. Benar-benar negeri gila dan edan.
Bagaimana tidak edan? Di tengah suasana orang banyak, dua orang lawan jenis masih bisa-bisanya melakukan hubungan seks dan siapapun bisa melihat. Anehnya, kedua orang itu bisa mengklaim bahwa tindakan mereka adalah wajar dan siapa yang mengganggunya sama dengan menggangu hak mereka untuk mengekspresikan kegiatan seks.
Padahal, pada masa sebelum ini dan dulu saat rasul masih hidup fenomena seperti itu tidak dijumpai, setiap manusia masih dihinggapi adanya rasa malu. Meskipun bagi suami istri boleh-boleh saja melakukannya, tetapi dilakukan di tempat tertutup. Dengan kata lain, bahwa aktivitas seperti itu dilarang dilakukan di tempat umum. Hal itu diharamkan karena akan menimbulkan fitnah. Karena agama menganjurkan menjaga manusia dari berbuat dosa dan juga mencegah kemunculan dosa.
Saat nabi mengemukakan hadits tersebut, memang terkesan bahwa kejadian itu tidak mungkin akan terjadi. Tetapi nabi tetap mengemukakan hal ini, perihal tanda kiamat dengan adanya fenomena hubungan seks di jalanan seperti binatang keledai. Tak salah jika kejadian itu terjadi belakangan ini, di abad ketika dunia sudah mencapai titik nadir kemajuan yang justru membuat kehidupan dan moral tidak lagi menjadi pertimbangan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Selain hadits di atas, ada juga sebuah hadits yang secara khusus merujuk pada orang-orang Islam, sehingga mereka harus sepenuhnya waspada terhadap apa yang tengah terjadi. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa nabi saw, bersabda, “Demi jiwaku ada di tangan-Nya, umat manusia tak akan punah hingga laki-laki mendatangi perempuan atau perempuan mendatangi laki-laki lalu mereka bersetubuh di jalanan. Laki-laki terbaik di antara mereka pada saat itu akan berkata, ‘Aku berharap bisa bersamanya di balik dinding (di tempat tertutup).’”
Dengan hadits tersebut, nabi telah bersumpah, bahwa di akhir zaman umat manusia akan kehilangan pegangan dalam hal moralitas. Tidak salah lagi, jika kita bisa menyaksikan kemerosotan moral di jaman sekarang ini yang benar-benar seperti menampar kehidupan umat Islam. Bahkan tamparan itu tak tanggung-tanggung lagi, sebab dua insan bisa dengan seenaknya melakukan hubungan seks di tempat umum.
Hal ini sudah terjadi sekarang ini, jika kita berada di Prancis, atau negara Eropa lain, di tempat seperti pantai, di lorong jalan, di taman kejadian itu acap ditemukan. Tetapi kaum muslim, anehnya juga menginginkan hal itu.
Manusia yang terbaik adalah muslim, manusia muslim akan menghidanari hal itu, tapi di akhir jaman nanti orang melakukan hubungan seks di jalanan, tapi seorang muslim yang melihat juga berharap bisa melakukan di tempat tertutup. Masya Allah!!!! Tak beda jauh dengan muslim, yang muslimah juga akan mengalami perasaan sama.
Alih-alih jika mereka berkata Astaghfirullah --semoga Allah mengampuni mereka atas perbuatan bebas yang mereka lakukan dan mengampuniku karena mengharap hal yang sama, dia malah berharap dapat berduaan dengan perempuan itu dibalik dinding dan melakukan perbuatan zina dengannya. Semoga kita, tak menemui jaman seperti itu sehingga lepas dari jeratan kegilaan seks yang sungguh menjadi tanda akan datangnya hari kiamat. (nur mursidi)
Akan tetapi keniscayaan mengenai terjadinya kiamat itu, tidak ada satu orang pun di dunia ini yang tahu kapan persisnya peristiwa itu bakal terjadi. Sebab, Allah memang sengaja merahasiakannya dan pengetahuan akan hal itu juga hanya berada di sisi Allah.
Pernah suatu kali, rasulullah saw. ditanya tentang kapan terjadinya kiamat itu? Beliau hanya menjawab, “Tidaklah yang ditanya lebih tahu dari si penanya.” Padahal, yang bertanya itu adalah Jibril. Kalau saja, rasulullah saw. sebagai manusia paling utama dan Jibril sebagai malaikat paling mulia saja tidak tahu tentang kapan terjadinya kiamat, sudah pasti orang lain selain keduanya juga dilingkupi ketidaktahuan.
Apa hikmah dibalik rahasia kiamat itu? Hikmah di balik rahasia kiamat itu, pada satu sisi adalah menunjukkan akan kekuasaan Allah sebagai Sang Pencipta dan Maha Mengetahui. Sementara pada sisi lain, juga menjadi pertanda bahwa manusia adalah makhluk lemah, yang tidak bisa mengetahui apa yang akan terjadi di hari mendatang, karena. hanya Allah-lah yang mengetahui kepastian hari depan, termasuk terjadinya kiamat.
Dalam al-Qur`an, Allah sudah menerangkan kerahasian kiamat itu, "Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorang pun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia...."(QS Al-A'raf [7]: 187). Demikian jawaban yang diajarkan Allah kepada Nabi Muhammad untuk mejawab pertanyaan tentang waktu terjadinya kiamat.
Kendatipun Allah merahasiakan datangnya kiamat, di sisi lain Allah juga memberikan dan menunjukkan akan tanda-tanda kiamat. Dengan kata lain, manusia hanya diberi tanda-tanda yang menunjukkan telah dekatnya kiamat tersebut. Adapun salah satu dari tanda-tanda kiamat itu adalah bahwa laki-laki dan perempuan akan melakukan hubungan seks di jalanan (tempat umum) seperti layaknya binatang keledai.
Abd Allah ibn Umar meriwayatkan bahwa nabi saw bersabda, “Hari kiamat tidak akan tiba, hingga laki-laki dan perempuan melakukan seks di jalanan seperti keledai.” Kata “tasafud” dalam hadits itu (dengan “sa” panjang) dapatlah diartikan dengan segala bentuk atau jenis hubungan seks dan “ekspresi seks” yang mencakup perilaku seperti ciuman, berpelukan dan bahkan sampai hal sepele, semisal berpegangan tangan. Tak diingkari, baik bagi laki-laki maupun perempuan, berpegangan tangan tetaplah merupakan ungkapan gairah seks. Sebab, dengan sentuhan atau elusan tangan, seseorang bisa ditikam suasana semacam erotisme dan juga rasa nikmat.
Memang tidak bisa disangkal lagi, bahwa keledai saat atau sedang berhubungan tidak pandang bulu. Karena itulah, di mana pun dan di tempat mana pun, jika keledai sudah didera nafsu untuk berhubungan, maka akan terjadi begitu saja dan juga kapan saja. Dari situ, kita kemudian bisa menjumpai binatang keledai (dan juga binatang-binatang lain) melakukan seks di sembarang tempat. Karena, ketika nafsu birahi itu datang, di jalanan dan lapangan tidak pernah menjadi pertimbangan karena binatang semacam keledai merupakan makhluk tidak berakal yang berbeda dengan manusia yang diberi “tanggung jawab sosial” sehingga memiliki rasa malu karena dalam aturan hidup manusia ada semacam norma dan etika.
Kini, fenomena memenuhi “kebutuhan nafsu seks” seperti keledai sudah bukan lagi sesuatu yang asing. Di kota-kota besar, kita sudah tidak lagi kaget dengan pemandangan dua manusia yang sedang asik masyuk berjalan dengan saling berpegangan tangan. Lebih dari itu, malah dalam acara pesta ulang tahun atau semacamnya, aktivitas ciuman sudah seperti hal biasa, sekali pun mereka bukan suami istri.
Malah, tindakan yang lebih seronok dan mengiris-ngiris dada kita adalah merebaknya praktek prostitusi terbuka. Tidak salah, jika di tempat-tempat terbuka di wilayah tertentu, kita seperti dibuat tercengang dengan aneka bentuk kemaksiatan yang terjadi. Di tepi sebagian besar pantai di kota Bali, mungkin kita sudah pernah mendengar kalau di sana kegiatan yang merupakan praktek maksiat bukan satu hal yang asing. Di tepi pantai seperti itu, hubungan seks bisa dilakukan dengan tanpa perlu malu-malu lagi. Juga di tempat-tempat lain di negeri ini. Apalagi, belum dihitung dengan tempat prostitusi atau lokalisasi di hampir sebagian besar kota, kendati kejadian itu di negera kita ini masih belum seberapa jika dibandingkan dengan negara-negara Eropa (Barat).
Sebab di negara-negara Barat yang benar-benar menjunjung tinggi hak asasi manusia justru terjadi ironisme. Bagaimana tidak? Logika kita kalau mau jujur justru dijungkirbalikkan karena kehidupan yang sudah dimuati individulisme dan hedonisme menjadikan manusia bebas melakukan hubungan seks di tempat umum dengan dalih bahwa hal itu adalah sah-sah saja, asal dikakukan suka-sama-suka.
Pernah suatu kali, penulis mendengar seorang khatib dalam shalat Id (Idul Adha) di wilayah Cempaka Putih. Sang khatib dalam khatbahnya itu bercerita pengalaman dalam suatu perjalanan ke Eropa. Dalam suatu perjalanan itu, sang khatib ingin menikmati suasana kota dan karena itu tidak tahu kondisinya ia berjalan-jalan mengajak temannya yang sudah terbiasa pergi ke negeri tersebut. Tapi dalam perjalanannya itu, sang khatib benar-benar menjumpai pemandangan yang selama ini belum pernah ditemukan di negerinya. Ia melihat sepasang manusia (lawan jenis) sedang melakukan hubungan badan di jalanan.
Kontan, karena kaget dan mungkin heran dengan apa yang dilihatnya, dia berhenti sejenak dan membelakkan mata. Tetapi, apa yang dilakukan oleh sang teman kepadanya? Dia digeret dengan paksa karena sang teman sungguh takut jika nanti sepasang manusia lawan jenis yang sedang asik masyuk berhubungan badan itu menuntutnya ke pengadilan.
“Kau tahu apa yang terjadi jika kamu melihatnya?” tanya sang teman kepadanya.
“Apa?” jawabnya heran dan tak habis mengerti.
“Kau bisa dituntut karena telah mengganggu keasyikan mereka. Dengan kebebasan hak asasi yang ada di sini, kau bisa dipenjara hanya gara-gara melihat tindakannya!”
Dapat dipahami jika sang khatib, hanya mengelus dada, dan masih diliputi keheranan. Sebab, hal itu tidak masuk akal dan sungguh-sungguh gila. Bagaimana tidak gila? Alasan yang dikemukakan oleh teman sang khatib itu sepele. Bahwa kedua manusia itu, bisa menuntut karena kebebasan mereka telah diusik dan diganggu.
Itulah, salah satu fenomena kegilaan di salah satu negeri di Eropa, di tengah jalan dan tempat umum pun sepasang manusia bisa melakukan kegiatan seks dan justru orang yang melihatnya dianggap telah mengganggu dan mengusik kebebasannya. Sebab, dengan dalih hak asasi, manusia bebas melakukan hubungan badan sekalipun hal itu dilakukan di tempat umum. Benar-benar negeri gila dan edan.
Bagaimana tidak edan? Di tengah suasana orang banyak, dua orang lawan jenis masih bisa-bisanya melakukan hubungan seks dan siapapun bisa melihat. Anehnya, kedua orang itu bisa mengklaim bahwa tindakan mereka adalah wajar dan siapa yang mengganggunya sama dengan menggangu hak mereka untuk mengekspresikan kegiatan seks.
Padahal, pada masa sebelum ini dan dulu saat rasul masih hidup fenomena seperti itu tidak dijumpai, setiap manusia masih dihinggapi adanya rasa malu. Meskipun bagi suami istri boleh-boleh saja melakukannya, tetapi dilakukan di tempat tertutup. Dengan kata lain, bahwa aktivitas seperti itu dilarang dilakukan di tempat umum. Hal itu diharamkan karena akan menimbulkan fitnah. Karena agama menganjurkan menjaga manusia dari berbuat dosa dan juga mencegah kemunculan dosa.
Saat nabi mengemukakan hadits tersebut, memang terkesan bahwa kejadian itu tidak mungkin akan terjadi. Tetapi nabi tetap mengemukakan hal ini, perihal tanda kiamat dengan adanya fenomena hubungan seks di jalanan seperti binatang keledai. Tak salah jika kejadian itu terjadi belakangan ini, di abad ketika dunia sudah mencapai titik nadir kemajuan yang justru membuat kehidupan dan moral tidak lagi menjadi pertimbangan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Selain hadits di atas, ada juga sebuah hadits yang secara khusus merujuk pada orang-orang Islam, sehingga mereka harus sepenuhnya waspada terhadap apa yang tengah terjadi. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa nabi saw, bersabda, “Demi jiwaku ada di tangan-Nya, umat manusia tak akan punah hingga laki-laki mendatangi perempuan atau perempuan mendatangi laki-laki lalu mereka bersetubuh di jalanan. Laki-laki terbaik di antara mereka pada saat itu akan berkata, ‘Aku berharap bisa bersamanya di balik dinding (di tempat tertutup).’”
Dengan hadits tersebut, nabi telah bersumpah, bahwa di akhir zaman umat manusia akan kehilangan pegangan dalam hal moralitas. Tidak salah lagi, jika kita bisa menyaksikan kemerosotan moral di jaman sekarang ini yang benar-benar seperti menampar kehidupan umat Islam. Bahkan tamparan itu tak tanggung-tanggung lagi, sebab dua insan bisa dengan seenaknya melakukan hubungan seks di tempat umum.
Hal ini sudah terjadi sekarang ini, jika kita berada di Prancis, atau negara Eropa lain, di tempat seperti pantai, di lorong jalan, di taman kejadian itu acap ditemukan. Tetapi kaum muslim, anehnya juga menginginkan hal itu.
Manusia yang terbaik adalah muslim, manusia muslim akan menghidanari hal itu, tapi di akhir jaman nanti orang melakukan hubungan seks di jalanan, tapi seorang muslim yang melihat juga berharap bisa melakukan di tempat tertutup. Masya Allah!!!! Tak beda jauh dengan muslim, yang muslimah juga akan mengalami perasaan sama.
Alih-alih jika mereka berkata Astaghfirullah --semoga Allah mengampuni mereka atas perbuatan bebas yang mereka lakukan dan mengampuniku karena mengharap hal yang sama, dia malah berharap dapat berduaan dengan perempuan itu dibalik dinding dan melakukan perbuatan zina dengannya. Semoga kita, tak menemui jaman seperti itu sehingga lepas dari jeratan kegilaan seks yang sungguh menjadi tanda akan datangnya hari kiamat. (nur mursidi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar