Jumat, 19 Agustus 2005

iktibar dan kekuatan sebuah cerita

majalah hidayah edisi 49 agustus 2005

Salah satu rubrik di majalah Hidayah yang sengaja dikemas untuk menjadi “ciri khas” tersendiri yang berbeda dengan majalah-majalah lain di Indonesia serta dijadikan sebagai cover story adalah rubrik iktibar dengan bentuk genre cerita. Dalam rubrik itu, setidaknya pembaca akan disuguhi cerita-cerita seputar kisah kematian orang yang meninggal dalam kedaaan su`ul khatimah pada satu sisi dan kisah-kisah kematian khusnul khatimah pada sisi lain. Juga sejumlah kisah yang memang sengaja dimaksudkan untuk membuat orang mengambil hikmah di balik suatu kejadian.

Lebih unik lagi, cerita-cerita itu diangkat dari kisah nyata dan bukan kisah fiksi yang berdasarkan imaji atau khayalan. Tidak salah, kalau pembaca kemudian merasa tersentuh dan dicabik-cabik hatinya saat membaca atau saat mengikuti alur ceritanya.

Dengan sajian seperti itu, rupanya respon pembaca juga tak bertepuk sebelah tangan. Bahkan, dari hasil jajak pendapat yang dijajaki redaksi untuk mengetahui seberapa jauh minat pembaca Hidayah dengan rubrik yang ada, ternyata rubrik cerita (iktibar) menempati ranking tertinggi. Juga tak berhenti di situ sebab tak sedikit dari pembaca Hidayah yang merasa sadar, tercerahkan dan menemukan kehidupan baru setelah membaca Hidayah.

Benarkah hal itu? Adakah kekuatan yang terkandung dalam cerita yang ditampilkan majalah Hidayah sehingga pembaca dapat terpikat dan trenyuh? Apa tujuan Hidayah dengan menampilkan cerita-cerita seperti itu?

Kekuatan Sebuah Cerita
Dalam buku 101 Healing Stories; Using Metaphors in Therapy (sudah diterjemahkan oleh penerbit Qanita, Bandung dengan judul 101 Kisah yang Memberdayakan: Penggunaan Metafora sebagai Media Penyembuhan), George W. Burns telah memaparkan, bahwa cerita itu memiliki kekuatan yang cukup dahsyat dalam mengubah kehidupan. Dalam buku itu pula penulis yang dikenal sebagai psikolog klinis/Direktur Milton H. Enrickson Institute juga membeberkan beberapa kekuatan dari cerita.

Pertama, cerita itu mengandung kekuatan menumbuhkan sikap disiplin. Dalam hal ini, W. Burns mencontohkan sebuah tradisi yang berkembang di Nepal, bahwa para ibu ternyata tak menghukum anak-anaknya saat melakukan kesalahan dengan hukuman fisik, tapi dengan membawakan cerita tokoh jahat, yang dimaksudkan untuk memberi nasehat bahwa tokoh jahat akan mengalami nasib tragis (di akhir ceritanya).

Kedua, cerita bisa membangkitkan emosi. Dari pengalaman W. Burns sendiri sewaktu masih sekolah dulu, ia pernah mendengar kisah yang dibawakan oleh gurunya dan anehnya hingga tua ia masih teringat selalu. Selain itu, saat membawakan cerita itu, gurunya bahkan bisa membawakan dengan sedikit canda dan rasa humor, sehingga membuat hampir semua murid terbahak-bahak sampai guru itu tak sempat menyelesaikan ceritanya. Akhirnya, semua murid penasaran dan menyerbu perpustakaan untuk mengetahui kelanjutan kisah itu.

Ketiga, cerita ternyata dapat memberikan inspirasi. Contoh jika cerita dapat memberi inspirasi adalah kisah nyata dari Kapten Robert Falcon Scoot, yang kemudian diangkat ke layar lebar. Juga tidak perlu jauh-jauh, sebab dari cerita-cerita yang ada di Hidayah, kita juga bisa menyaksikan lintas genre cerita setelah diadaptasi menjadi sinetron Rahasia Ilahi (TPI).

Keempat, cerita bisa memunculkan perubahan. W. Burns pernah menangani anak yang berusia 6 thn, Jessica yang mengidap elective mute. Setelah beberapa pertemuan, ia kemudian dapat ide untuk menyembuhkannya dengan bercerita, selain memberi pensil untuk digunakan menggambar. Rupanya lewat cerita, Jessica secara spontan mau menjawab pertanyaan yang diajukannya. Dari situ, akhirnya Burns bisa membuat Jessica angkat bicara.

Kelima, cerita ternyata mampu menumbuhkan kekuatan pikiran-tubuh. Seperti halnya mengubah perilaku, cerita memiliki kekuatan untuk mengeluarkan kekuatan fisik yang luar biasa. Pada 1794, Grimm kecil terpaksa harus dioperasi (tumor), tetapi sayangnya ketika itu belum ditemukan anestasi. Tahukah obat apa yang digunakan untuk membius Grimm? Untuk mengalihkan perhatiannya, ia didongengi kisah yang memikat, sehingga sesudahnya Grimm mengaku saat dibedah ternyata tak merasakan sakit sama sekali.

Keenam, cerita mengandung kekuatan untuk menyembuhkan. Disebutkan jika Phillipa adalah seorang yang dihinggapi fobia. Ia dihinggapi rasa takut, sehingga ia kerap hanya sampai di depan rumah dan tidak pernah keluar kecuali bersama keluarga. Awalnya, Burns dihadang kesulitan untuk membuka konsultasi tetapi dengan bermodal cerita akhirnya Burns malah tak sekedar menyembuhkan fobia itu, melainkan juga bisa membuat Phillipa menemukan bakat Phillipa sebagai seorang pelukis.

Iktibar
Enam kekuatan cerita yang dipaparkan Burns itu, setidaknya juga dimiliki oleh cerita-cerita di Hidayah. Yang jelas, setiap cerita punya “efek kuat dan tujuan terapetik”. Karena itu, tak sedikit surat pembaca yang pernah penulis temukan, ada seorang ibu yang mengucapkan rasa terima kasih kepada Hidayah. Apa pasal? Suatu hari, seorang ibu membeli Hidayah dan membawa pulang ke rumah. Rupanya, setelah di rumah anak-anaknya juga ikut membacanya dan yang membuat sang ibu bersyukur sebab sejak anak-anaknya membaca Hidayah, ternyata mereka mulai menjadi sadar, agak baik dan tidak lagi berbuat nakal yang kelewatan.

Jadi tujuan majalah Hidayah menampilkan cerita-cerita dengan tema itu, bukan untuk menguak aib orang, apalagi untuk mencemarkan nama baik. Untuk itulah, demi tujuan agung itu majalah Hidayah tetap menjaga muru`ah dengan menyamarkan nama dan tempat kejadian, sehingga yang ditekankan adalah jalan ceritanya, iktibar yang bisa diambil untuk dijadikan pelajaran dalam menapaki hidup.

Dengan misi itu, setidaknya ada dua hal utama yang ingin disampaikan dalam cerita. Pertama, cerita dimaksudkan sebagai nasehat. Cerita kematian su`ul khatimah (tragis) yang ada di majalah Hidayah dimaksudkan demi nasehat sebagaimana dalam al-Qur`an yang juga bisa kita jumpai kisah-kisah tragis, seperti azab yang diturunkan Allah kepada kaum Lud dan itu tak lain demi tujuan memberi nasehat agar umat Islam selalu ingat dan azab Allah akan selalu datang menimpa orang yang munkar.

Kedua, dimaksudkan sebagai tauladan. Selain menampilkan cerita tragis dari kejadian yang kadang tidak masuk akal akibat turunnya azab Allah, Hidayah juga menampilkan kisah-kisah kematian orang khusnul khatimah. Tak lain, tujuannya adalah memberi tauladan kepada pembaca agar meniru jejak orang-orang yang baik. (nur mursidi)

Tidak ada komentar: