Kamis, 01 Juni 2006

religiousitas di era seluler

litsus untuk majalah hidayah edisi 59, juni 2006

Lima belas abad lalu, Rasulullah saw. pernah mengatakan bahwa di akhir zaman nanti akan terjadi berbagai peristiwa dan kejadian yang belum pernah dialami pada masa beliau. Rupanya, apa yang dikatakan oleh Rasulullah itu tidaklah meleset. Kini, kita dapat menemukan kebenaran dari apa yang dikatakan Rasulullah itu di tengah perubahan zaman yang terjadi sekarang ini.

Islam memang tidak berubah dan zaman-lah yang mengalami perubahan. Dengan kata lain, Islam tidak akan pernah tergerus zaman. Toh jika ada perubahan, itu sebenarnya terjadi di tingkat keberagamaan umat sebagai akibat perkembangan serta kemajuan teknologi. Salah satu contoh, belakangan ini, kita dapat menyaksikan fenomena religiositas yang hadir dalam wajah dan bentuk yang lain.

Jika dahulu umat Islam butuh siraman rohani harus dengan susah payah mendatangi majelis taklim atau tempat pengajian, rupanya peristiwa itu kini bisa ditemui dalam bentuk baru. Sebab orang bisa saja duduk di depan komputer, dan tinggal mengakses internet untuk belajar agama Islam. Layanan bagi umat yang “ingin tahu” tentang Islam itu dirancang dan disetting sebagai layanan dakwah yang bisa diakses dari website, homepage atau situs Islam.

Tak cuma itu saja, belakangan juga hadir layanan agama dan informasi ruhani secara seluler, yang bisa diakses lewat hp. Al-Qur`an seluler, SMS Paket Doa, SMS Paket Hadis, MMS Risalah Doa dan sejenisnya adalah sebagaian contoh dari layanan yang awalnya dimotori oleh seorang muallaf bernama Craig Abrurrahim Owensby sebagai penggagas Al-Qur`an Seluler.

Menurut Craig Abrurrahim Owensby, konsep Al-Qur`an Seluler merupakan sebuah konsep tentang bagaimana orang bisa belajar Al-Qur`an dengan cara mudah dan menarik. Ide ini muncul dari keinginannya untuk berdakwah serta memperkenalkan Al-Quran kepada umat Islam secara massal.

Layanan Al-Qur`an Seluler pada intinya memperdengarkan pembacaan ayat-ayat Al-Qur`an disertai kupasan hikmahnya secara singkat selama 6 menit. Urutannya berupa pembacaan 3 atau lebih ayat suci Al-Qur`an selama 1 -2 menit, kemudian disusul dengan pembacaan hikmah ayat termaksud selama 2-3 menit lalu ditutup dengan pembacaan Muratal -pembacaan ayat dalam bacaan asli Al-Qur`an- selama 2 menit. Dengan demikian, layanan setiap kali akses akan berlangsung sekitar 6 menit. Bahkan, sekarang pelanggan bisa mengakses nasyid, seperti dari Aa Gym, Debu, dan MQ Voice.

Dengan keberadaan layanan dan informasi ruhani itu, setidaknya ada satu keinginan kuat dari mereka untuk menampilkan Islam dengan cara populer, sehingga baik sebagai ajaran maupun sebagai komunitas, Islam bisa diterima semua kalangan –terutama bagi kalangan atas yang disibukkan dengan dunia kerja dan tiadanya waktu untuk belajar Islam. Padahal, ghirrah untuk belajar Islam itu ada dan cukup kuat di hati.

Dari fenomena di atas itu, setidaknya ada dua hal yang perlu dicatat. Pertama, Islam adalah agama yang bisa menyesuaikan zaman dan bukan merupakan agama di masa lalu yang hanya dipeluk oleh orang-orang terdahulu. Buktinya, dengan perkembangan zaman di tengah arus globalisasi, Islam dalam bentuk sekarang ini bisa diharapkan diterima semua kalangan. Terlepas dari unsur bisnis serta komersialisasi agama, setidaknya kecanggihan teknologi itu tidak semata-mata berdimensi negatif sebagaimana selama ini ditakutkan oleh sebagian umat Islam.

Kedua, fenemona itu -diakui atau tidak- merupakan lahirnya semangat sebagian umat –terutama kalangan atas— untuk belajar Islam dengan cara mudah tanpa perlu merasa takut atau malu. Sebab dengan layanan yang disediakan AQS, misalnya, itu menjadi alternatif lain untuk memperkenalkan keindahan Al-Qur`an kepada masyarakat, khususnya di saat orang terlalu sibuk untuk membaca dan mempelajari Al-Qur`an secara khusus dengan mendatangi majlis taklim atau tempat pengajian.

Media dakwah, layanan agama dan informasi ruhani dari media digital, internet dan seluler itu memang membawa nilai plus. Sebab hal itu memberikan kemudahahn bagi mereka –sebagian umat Islam—untuk belajar agama dan menambah iman. Kendati demikian, tentunya ada sisi lain yang terkesampingkan.

Pertama, keberagamaan umat sebagai akibat kecanggihan teknologi itu melahirkan bentuk spiritualitas digital atau seluler. Dengan kata lain, agama hadir dalam bentuk tanda-tanda atau smbol-simbol. Tidak salah, jika kemudian hal itu meneguhkan pola hidup eksklusif keberagamaan dari sebagian umat Islam sebagai akibat moderniasasi di mana individualisme menjadi satu hal yang tidak dapat dimungkiri.

Kedua, model pembelajaran Islam lewat media digital dan seluler itu setidaknya jadi alternatif dan tidak lantas membuat umat jauh dari majelis taklim atau tempat pengajian. Sebab cara belajar klasik mendatangi kiai atau ustadz, tidak dinafikan menjadi pembelajaran yang paling efektif. Sebab belajar agama tidak bisa ditempuh dalam hitungan hari, melainkan sejak lahir sampai meninggal. Jika demikian yang terjadi, maka pembelajaran agama Islam dalam bentuk seperti itu akan melahirkan insan muslim yang bisa diibaratkan pemetik buah dari pohon agama dengan jalan pintas.

Diakui atau tidak, layanan agama atau informasi ruhani itu memang bisa menjangkau kalangan tertentu yang semula tak mengenal Islam atau belum paham Islam secara mendalam. Dengan demikian, tentunya fasilitas dan kemudahan itu bisa menjadi pintu masuk seseorang untuk merengkuh Islam secara kaffah, tentunya setelah melalui rentang waktu yang lama dan panjang. Jika itu yang dimaksud, maka dampak Islamisasi seluler adalah sesuatu terobasan yang tidak bisa ditolak, apalagi dikecam! (n. mursidi)












Tidak ada komentar: