Jumat, 01 September 2006

wawancara dengan Diki Chandra (Sekjen forum Arimatea) tentang kehidupan muallaf

Banyak mualaf yang mengalami kebingungan ketika mau masuk Islam. Setidaknya ada beberapa problem yang dihadapi mereka seperti, ke mana bersaksi? Setelah Islam juga mau bagaimana? Gimana Anda dan Arimatea memandang atau menyikapi kasus-kasus seperti itu tadi?

Hampir masalah itu, sebenarnya ada beberapa point penting untuk dicatat. Pertama, ketika masuk Islam dan banyak muallaf yang justru masuk aliran sesat --tidak masuk Islam dalam koridor Ahlus sunnah wal jama`ah. Ini saya temui dalam banyak kasus dan ini sebenarnya rahasia Allah. Kenapa saya katakan rahasia Allah? Sebab sulit menjawabnya dan kita sulit menanggulanginya karena kita tidak bisa mengumumkan jika mau masuk Islam maka jangan masuk Islam golongan sesat (Diki mencontohkan seperti aliran LDII dan Ahmadiyah). Jadi, sebagian itu masuk kategori rahasia Allah. Kalau kami, prinsipnya Ahlus sunnah wal jama`ah, karena secara aqidah sama.

Kedua, para mantan pendeta, mantan kristiani dan mantan aktivis kristiani yang masuk Islam itu kami lihat banyak mendapat ujian dari Allah setelah masuk Islam. Hampir seluruh mualaf kami lihat tidak mulus. Selalu ada saja, bahkan kami sempat berpikir; kenapa orang-orang yang baru masuk Islam kok ujiannya begitu berat. Sebab logika kita kan begini; setelah masuk Islam dosa mualaf itu rontok, tapi kenapa ia justru banyak menemui cobaan dan ujian berat? Padahal secara akal manusiawi ia itu manusia yang paling disayang oleh Allah karena msih suci sekali. Boleh dibilang hari ini syahadat, hari ini ia jelas-jelas tanpa dosa dan bisa jadi setingkat nabi namun tidak demikian nyatanya, banyak muallaf ujiannya berat-berat dan banyak yang tidak lulus.

Bagaimana melihat standart tidak lulus itu? Banyak orang tadinya berniat untuk jadi mualaf, tapi akhirnya jadi terganggu. Dengan kata lain, banyak muallaf yang kerjanya hanya minta ke sana ke mari. Kami melihat, bahwa mayoritas para muallaf jarang yang mulus secara kontekstual lulus ujian dari Allah. Contoh, kami menemukan ada manta orang pendeta akhirnya jadi beban masyarakat, minta-minta uang ke sana sini dan sudah menipu segala! Saya melihat awal menjadi mualaf mereka banyak dibantu, dan hal itu menjadikan mereka malas dan manja. Sehingga apa? Dari sekian banyak yang kami kenal, pada akhirnya mereka itu menjadi beban malah akhirnya mengacaukan di dalam Islam! Dia bisa masuk ormas Islam dan mengadu domba umat Islam di sana sini...

Ini sebetulnya yang menjadi perhatian. Bahwa sudah banyak lembaga atau organisasi yang memikirkan ini. Forum Muallaf, dan macam2!!! Tapi selalu pada akhirnya kasus-kasus itu terjadi. Pernah kami mencoba untuk mengundang organisasi untuk menanggulangi masalah muallag, tapi kami tidak berhasil. Kami tidak mengerti tapi kami melihat karena semua organisasi itu memiliki kepentingan masing-masing! Kami ingin menggagas satu visi dan satu wadah (dari semua lembaga mualaf) yang tak harus melebur tapi menjadi satu link untuk dipublikasikan ke masyarakat luas bahwa di indonesia ada persatuan mualaf indonesia.

Dalam menanggapi kasus di atas, praktek real yang dilakukan oleh Arimatea?

Kami biasanya memberikan kail, bukan ikan. Karena itu, kami biasanya memberikan alat bekam dan vcd ke beberapa mualaf sebagai modal usaha. Kami memberi solusi dengan memberikan tawaran, maunya mualaf itu apa? Dan biasanya kami memberikan modal berupa "kail". Itu sudah puluhan mualaf yang kami beri modal, tapi hampir (relatif) semua tak ada yang bener. Seperti itu Arimatea membantu mualaf.

Ketika masalah itu kami tawarkan ke beberapa lembaga dan masyarakat, mereka hanya bisa memberi solusi seperti pengajian, tidak secara keseluruhan. Makanya, Arimatea mengambil inisiatif sendiri. Dengan kata lain, kalau ada mualaf kita bantu sesuai dengan kemampuan kita. Dia itu perlu apa?

Gagasan dari Arimatea untuk penanggulangan kasus ini?

Arimatea pernah mengundang beberapa organisasi (lembaga) untuk menangani mualaf. Tapi, tak terwujud. Ada yang memang serius, ingin membantu mualaf, konsisten dan ada yang mungkin dulu membantu secara profesional tapi mungkin sudah kapok. Memang banyak kasus2 yang cuma cari uang, shg orang males mengurus! Ada juga kasus pribadi. Makanya, dulu kita (Arimatea) menggagas konsolidasi dan memikirkan derita para mualaf, dan yang datang cuma 3 ormas padahal yang kami undang sekitar 50 lebih. Kita bikin seperti organisasi para mualaf yang bisa menjadikan mereka (para mualaf punya rujukan), semacam buku halaman lengkap bagi pra mualaf. Akhirnya, gagasan itu tidak terjadi.

Kendala yang dihadapi Arimatea dalam menangani kasus-kasus mualaf?

Pertama, hampir semua seragam masalah utama adalah "dana". Saat bicara mengenai mualaf, pasti akan beringgungan dengan uang. kecuali mualaf yang sudah kaya. Tapi kami lihat mayoritas mualaf yang kurang mampu juga banyak atau awalnya mampu tapi kemudian keluar dari komunitas keluarga. sehingga jadi musafir. Mau tak mau, maka menjadi masalah besar.

Kedua, SDM dan fasilitas. Ada mualaf datang, meminta bantuan untuk belajar agama tapi anehnya mereka banyak yang tak mau ditampung dan itu jelas merepotkan kami. Karena, jelas tak mungkin kami mendatangi mereka satu-satu untuk mengajar agama. Jadi, pembinaan di sini mengalami kesulitan. Akhirnya mereka lepas begitu saja. Arimatea hanya bisa memberi solusi untuk mempertahan kondisi sebagai mualaf.

Saya heran, NU dan Muhammadiyah yang sudah memilkiki gedung sudah seharusnya mereka punya basecamp mualaf (mualaf center). Saya bingung kenapa hal ini tak diwujudkan. Ya, mungkin karena tadi bahwa kasus-kasus mualaf banyak jadi beban. Karena image mualaf itu, sudah jadi beban saja!!!! sehingga NU dan Muhammadiyah lebih ke pesantren dan sekolah.

Coba Arimatea diberi tanah atau bangunan wakaf, tentu Arimatea akan menjadikan basecamp untuk mualaf (persinggahan mualaf). Dengan memiliki tempat singgah itu, tentu kami akan memberikan semacam pelatihan dan lain sebagainya. Karena sudah ada tempat menginap, sehingga kurang lebih mualaf bisa tiga bulan tinggal di sana kemudian kita mencarikan usaha dan setelah itu akan kita lepas. Tetapi, sampai kini kami mandiri dan tidak berhasil mengumpulkan ormas2 untuk mewujudkan gagasan itu!!!!

Apa karena di Indonesia ini belum ada persatuan mualaf itu?

Belum ada. Sebagai contoh, dari masjid istiqlal misalnya jika ada mualaf, mereka nelpon ke saya. Juga kadang dari Dewan Dakwah telpon ke sini. jadi, saya merasa aneh!!! Dari teman Muhammadiayah juga seperti itu. Padahal, mereka semua itu berada di bawah naungan organisasi besar. Seakan-akan melimpahkan ke Arimatea.

Jika masalahnya, soal dana, bukankah dalam islam sebenarnya ada dana dari zakat sebesar 1/8 untuk mualaf itu?

Betul. Dulu Arimatea pernah memasukkan proposal ke badan2 penerima zakat, tapi tidak semudah itu kenyataan yang ada dan Arimatea belum pernah mendapat bantuan seperti itu. Arimatea sendiri kan juga bukan lembaga pengumpul zakat. Akhirnya, ya sudah! Arimatea mandiri untuk menangani kasus-kasus mualaf itu. Kami mandiri tidak mengandalkan infaq, sumbangan atau bantuan dari siapa2, paling2 dengan menjual vcd. Itu tadi, akhirnya Arimatea menjadi lincah juga karena tidak tergantung pada siapa2.

Lebih jelasnya, Arimatea belum mencoba memaksimalkan dana dari 1/8 zakat untuk mualaf itu.

Bagaimana Anda dan Arimatea melihat kasus-kasus mualaf yang hanya dijadikan kedok, semisal untuk menikah yang belangan ini ramai diperbincangkan?

Memang, Arimatea tak hanya mensinyalir kasus-kasus seperti itu tapi juga menemukan bukti banyak. Itu sengaja! Lebih jelasnya, kita harus membedakan antara kepentingan lembaga misi dan kepentingan personal dari seorang kritiani. Bahwa seorang kristiani sudah elekat dalam hidup ada semacam jiwa untuk menyampaikan injil. Beda dengan orang ISlam, dan kami menemukan banyak kasus memang ini misi. Yang pura-pura jadi mualaf itu banyak dan karena mualaf maka mereka ditampung oleh sebuah keluarga dan kemudian diam-diam mendekati anak perempuannya dan kemudian menikah, dan setelah itu misi untuk mengajak ke agama Kristen itu mulai ada.

Bahkan Arimatea selama tahun 2005 saja, menemukan hampir 120 kasus pernikahan beda agama ini. Ternyata memang ada operasi-operasi dari mereka itu yang sifatnya rahasia. Kami sudah menemukan, pertama disebut dengan gerakan BENTENG KRISTEN. mereka sengaja melepaskan misioner2 muda untuk menjadi mualaf dan kemudian mendekati keluarga muslim dengan target untuk menikahi wanita muslim dengan tujuan misi kristenisasi. Yang kedua, disebut dengan gerakan Air Mata (Akhlak Iman Remaja Muslim Akan Terkikis Habis). Salah satu program mereka itu adalah hamilisasi, remaja perempuan suka ke musik dan berpaiakan yang minim2. bahkan mereka menggunakan cara kotor dengan meneteskan obat mata, sehingga disebut air mata itu. dan itu sifatnya nasional....

Dari sekian kasus mualaf yang ditangani Ari matea, lebih banyak mana mualaf yang menjadi beban dengan yang tidak dan berapa prosentasenya?

Nyaris kondisi mualaf itu menjadi beban bagi masyarakat Islam, dan kalau diprosentasekan memang sekitar 80 persen menjadikan beban. Tetapi walau bagaimana pun, sebetulnya kontekstual beban itu sendiri juga kewajiban bagi umat Islam. Tapi beban ini kemudian berkepanjangan. karena umat islamj sendiri kurang pandai dalam hal menyalurkan mereka itu menjadi orang yang mandiri. Kesalahan kita juga!!!!

Bagaimana menurut Arimatea agar delima beban mualaf itu tidak menjadi beban?

Ok! saya mengusulkan bagaimana Hidayah bekerja sama dengan Arimatea menggagas atau mencari solusi untuk kasus beban mualaf ini.

Pertama, Hidayah-Arimatea mengundang seluruh orgasinasi yang ada hubungannya dengan mualaf untuk memecahkan kasus-kasus mualaf. Dengan lebih rielnya kita adakan konsolidasi dan kegiatan. Kedua, kita meminta kepada pemerintah dan mereka semua untuk disediakan fasilitas --setidaknya menyediakan tempat untuk penampungan. Ketiga, adalah kita ingin mengumpulkan para donatur mualaf yang tetap.

Tidak ada komentar: