Minggu, 01 Oktober 2006

apa bencana itu adzab Allah?

wawancara dengan Wahyudi KS, Dosen STAI Al-Fatah Bogor ini dimuat di majalah hidayah edisi 63 oktober 2006

Belakangan ini, negeri Indonesia seperti tiada henti digoncang gempa. Bagaimana kejadian itu jika dilihat dari prespektif agama?

Terjadinya bencana itu bisa dilihat dari dua sisi. Pertama, adalah sebuah bencana alam. Kedua, adalah karena ulah manusia sendiri. Dilihat dari prespektif pertama, gempa itu jelas karena pergeseran-pergeseran lempengan yang terus bergerak bahkan sampai pantai selatan dan kabarnya ke Maluku. Kemudian dari sisi aqidah, di samping sebagai bencana alam, gempa itu juga dikarenakan ulah tangan-tangan manusia --sebagaimana diterangkan dalam al-Qur`an, bahwa segala kerusakan yang terjadi di darat maupun di laut itu karena ulah tangan-tangan manusia. Artinya, secara fisik manusia yang melakukan kerusakan dan secara non-fisik itu bisa dimaknai karena kedurhakaan manusia sebab melalaikan ayat-ayat Allah, berbuat maksiat, tidak zikir (ingat) kepada Allah, dan syirik.

Jadi, bencana datang tak dikhususkan kepada orang-orang yang dholim saja (seperti dikatakan al-Qur`an, ‘Hendaklah engkau takut di mana kalau fitnah itu terjadi , tidak hanya dikhususkan pada orang-orang yang dholim’. Dengan demikian, ada 3 nilai berkaitan dengan bencana itu. Pertama, sebagai bala (ujian), yang kedua sebagai pelajaran (tadzkirah) dan yang ketiga sebagai adzab.

Dengan konteks bencana seperti di atas, mungkinkah religiusitas (umat Islam) Indonesia dalam menjalani puasa tahun ini bisa meredam gejolak dan amukan pergeseran lempeng yang mengakibatkan bencana alam (semisal gempa) tidak terjadi di kemudian hari?

Bencana alam ini, bagi Allah sebenarnya Maha Mudah. Sebab bagi Allah hal itu lebih mudah daripada membalikkan telapak tangan. Namun yang prinsip bagi kita, kapanpun bencana itu datang kita sedang dalam keadaan menjaga diri (dari sisi tauhid) dan dalam keadaan benar sehingga kalau kita mati akan mati syahid. Tetapi, kalau kita dalam keadaan durhaka jelas kita tidak mati syahid.

Semua (di dunia ini) bisa berubah dengan doa. Tapi tentunya tidak secara spontanitas karena doa itu sendiri juga butuh aplikasi. Kalau dalam al-Qur`an surat an-nisa` 146, paling tidak ada empat hal yang harus kita lakukan. Pertama, adalah tobat (kembali kepada Allah dengan menyesali segala kesalahan dan kekeliruan yang telah dilakukan), kedua adalah islah (memperbaiki diri), ketiga, adalah i`tishom billah (memegang teguh pada Allah atas apa yang telah kita perbaiki), dan yang keempat adalah ikhlas.

Dapatkah puasa tahun ini yang sebelumnya dilanda bencana alam akan memberi semacam perubahan dan kearifan-kearifan bagi umat Islam Indonesia?

Justru ini adalah satu moment yang bagus untuk menyadarkan umat manusia. Kondisi seperti ini menjadi moment baik untuk membuat kita sadar, terutama bagi umat Islam yang di negeri ini menjadi mayoritas –bisa memberikan kesadaran untuk kembali kepada ajarannya.

Sebab kebanyakan umat Islam di negeri ini baru pada tingkat permukaan (KTP) saja sehingga realitasnya kita kerap menjumpai banyak orang yang mengaku Islam tetapi tidak shalat dan tidak shaum (puasa). Bahkan saya sempat datang ke Yogya (setelah dilanda gempa), tepatnya di Rumah Sakit Bantul sekitar 60 orang yang kita temui (saya jadikan sebagai koresponden) ternyata hanya 20 persen yang melakukan shalat. Padahal, di antara 60 orang itu hanya 1 orang yang non-muslim. Akhirnya kita mengingatkan mereka untuk shalat dan mengajari shalat dalam keadaan berbaring, karena di antara mereka ada yang patah tulang dan lain sebagainya.

Begitu juga di Pangandaran, orang yang tidak maksiat itu pun juga terkena. Termasuk salah satu anggota jamaah saya. Dengan demikian, saat puasa ini adalah moment yang bagus untuk membangun kesadaran. Alhamdulillah, dengan adanya nasehat-nasehat itu mereka bisa sadar. Saya sampai mengajari shalat dan wudhu karena selama ini mereka tidaklah pernah mendapatkan pelajaran seperti itu. Bahkan dalam pikiran mereka, ketika sakit tak dikenai kewajiban shalat. Akhirnya, kita ajari shalat.

Dengan kenyataan bencana alam yang terjadi bertubi-tupi, seperti gempa dan tsunami, bagaimana jika puasa tahun ini menjadi puasa terakhir bagi kita semua?

Itu yang terpenting. Sebab yang terpenting bagi adalah berbaik sangka kepada Allah. Apapun yang Allah berikan kepada kita baik maupun buruk, kita harus berbaik sangka. Karena di dalam al-Qur`an dikatakan (di dalam surat al-Hadid; 57: ayat 52). Jadi, apa yang terjadi di muka bumi ini tidak akan terjadi pada dirimu, kecuali sesuatu yang telah tercatat di lauhul mahfud. Sebelum kejadiannya. Yang demikian itu agar engkau tidak berputus asa dengan apa yang lepas darimu dan tidak bangga dengan apa yang datang padamu.

Ayat yang lain, surat an-nisa` ayat 79 disebutkan segala kebaikan datang dari Allah dan segala keburukan datang dari dirimu sendiri. Jadi, inilah satu kesempatan kita untuk berkhusnudhon, berbaik sangka ketika musibah itu terjadi. Bagi orang muslim, kena bala (musibah) itu dia dapat pahala kalau dia bersabar. Dengan musibah, dia akan naik derajat keimanannya. Bagi orang yang diberi peringatan (tadqirah) oleh Allah, ada dua kemungkinan baginya; dia kembali pada kebenaran atau dia menjadi lebih durhaka. Dengan adzab itu --yang tidak ada niat untuk kembali –semakin putus asa. Makin dia berprasangka buruk kepada Allah dan inilah yang banyak terjadi di daerah yang tertimpa bencana.

Jadi, memasuki bulan suci Ramadhan ini adalah saat yang kondusif untuk memberikan kesadaran agar kita lebih arif dalam memandang permasalahan tidak dengan emosional, dengan penuh keimanan terutama berbaik sangka kepada Allah.

Yang kedua, ridha atas keputusan Allah. Nah, ridha atas keputusan Allah ini tidaklah mudah. Ridha ketika kita diberikan kesulitan, ridha ketika kita diberikan kemudahan. Jadi stabil. Orang yang ridha inilah --disebut Allah dalam al-Qur`an-- disebut sebagai orang yang tawakkal. Dalam hadits disebutkan, kalau kamu ridha atas pembagian Allah kepada kamu maka kamu akan menjadi umat yang paling kaya di antara kalian. Jadi kalau kita ridha, kita menjadi orang yang paling kaya. Akan bahagia, tenang, dan tentram karena apa pun yang diberikan oleh Allah kepada kita akan kita terima dengan ikhlas.

---------------------
Biodata:
Nama : Wahyudi KS
Tempat tanggal lahir : Garut, 20 April 1968
Pendidikan Terakhir : S2
Pekerjaan : Dosen STAI Al-Fatah Bogor
Alamat : Ponpes Al-Fatah Pasir Angin Cilengsi Bogor 16820

Tidak ada komentar: