Sore itu, Abu Nawas sedang mengajar. Tiba-tiba datang seorang wanita tua dan pemuda Mesir ingin bertemu. Setelah Abu Nawas menyuruh keduanya masuk, wanita tua itu berkata sebentar lalu dilanjutkan pemuda Mesir.
Setelah mendengar pengaduan itu, Abu Nawas segera menyuruh murid-muridnya untuk menutup kitab dan berkata, “Sekarang kalian pulanglah. Datang malam hari nanti, ajak teman-teman kalian dengan membawa cangkul, kapak dan martil.”
Semua murid Abu Nawas terhenyak kaget. Sebab sepengetahuan mereka, tidak pernah Abu Nawas memerintahkan hal seperti ini. Meski sempat heran, tapi mereka tak berkata apa-apa --patuh terhadap apa yang diperintahkan Abu Nawas.
Saat malam tiba, mereka datang ke rumah Abu Nawas membawa peralatan yang diminta. “Hai kalian semua! Pergilah malam ini juga ke rumah Tuan Kadi. Rusak rumah Tuan Kadi!” perintah Abu Nawas.
“Apa? Merusak rumah Tuan Kadi?’ tanya murid-muridnya serentak.
“Ya! Kalian jangan ragu. Laksanakan saja perintahku!” Kata Abu Nawas tegas menghapus keraguan murid-muridnya, “Jika nanti ada yang mencegah kalian, jangan pedulikan! Pecahkan saja kaca rumah Tuan Kadi. Siapa yang bertanya, katakan saja aku yang menyuruh kalian…”
Setelah menerima perintah, murid-murid Abu Nawas bergerak ke rumah Tuan Kadi. Orang-orang kampung merasa heran melihat mereka bersorak-sorak. Lebih dari itu, tiba-tiba langsung merusak rumah tuan Kadi. Orang-orang kampung sempat maju mencegah mereka namun jumlah murid-murid Abu Nawas cukup banyak maka orang-orang kampung tak kuasa mencegah.
Setelah tahu kalau rumahnya dirusak, Tuan Kadi keluar. Ia berkata, “He… Siapa yang menyuruh kalian merusak rumahku?”
“Guru kami, Tuan Abu Nawas, “ jawab murid-murid Abu Nawas.
Akhirnya rumah Tuan Kadi sudah rata dengan tanah. Tuan Kadi marah-marah karena tidak ada orang yang bisa mencegahnya, “Dasar Abu Nawas! Awas, besok pagi akan kulaporkan kepada baginda…”
Esok harinya, Tuan Kadi menghadap baginda. Abu Nawas pun dipanggil untuk menghadap. “Kenapa kamu merusak rumah Tuan Kadi?” Tanya Baginda raja kepada Abu Nawas.
Abu Nawas dengan enteng berkata, “Begini ceritanya, Baginda! Suatu malam, hamba bermimpi bahwa Tuan Kadi menyuruh hamba merusak rumahnya. Sebab rumah itu tak cocok baginya, ia menginginkan rumah yang lebih bagus lagi. Ya, karena mimpi itulah maka hamba kemudian merusak rumah Tuan Kadi.”
“Hai Abu Nawas…. Bolehkah karena mimpi, kemudian kamu memerintahkan murid-muridmu merusak rumah Tuan Kadi? Hukum dari mana itu?”
“Hamba memakai hukum Tuan Kadi ini, Tuanku,” kata Abu Nawas sambil menunjukkan jari telunjuk ke arah Tuan Kadi. Muka Tuan Kadi tampak pucat.
Setelah Tuan Kadi bengong, Abu Nawas melanjutkan kata-katanya, “Baginda… beberapa hari lalu ada seorang pemuda Mesir datang ke Baghdad ini untuk berdagang sambil membawa harta. Suatu malam, dia bermimpi kawin dengan anak Tuan Kadi dengan mahar yang lumayan banyak. Ini hanya mimpi baginda, tapi Tuan Kadi yang mendengar kabar itu langsung mendatangi sang pemuda Mesir dan meminta mahar anaknya. Tentu saja, pemuda Mesir itu tak mau membayar karena itu hanya mimpi. Nah, di sinilah terlihat arogansi Tuan Kadi, karena dia ternyata merampas semua harta milik pemuda Mesir sehingga menjadi gelandangan dan akhirnya ditolong wanita tua penjual kahwa.”
Baginda masih belum percaya dan memerintahkan untuk memanggil si pemuda Mesir. Pemuda Mesir itu kemudian datang. “Hai pemuda Mesir, ceritakanlah hal-ihwal dirimu sejak kamu datang ke negeri ini,” pinta sang baginda. Pemuda Mesir itu lalu menceritakan semuanya. Bahkan pemuda itu membawa saksi, yaitu pemilik tempat kost dia menginap.
“Kurang ajar! Ternyata aku telah salah mengangkat Kadi,” murka baginda. Kadi itu pun dipecat. Seluruh harta bendanya dirampas dan diberikan kepada si pemuda Mesir. (n. mursidi/dinukil dari Abu Nawas; Cuplikan Kisah 1001 Malam, Rahimsyah, Penerbit Amelia, Surabaya, 2003).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar