Selasa, 18 April 2006

24 jam bersama ustadz yusuf mansyur

tulisan ini dimuat di majalah hidayah edisi 57 april 2006

Ustadz muda ini boleh dikata kian berkibar namanya. Apalagi belakangan ini wajahnya yang imut-imut bisa disaksikan di layar tv dalam sinetron Maha Kasih (RCTI). Jelas, kiprah itu semakin menggenapi popularitas ustadz asal Betawi ini cepat melejit.

Di sisi lain, dakwah yang diterapkan juga lain. Dengan mengusung keutamaan sedekah sebagai satu tawaran untuk mengatasi masalah yang melanda umat, rupanya metode itu cukup "ampuh" memikat jama`ah. Tak salah, jika dai pimpinan Pondok Pesantren Tahfidzul Qur`an ini kemudian jadi ikon baru di dunia dakwah. Sederet permintaan tausiyah dan shooting pun kini tak bisa ditepis, membanjiri jadwal keseharian ustadz satu ini.

Di sela-sela kesibukan ustadz Yusuf Mansur yang cukup padat itulah, saya mendapat kesempatan melakukan peliputan bareng selama 24 jam (4-5 Februari 2006). Kesempatan itu berawal dari permintaan saya lewat telpon di Sabtu pagi (pukul 09.00), 4 Februari 2006. Padahal, kala itu ustadz Yusuf masih berada di Palembang. Kendati demikian, ustadz Yusuf mengatakan akan segera terbang ke Jakarta dan berpesan kalau mau meliput, saya harus sudah tiba (ada) di Ragunan pukul 13.00 dan dari situ liputan bisa dimulai.

Di luar dugaan, pesawat yang ditumpangi ternyata di-delay. Akibatnya, jadwal ustadz Yusuf pun kemudian menjadi mundur, termasuk saat tiba di Ragunan. Sebab papa dari Wirda Salamah `Ulya ini juga perlu menyempatkan diri pulang ke rumah dahulu sebelum ke lokasi shooting. Untunglah, tatkala menunggu di Ragunan itu saya ditemani oleh pak Udin (pimpinan produksi Maha Kasih) yang juga menunggu kedatangan ustadz Yusuf, selanjutnya mengantar ke lokasi shooting.

Sabtu, 4 Februari 2006
Mobil Mercy 200 warna biru tua milik ustadz Yusuf yang dikendarai sopir pribadinya, pak Tohari akhirnya tiba di Ragunan pukul 14.55. Pak Udin meminta saya berdiri, untuk ikut mobil ustadz Yusuf. Setelah kami naik, mobil meluncur ke lokasi shooting dipandu pak Udin. Lima menit kemudian, mobil tiba di lokasi. Sambutan dari kru SinemArt segera berhamburan untuk bersalaman dengan ustadz Yusuf.

Sebenarnya di lokasi shooting, kru sudah lama menunggu sehingga saat ustadz Yusuf datang, segera diminta masuk ke sebuah rumah yang disewa untuk ruang kostum. Sehabis itu, shooting dimulai. Namun ada yang lain dalam shooting kali ini. Jika dalam epidode sebelumnya, dai muda ini kebagian peran sebagai ustadz yang hanya memberi tausiyah tapi dalam shooting senetron "Maha Kasih" episode Anak yang Ditanggung Allah ini, terlibat pula sebagai pemain.

Tak terasa, shooting itu memakan waktu satu setengah jam. Shooting selesai pukul 16.15 dan ustadz langsung undur diri, karena ada jadwal lain. Setelah pamitan, mobil menuju ke studio RCTI. Dalam perjalanan itu, saya melontakan satu pertanyaan, kenapa kini ustadz terlibat pula sebagai pemain? "Saya masuk ke dalam (menjadi pemain juga), setidaknya ingin mengontrol agar arah sinetron sesuai dengan visi awal", jawab ustadz ini kalem.

Siang berganti sore. Tepat pukul 17.00, ustadz Yusuf tiba di RCTI. Di depan Studio 4, rupanya ustadz Yusuf sudah ditunggu salah satu kru RCTI. Namun sebelum masuk studio 4, ustadz diminta ke ruang ganti dulu. Sembari di-mik up, ustadz dikasih naskah untuk dihafal.

Sekitar 10 menit kemudian, ustadz Yusuf masuk studio 4. Di studio itu, ada Saptono (produser) dan Gola Gong (penulis naskah Hikmah Fajar Cafe Soleh) yang sedang memandu latihan. Sementara para pemain serial Hikmah Fajar, seperti Pak Mahmud yang tidak lain Pak Darsono (pemeran Pak Yanto dalam Bajaj Bajuri yang kali ini jadi bintang tamu), Bang Opi (nama gaul Muhammad Lutfi) dan Bung Bejo (Agus) berdialog sembari memegang naskah di tangan. Saat ustadz Yusuf tiba, mereka berhenti sejenak dan bersalaman, kemudian berlatih kembali. Setengah jam berikutnya shooting dimulai.

Dalam shooting (Hikmah Fajar yang ditayangkan RCTI setiap Jum`at sehabis subuh) ini, ustadz kebagian memberikan tausiyah. Shooting episode ke-4 "Membujuk Allah dengan Sedekah" berbentuk semidrama itu dibuka dengan acting Pak Mahmud yang membagi-bagikan uang kepada anak-anak yatim. Padahal uang itu hasil dari berjudi. Kontan, Bang Opi ribut mempertanyakan hukum uang haram itu. Saat ribut itu, ustadz masuk, lalu menjelaskan duduk perkara.

Shooting berakhir pukul 18.30. Lalu, ustadz shalat maghrib berjama`ah di mushalla RCTI. Habis shalat, ustadz istirahat. Saya mengira shooting sudah selesai. Tapi, nyatanya masih dilanjutkan episode 3 "Sedekah Kasar", di mana ustadz memberikan ceramah tentang pentingnya keikhlasan dalam bersedekah.

Shooting ini, memakan waktu satu jam. Ustadz melapas jeda. Istirahat. Waktu itu, pukul 19.30. Kru RCTI mempersilahkan makan. Selama satu setengah jam berikutnya, ustadz menghabiskan waktu nonton tv dan berbincang-bincang. Tepat pukul 20.15, ustadz Yusuf mengajak saya pulang ke rumah ustadz Yusuf (di Cipondoh). "Biar nanti bisa melihat-lihat pondok sekaligus bisa shalat tahajud bareng," saran ustadz, suami dari Maimunah ini dalam perjalanan. Telpon selulernya acapkali berdering dan obrolan pun mengalami jeda.

Malam merambat pelan. Mobil memasuki halaman rumah pukul 20.57. Dua orang tamu, sudah menunggu di depan pondok Tanfidzul Qur`an, yang terletak persisi di samping rumah ustadz. Saat turun dari mobil, dua tamu itu segera menyambut. Lalu, terjadilah pembicaraan yang membuat saya tahu bahwa tamu itu utusan dari panitia pengajian 1 Muharram 1427 H yang menjemput ustadz Yusuf untuk mengisi ceramah.

Ustadz masuk rumah. Tak lama kemudian, ustadz menginstruksikan pak Tohari segera berangkat ke lokasi pengajian pukul 21.15. Kali ini, ustadz mengajak Ridwan, salah seorang santri yang sudah dua tahun ikut ngenger. Di perjalanan, saya baru tahu jika keikutsertaan Ridwan itu tak ada lain kecuali untuk memijati ustadz agar sedikit rileks. Sebab sebelumnya ustadz telah mengisi trainning (bekerjasama dengan Bank Mandiri) di Palembang.

Perjalanan ke lokasi pengajian yang melewati persawahan di tengah gelap malam itu memakan waktu sekitar satu jam. Rupanya, pengajian kali ini diadakan di tengah lapangan, di sebuah kampung terpencil (yang terletak di kampung Rawakidang, Kec. Sukadiri, Tangerang). Sampai di lokasi pukul 22.25. Sambutan hangat pun menghambur. Warga berebut bersalaman. Lalu ustadz diajak ke mushalla, beramah tamah. Pukul 23.00, tausiyah dimulai dan sebelum itu ada acara santunan buat anak-anak yatim yang diserahkan oleh ustadz Yusuf.

Dalam tausiyah kali ini, ustadz mengangkat tema keutamaan sedekah. Sudah menjadi ciri khas "ustadz sedekah" ini setiap kali memberi ceramah dengan membuka prolog, "Bagi yang mempunyai masalah, semoga diselesaikan Allah. Yang punya masalah utang, jodoh dan keluarga, semua diselesaikan Allah, amien!" Demikian sapa ustadz dengan santun dan setelah itu bercerita tentang kisah orang-orang yang bisa lepas dari masalah setelah bersedekah.

Meski siraman ruhani berlangsung di tengah malam yang dingin, namun tak mengurangi kekhusukan jama`ah. Ceramah itu seperti sugesti yang menggerakkan hati peserta pengajian sehingga saat ustadz meminta kesadaran jama`ah untuk merogoh kocek guna menyantuni anak yatim di kampung Rawakidang, dalam waktu sekejap saja panitia bisa mengumpulkan uang lumayan banyak. Pukul 23.55 ustadz pulang ke rumah.

Tanggal 5 Februari 2006
Tengah malam, pukul 00.50 ustadz Yusuf sudah tiba di rumah. Ada rasa lelah yang terbaca dari raut wajahnya. Karena itu, ustadz segera masuk ke rumah. Istirahat. Sementara Ridwan menghidangkan makan malam buat saya. Seusai shalat Isya`, hidangan ayam goreng –bingkisan dari panitia pengajian-- itu membuat perut saya terisi. Habis makan, saya tidur di pondok Tanfidzul Qur`an.

Sebelum adzan subuh menggema, saya terbangun pukul 04.00. Hujan turun lebih dari sekadar gerimis. Embun membekas di dinding pondok yang menggenapi rasa dingin. Beberapa santri sudah menunggu ustadz di mushalla pondok untuk shalat berjamaah. Tapi saat ustadz Yusuf keluar dari rumah ternyata meminta santrinya berjamaah di mushalla kampung. Ustadz Yusuf mengimami shalat subuh pukul 04.50.

Hujan belum reda. Sehabis shalat subuh itu sebenarnya dai yang juga hafidz ini ingin mengajak saya ke pondok Tahfidzul Qur`an II yang berada di Cileduk (jadwal yang tertera di pondok sempat saya baca; habis subuh itu adalah waktu santri setor hafalan), tapi karena Wirda (anak pertama ustadz) tak enak badan, membuat rencana itu jadi batal. Dari mushalla, ustadz yang memiliki dua putri ini memilih menghabiskan waktu bersama keluarga. Sepanjang pagi itu saya berada di pondok menikmati gorengan di sela-sela hujan yang turun nyaris lebat.

Hujan masih turun, meski sudah tidak lagi selebat subuh tadi. Saat saya lagi santai, sekitar pukul 07.00 itulah, tiba-tiba datang seorang tamu -diantar warga setempat yang mau bertemu ustadz. Tamu yang mengaku dari Jombang itu saya sambut, karena ustadz masih istirahat. Sempat pula saya bercengkrama panjang lebar dengannya, karena lima belas menit kemudian ustadz Yusuf baru ke pondok menemui tamu tersebut.

Setelah bersalaman, tamu itu mengutarakan maksud kedatangannya. Saya mendengar pembicaraan itu dan tahu bahwa tamu itu sedang mengembangkan lembaga pendidikan di Jombang dan menghadapi kendala kekurangan dana dan juga tenaga pengajar. Ustadz Yusuf lalu memberi beberapa saran dan masukan.

Setengah jam kemudian, ustadz meminta saya untuk berangkat ke pondok di Celeduk terlebih dahulu karena di pagi itu (pukul 08.00) ustadz Yusuf menyempatkan ke klinik guna mengantarkan Wirna yang lagi sakit. Saya diantar Ridwan ke pondok II. Sesampai di sana, pengajian wisata hati yang biasa digelar rutin setiap minggu pagi itu sudah dimulai. Ada beberapa mobil memenuhi halaman masjid Nurul Amin Wisatahati, Bulaksantri. Tatkala saya tiba, tausiyah diisi ustadz Abdul Rohim lalu ustadz Hendi dan ustadz Amin Munawar.

Tepat pukul 09.45 ustadz Yusuf tiba dan langsung memberikan tausiyah. Sudah jadi jurus andalan ustadz satu ini untuk mengangkat tema sedekah. Pengajian selesai pukul 10.45. Peserta segera menghambur untuk menyalami pemimpin dari Wisatahati ini. Tak sedikit yang mengadukan masalah, mengajukan permintaan untuk mengisi ceramah dan foto bersama.

Lagi-lagi, acara lain sudah menghadang. Pukul 10.45, ustadz Yusuf langsung menuju tempat pernikahan adik ipar ustadz Jamil di Poris, Pelawan. Ustadz Yusuf diundang untuk memberi ceramah. Perlu diketahui, sejak perjalanan ke tempat pernikahan itu, saya tak lagi sendirian menemani perjalanan ustadz Yusuf. Sebab ikut pula bersama kami, Damanhuri --wartawan Republika. Pukul 11.15 kami sampai di lokasi. Setelah ustadz Yusuf dijamu, langsung berceramah dan kali ini mengangkat tema "Nasehat buat Pengantin". Ceramah kali ini amat singkat, cuma 10 menit. Lalu ustadz diminta foto bersama pengantin dan juga keluarga.

Rupanya, di tempat pernikahan itu sudah ada tiga perempuan yang menjemput ustadz Yusuf untuk diajak mengisi pengajian keluarga di Lebak Bulus. Tetapi, karena ustadz tidak membawa pakaian untuk shooting (jadwalnya jam 15.00), terpaksa pukul 11.15 balik ke rumah dahulu. Sekitar pukul 12.00, ustadz sampai di rumah. Istirahat sebentar dan shalat dhuhur berjamaah di mushalla pondok.

Tepat pukul 12.30 pak Tohari mengetir mobil menuju Lebak bulus. Kurang lebih pukul 14.00, ustadz sudah sampai di lokasi. Lima menit kemudian, ustadz Yusuf membuka ceramah di hadapan keluarga besar Banten, Arif Sanjadirdja, tepatnya di rumah Pak Budi-Ibu Ida. Dengan mengangkat tema "Bagaimana Menghadapi Masalah" ustadz memukau pendengar yang kebanyakan wanita itu. Dengan retorika yang enak didengar, siraman ruhani kali ini membuat mereka terkesima. "Soal utang, itu bukan masalah. Soal jodoh juga bukanlah masalah besqr. Masalah yang sebenarnya itu adalah bila setiap langkah kita tak pernah melibatkan dan jauh dari Allah SWT," kata ustadz Yusuf Mansur.

Dengan gaya ceramah yang bernas seraya menyisipi cerita tentang tukang becak yang dapat pergi haji lantaran melakukan shalat tahajud dan sedekah, keluarga besar Banten itu acap tertawa renyah karena lelucon dan gurauan ustadz. Hingga tak terasa pengajian sudah berlangsung 45 menit. Jama`ah sempat meminta ustadz untuk terus memberi siraman ruhani, namun ustadz mengakhiri ceramah karena harus memenuhi jadwal shooting.

Saat keluar dari tempat pengajian (pukul 15.00) itu, hujan yang turun sejak pengajian dimulai ternyata belum reda. Tetapi jadwal shooting tak bisa dilalaikan. Segera mobil ustadz Yusuf melaju dan merangsek di tengah keramaian kota ke Kramat Jati. Setelah mobil keluar dari jalan tol, memasuki Pasar Rebo, saya minta undur diri. Jam kala itu tepat di angka 15.20. Saya turun tepat di perempatan Pasar Rebo dan mobil ustadz Yusuf kemudian belok ke kiri menuju lokasi shooting sinetron Maha Kasih yang kali ini –kata ustadz Yusuf-- akan dibintangi Rano Karno.


Tidak ada komentar: