Senin, 01 Januari 2007

meninggal usai mengumandangkan adzan jum`at

cerita ini dimuat di majalah hidayah edisi 66 januari 2007

Tak seorang pun yang tahu, kapan dan di mana ia akan menemui ajal. Juga, dalam keadaan apa kematian itu nanti menjemput. Kematian adalah rahasia Allah. Oleh sebab itu, orang yang bernasib mujur adalah orang yang menemui ajal ketika ia sedang menjalankan ibadah, entah itu menunaikan shalat, haji atau ibadah-ibadah yang lain, seperti akhir kisah dari seorang muadzin di bawah ini yang tiba-tiba tersungkur, lalu menutup mata seusai mengumangkan adzan Jum`at.

Kisah yang terjadi awal Desember 2005, tepatnya di desa Rajabasat, Kecamatan Lama, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung ini semoga saja bisa menjadi satu ibroh atau teladan bagi kita semua dalam menjalani hidup ke depan. Karena, saat maut menjemput, lelaki yang bernama Ahmad Sholeh (45 thn) ini usai menjalani satu ibadah. Ia menutup mata dengan tenang, tak berapa lama, setelah ia mengumandangkan adzan Jum`at, dengan tak disangka-sangka setelah tersungkur jatuh dari pundak salah seorang jama`ah yang berada di samping almarhum.

Meninggal Tiba-tiba
Siang itu hari Jum'at awal Desember 2005. Matahari sudah berada di atas kepala. Panas menyengat dan gerah. Tetapi, orang-orang muslim di desa Rajabasat, tak urung beranjak dari rumah, berbondong-bondong pergi ke Masjid At-Taqwa yang terletak di tengah kota. Waktu shalat Jum'at pun tiba dan seorang muadzin, Ahmad Sholeh berdiri dari tempat duduk menuju ke mighrab. Dengan suara lantang, dia mengumandangkan adzan.

Jama`ah yang ada di masjid terpaku diam, dengan khusuk mendengarkan dan juga menghayati alunan adzan Ahmad (demikian dia biasa dipanggil oleh warga desa) yang merdu, menyentuh hati. Suara adzan itu mendayu-dayu dan ritme yang terdengar pun bahkan serasa seperti siraman air yang menyejukkan hati, ada semacam sentuhan ghaib yang merenggut qalbu, sehingga tercipta keteduhan dan suasana yang tenang.

Hingga kemudian, adzan yang dikumandangkan olrh Ahmad berakhir. Jama`ah memanjatkan doa (usai adzan berakhir), lantas serentak berdiri melaksanakan shalat sunnah dua raka'at. Sejurus kemudian, sang khatib beranjak ke mimbar, mengucapkan salam dan memulai berkhutbah.

Tetapi, Ahmad yang saat itu duduk di shaf pertama entah kenapa tiba-tiba roboh ke samping kiri, menyandar di bahu seorang jama'ah yang berada tepat di sampingnya. Dan orang yang berada di samping Ahmad itu, hanya mengira kalau Ahmad sedang disergap kantuk. Ia pun hanya diam, karena tak enak jika harus menyentil bahu Ahmad.

Tetapi beberapa saat kemudian, Ahmad ternyata tidak kuasa menahan diri. Dia tak bangun atau sadar sehingga lepas dari sandaran bahu orang yang ada di samping Ahmad tersebut, melainkan tiba-tiba tersungkur jatuh, roboh ke depan. Tubuh Ahmad terlihat lemas, mengundang heran jama`ah dan juga setangkup rasa curiga. Apalagi, dia dalam posisi yang seakan-akan sedang sujud sekaligus juga sedang tengkurap hanya saja tampak dahi Ahmad tidak persis menempel di sajadah.

Seketika itu, para jama'ah yang berada di shaf awal dekat tempat Ahmad pun tersentak kaget, terperanjak. Lama, Ahmad tidak juga bangun. Kontan, seorang jama'ah yang bernama Bahron segera membopong Ahmad untuk dibawa ke luar ruangan atau dibawa ke beranda masjid dengan dibantu oleh beberapa orang jama'ah. Di beranda itu, Bahron kemudian berusaha mengusap-usap wajah Ahmad, juga menempelkan telapak tangannya tepat di dada Ahmad, "Eh, jantungnya masih berdetak," seru Bahron pada orang-orang.

"Kalau begitu, cepat-cepat dibawa ke rumah sakit!" timpal jama'ah lainnya.

Ahmad pun dibaringkan dengan kaki membujur. Napas Ahmad tampak lemah, ritmis dari detak jantung yang nyaris tak berdegup dengan kencang. Orang-orang panik dan sungguh dicekam bingung...

Jenazah Enteng
Akhirnya, salah seorang dari jama'ah memberitahu keluarga Ahmad. Keluarga Ahmad datang, lalu membawa laki-laki yang biasa menjadi muadzin itu ke rumah sakit. Tapi, sayang seribu sayang dan semua itu tak bisa dielakkan lagi. Belum sempat Ahmad sampai di rumah sakit, belum sempat tubuh Ahmad itu disentuh dokter, belum sempat tangan Ahmad tersentuh jarum infus, Ahmad ternyata sudah menghembuskan nafas terakhir. Ahmad tak tertolong lagi. “Innalillahi wa inna ilahi rajiun,” ucap salah seorang keluarga Ahmad.

Suara tangis istri dan juga kerabat dekat Ahmad yang mengantar ke rumah sakit seperti tidak terbendung lagi. Tangis mereka pecah, dan derai air mata yang tumpah itu menyiratkan kesedihan yang berat. Ahmad, meninggalkan seorang istri dan tiga orang anak. "Sungguh kejadian yang menimpa Ahmad ini tidak diduga sebelumnya," ungkap Bahron yang juga masih kerabat dekat dengan Ahmad.

Hari itu juga, Ahmad segera diurus. Karena itu setelah sampai di rumah, jenazah Ahmad segera dimandikan, dikafani dan kemudian dishalati. Setelah jenazah Ahmad siap, iringan-iringan para pelayat memberangkatkan almarhum ke tempat pemakaman umum, yang letaknya di ujung bagian barat kampung Rajabasat. Saat diberangkatkan ke pemakaman itu, menurut narasumber Hidayah, jenazah Ahmad terasa enteng atau ringan.

Kepergian Ahmad yang tidak terduga itu, tentu tidak membuat keluarga Ahmad saja yang merasa sedih, melainkan juga hampir semua warga kampung Rajabasat Lama. Karena mereka merasa kehilangan atas kepergian seorang muadzin yang punya suara merdu dan indah itu. Warga sungguh tak menyangka Ahmad akan pergi cepat itu. Dan kalau ada satu hal yang membuat kesedihan itu dapat terhapus dan bahkan tergantikan dengan sebuah harapan untuk tidak hanyut di dalam suasana duka yang berlarut-larut adalah cara kematian Ahmad yang terjadi usai mengumandangkan adzan Jumat sebagai pertanda sebuah kematian yang husnul khatimah sehingga orang-orang yang kebetulan melihat wajah Ahmad sebelum diberangkatkan menuju pemakaman di siang itu tampak putih berseri, tidak lagi mengundang rasa heran.

Banyak Menolong Orang
Semasa hidup, Ahmad dikenal warga kampung Rajabasat Lama sebagai seorang yang mudah bergaul, murah senyum dan banyak menolong orang. Meskipun profesi Ahmad sebagai seorang petani lada, tetapi itu tidak menjadi penghalang baginya untuk menyempatkan diri berbaur dengan masyarakat di kampung. Hampir seminggu sekali Ahmad selalu berkunjung ke rumah sanak famili atau tetangga dekatnya. Tujuannya tak lain adalah hanya untuk melihat-lihat keadaan mereka, sehat atau sedang sakit. Karena Ahmad tidak ingin tali silaturrahmi dengan keluarga itu terputus.

"Ahmad itu disenangi banyak warga kampung karena ia tidak pernah membuat masalah. Bila diajak bergotong-royong guna membuat jembatan misalnya, Ahmad biasa datang lebih awal dibanding dengan warga yang lain. Selain itu, ia juga suka membantu orang-orang yang kesusahan, terutama anak-anak yatim piatu dan para janda yang ada di kampung Rajabasat Lama," cerita Bahron tentang almarhum.

Sebenarnya, Ahmad itu anak seorang lurah di kampung tersebut. Akan tetapi, jabatan orang tua Ahmad sebagai lurah itu tidak membuat dia sombong atau congkak, juga tak membuat Ahmad kaku bergaul dengan warga. Sepeti yang dituturkan Bahron, selain murah senyum, ia juga terbilang orang yang tergolong dermawan. "Padahal ia itu bukan termsuk orang yang kaya. Tapi, karena dia senang bersedekah, maka Allah pun selalu menambah rezekinya. Saya hanya dapat mendo'akan semoga ia mendapat tempat yang mulia di sisi Allah," lanjut Bahron.

Ternyata, Ahmad itu tidak hanya dikenal sebagai dermawan saja. Soal lain, dia juga termasuk orang yang suka berbagi ilmu. Ia senang menasihati pemuda di kampung itu agar tidak berhenti dalam menuntut ilmu. "Ilmu itu bukan hanya kita dapat dari sekolah atau tempat kuliah. Tetapi ilmu itu bisa kita cari di mana dan kapan pun, selagi kita mau mencarinya," ujarnya suatu ketika sebagaimana diceritakan Bahron.

Meskipun pendidikan Ahmad boleh dikata hanya sampai di tingkat SMA, tetapi semangat Ahmad untuk belajar dan menuntut ilmu tak pernah pupus. Ahmad ikut aktif dalam pengajian seminggu sekali yang diadakan warga kampung Rajabasat di Masjid At Taqwa. Dan dalam setiap pengajian itu, Ahmad kerapkali dipercaya untuk menjadi pembawa acara (amir majlis).

Pernah, pada suatu saat Ahmad diminta warga untuk tampil sebagai pembicara. Tetapi dengan amat tawadhu' (rendah hati) Ahmad menolak. Ia menolak tampil sebagai pembicara bukan lantaran ia tidak mau berbagi pada jama'ah pengajian di kampung itu, tetapi ia menolak hanya semata-mata karena ia merasa ilmu yang dimiliki masih sangat minim. "Dia itu orangnya sangat rendah hati. Padahal kami (warga) tahu kalau Ahmad itu almnus dari salah satu pondok pesantren di tanah Jawa," kata Bahron. “Tapi karena warga itu terus meminta, Ahmad pun -mau tak mau- harus tampil sebagai pembicara di pengajian malam itu”, lanjut Bahron.

Selain aktif mengikuti pengajian rutin yang diadakan seminggu sekali, Ahmad juga dipercaya warga untuk mengajar TPA di Masjid At Taqwa. Ada sekitar 50 anak didik yang diajar oleh Ahmad tentang tata-cara membaca dan menulis Al-Qur'an serta tentang cara mengambil wudhu dan shalat yang sesuai dengan sunnah Rasul SAW.

Di luar itu, Ahmad memberi teladan dan menekankan pentinya moral kepada setiap anak, dengan mengajarkan bagaimana cara berakhlak yang baik dan benar seperti menghormati yang tua, menyayangi yang muda dan hal kecil lain, semisal menebarkan salam saat hendak masuk dan meninggalkan rumah. Juga, mengajari cara berdo'a ketika mau makan, ketika mau belajar, mau keluar rumah dan do'a-do'a lain lagi yang sudah ia amalkan dan ajarkan kepada anak-anaknya sendiri di rumah.

Dengan bekal ilmu yang Ahmad peroleh dari pondok pesantren di pulau Jawa, dia cukup dibutuhkan masyarakat. Ahmad dianggap warga banyak menyumbangkan hal-hal positif yang bersifat membangun, sehingga warga kampung Rajabasat pun kian simpati kepada Ahmad termasuk kepada keluarganya pula.

Dalam kehidupan bermasyarakat, Ahmad dikenal warga sebagai orang yang tak pernah berbuat ulah. "Tidak pernah ada seorang atau kelompok warga kampung yang hendak menyakiti mereka. Sebab mereka tak pernah ada masalah yang sifatnya dibenci warga. Ahmad termasuk orang yang berhasil dalam membina anak-anak dan isterinya," cerita Bahron.

Karena itu, kepergian Ahmad benar-benar dikenang warga kampung. Memang, Ahmad sudah pergi selama-lamanya, tetapi jasa-jasa dan segala kebaikannya tetap akan dikenang selalu oleh warga kampung, terutama anak dan isteri Ahmad sendiri. Hampir semua warga, masih merasakan Ahmad hidup dalam kenangan. Dan mereka berharap, semoga kepergian sang muadzin itu, termasuk kematian yang khusnul khatimah (akhir dari kematian yang baik), karena kejadian itu terjadi usai Ahmad mengumandangkan adzan Jum`at. Sebuah akhir kisah yang memang menjadi dambaan bagi setiap muslim.

Ibroh
Hidup di dunia ini hanya sementara, demikian kata orang. Juga, kehidupan ini tak lebih dari permainan yang juga bisa mencederai, sebagaimana dalam sebuah ayat, “Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdayakan." (QS. Ali Imran : 185). Padahal, maut bisa menyergap siapapun, kapan pun dan jika maut itu sudah datang tentu tak ada orang yang bisa mencegah. Tidak ada seorang pun yang mampu menunda datangnya ajal (QS. al-Munafiqun : 11).

Seandainya orang itu kemudian lari, kematian pasti akan mengejar ke mana pun ia pergi. Oleh karena itu, tidak ada salahnya jika kisah Ahmad ini kita ambil pelajaran untuk selalu berbuat dan berlaku baik, agar saat maut menjemput, kita semoga dalam keadaaan menjalani ibadah. Dari cerita Ahmad ini, setidaknya dapat dijadikan sebagai tauladan agar apa yang sudah diamalkan Ahmad itu membuat kita semua terinpirasi dan termotivasi untuk rajin beribadah.

In Box
Bahron (24 tahun), keponakan almarhum
“Dia itu banyak Menolong Orang”

Siang, di hari Jum`at itu, saya melaksanakan shalat Juma`at di masjid At-Taqwa. Di luar dugaan saya, entah ada apa, Ahamd yang berada di samping saya itu tiba-tiba bersandar di bahu saya setelah ia mengumandangkan adzan. Saya pada saat itu, hanya mengira ia lagi mengantuk, tetapi dugaanku itu ternyata keliru.

Karena tak lama kemudian, dia tersungkur ke depan. Saya segera mengangkat Ahmad ke luar masjid dan juga memeriksa keadaannya, tapi benar-benar nyaris lemah detak jantungnya. Setelah keluarga dikabari, Ahmad dibawa ke rumah sakit. Tapi ia tak tertolong, karena keburu menghembuskan nafas terakhir sebelum Ahmad sampai di rumah sakit.

Memang, keluarga dan warga kampung sedih dengan kepergian Ahmad. Tetapi, mengingat kebaikan, juga kematian Ahmad yang meninggal usai mengumandangkan adzan Jum`at, ada semacam kelegaan di hati mereka semua. Apalagi, mereka melihat Ahmad itu cukup baik, suka bergaul dengan siapa saja dan kerap menolong orang lain. Juga, ia aktif mengajar anak-anak untuk selalu berbuat baik, rajin menuntut ilmu dan menghormati orang yang lebih tua. Pendek kata, Ahmad itu adalah orang yang murah senyum dan suka menolong orang. (nm)

Tidak ada komentar: