Sudah tidak terhitung lagi keberadaan lembaga (atau yayasan) sosial dan agama non-pemerintah yang berdiri di tengah masyarakat. Akan tetapi, adanya pengelolaan yayasan dengan sistem administrasi yang tertib, kepemimpinan yang tak stagnan, dana yang cukup, kedisiplinan yang tinggi dan bentuk laporan pertanggungjawaban tahunan yang rutin, jelas dapat dihitung dengan jari. Nah, yayasan Al-Islah ini mungkin satu perkecualian. Yayasan ini tidak saja ditunjang dengan pengelolaan yang baik, tetapi juga diimbangi dengan pengabdian yang khitmad.
Tidak salah jika yayasan ini kerap jadi rujukan bagi lembaga lain, baik lembaga swasta maupun pemerintah. Maklum, berdiri tiga puluh tahun lalu, yayasan ini sudah mengukir sejarah panjang. Juga, beberapa kali memperoleh penghargaan. Bahkan dari unit Pusaka II, sempat diundang oleh lembaga sosial luar negeri untuk menghadiri konferensi lembaga penyantunan lansia sedunia di Madrid, Spanyol (Mei 2002).
Dari Perkumpulan Pengajian
Tentu, ada seribu kisah yang melatarbelakangi sebuah yayasan lahir di tengah masyarakat. Begitu juga dengan Yayasan Al-Islah. Yayasan ini, awalnya hanya sebuah kelompok pengajian yang digagas ibu-ibu yang ingin berbuat sesuatu pada masyarakat Pegangsaan. Ibu-ibu itu memiliki rasa prihatin dan kegelisahan sosial untuk membantu dan menata kehidupan masyarakat di Pegangsaan. Dari situlah, ibu Hj. Wahid Hasyim lalu mengusulkan untuk mendirikan kelompok pengajian sekitar awal tahun 1960-an.
Usul itu disambut baik. Kelompok pengajian pun berdiri dan menjadi kegiatan rutin yang dilakukan dari rumah ke rumah. Sejalan bergulirnya waktu, tercetus pula ide dari Ibu Hj Wahid Hasyim yang melihat kondisi orangtua-orangtua di Pegangsaan untuk membetuk semacam santunan bagi para orang lanjut usia. Ide itu mendapat sambutan dan ditindaklanjuti dengan mendirikan lembaga penyantunan home care II. Pendirian home care II ini terinspirasi lembaga yang sama (home care I) yang didirikan oleh Ny Abdul Haris Nasution di Kwitang, Jakarta Pusat.
Dari keberadaan dua kegiatan itu, sejumlah pengurus kemudian menyepakati membentuk payung organisasi yang punya badan hukum. Tidak salah lagi jika mereka sepakat membentuk payung organisasi (yayasan) yang diberi nama Al-Islah. Tepat pada 13 Januari 1977, Yayasan Al-Islah resmi berdiri dan disyahkan dengan Akte Notaris R.M Soerojo dengan No 21 Tahun 1977. Tercatat sebagai pendiri; Ibu Hj. Daimah Soetjipto (almh), Ibu Hj. Sholehah Wahid Hasyim (almh), Ibu Hj. Garmini Sabarni (almh), Ibu Hj. Roseli Mansyur Ali (almh), Ibu Hj. Rahardjo (almh), Ibu Hj. Zuchrianah Madjid (almh), Ibu Hj. Aisyah Hamid Baedlowi, Ibu Hj. Rohana Yusuf Gading, Ibu Hj. Sri Sulastri Suwito, Ibu Hj. Sribanun Mintahir dan Ibu Hj. Farida Tjik Han Husein.
Nama Al-Islah sendiri diambil dari nama kelompok pengajian yang menjadi cikal bakal yayasan Al-Islah. Nama Al-Islah itu usul Ustadzah Zuchrianah. Alasan dimilihnya nama Al-Islah tak lain karena Indonesia pada saat itu baru saja mengalami serangan G 30 S (Gerakan 30 September 1965). Di sisi lain, juga karena dalam kelompok pengajian itu, baik dari pengurus maupun anggotanya berlatar belakang berbeda-beda (ada yang dari NU, Muhamadiyah, PNS dan lain-lain). Dengan nama Al-Islah (berarti perdamaian atau bersatu kembali) itu, diharap seluruh anggota pengajian dalam kelompok al-Islah tidak ada lagi sifat iri, dengki dan justru bisa bersatu sebagaimana yang dicita-citakan dengan nama al-Islah.
Unit-Unit Kerja Yayasan Al-Islah
Pada awal berdiri, memang Yayasan Al-Islah hanya memiliki dua unit, yaitu unit pengajian dan home care II (Pusaka II). Tetapi sejalan dengan perkembangan Yayasan, terbesit pikiran bahwa persoalan yang ada di tengah masyarakat tidaklah cukup hanya ditampung dengan dua unit tersebut. Karena masih ada masalah-masalah lain lagi di tengah masyarakat yang butuh disikapi, seperti anak yatim-piatu dan masalah lain lagi. Dengan pertimbangan itu, maka secara bertahap Yayasan Al-Islah menambah tiga unit, yakni Unit Non-Panti Sosial Asuhan Anak (NPSAA), Unit Pusat Bimbingan Rohani Santi Asih (PBR Santi Asih) dan Unit Pra-koperasi.
1. Unit Pengajian
Setelah memiliki gedung sendiri, pengajian yang pada awalnya dilakukan secara bergilir dari satu rumah ke rumah itu selanjutnya dipindahkan ke gedung Yayasan Al-Islah yang beralamat di Jl. Matraman Dalam I/ 4 A, Kelurahan Pegangsaan, Kecamatan Menteng Jakarta Pusat.
Pengajian ini dilaksanakan setiap hari Kamis pada pukul 09.30-13.00. Beberapa ustadz/ustadzah yang pernah dan masih mengajar adalah: ustadzah Hj. Zuchrianah Madjid (almh), ustadzah Hj. Malichah Agus (almh), ustadz Drs. H. Anis Agus, ustadz H. Fathullah B.A, ustadzah Dahniar, ustadz Yunan, ustadz Drs. H. Nuril Huda, ustadzah Hj. Tuti Nuril Huda. Selain kegiatan pengajian yang digelar semingu sekali itu, unit pengajian Al-Islah yang kini diketuai Ibu Hj. Dewi Nastiti Basthomi ini juga menggelar acara pengajian dalam rangka peringatan hari-hari besar Islam, taffakur alam dan refreshing.
2. Unit Pusaka II
Unit Pusaka II yang juga merupakan embrio berdirinya Yayasan Al-Islah tetap merupakan kegiatan penyantunan para lanjut usia. Tapi pada tahun 1987, pemerintah mengubah home care II menjadi Pusat Santunan Dalam Keluarga II (Pusaka II). Kegiatan Unit Pusaka II ini antara lain, memberi makan 2 porsi sehari (7xseminggu), pemberian bantuan sandang dan juga memperbaiki tempat tinggal. Dari sisi kesehatan, pengurus mengadakan pemeriksaan kesehatan anggotanya dengan dibantu dokter puskesmas Menteng dan dokter dari Yayasan Dana Bantuan (YDB) serta pemeriksaan gizi yang dibantu RSCM. Selain itu, pengurus Pusaka II seminggu sekali mengadakan senam, olah raga, dan refreshing/bertaffakur dengan alam.
Kegiatan lain yang dilakukan pengurus Pusaka II adalah di bidang pendidikan, seperti pendidikan agama, tata cara sholat, mengaji dan lain-lain. Unit Pusaka II ini juga telah membayarkan para anggota ke Bunga Kamboja yang akan mengurus mereka jika nanti ada yang meninggal dunia. Awalnya, Unit Pusaka II ini ada 15 orang (lansia), kemudian menjadi 50 orang. Tetapi, kini sudah bertambah menjadi 70 orang.
Dengan ditunjang layanan yang baik, tak berlebihan jika di tingkat DKI Jakarta, Pusaka II yang kini diketuai oleh Hj. Sri Sulastri Suwito ini beberapa kali memperoleh penghargaan sebagai pusaka berprestasi.
3. Unit NPSAA (Unit Non-Panti Sosial Asuhan Anak)
Unit Non-Panti Sosial Asuhan Anak (NPSAA) ini berdiri tahun 1980 atas inisiatif Ibu Aisyah Hamid Baidlowi dan Ibu Suwito. Unit ini berdiri untuk menyantuni anak-anak yatim piatu dan anak-anak terlantar. Saat ini, ada 50 anak yang disantuni oleh unit ini. Saat ini, Unit NPSAA (Unit Non-Panti Sosial Asuhan Anak) dijabat Ibu Hj. Soekarno.
4. Unit Pusat Bimbingan Rohani Santi Asih (BPR Santi Asih)
Unit Pusat Bimbingan Rohani Santi Asih (PBR Santi Asih) ini berdiri tahun 1986. Unit ini berdiri setelah terinspirasi dari kegiatan yang dilakukan umat Kristiani. Ibu Hj. Aisyah Hamid Baidlowi dan Ibu Hj. Dewi berkunjung ke RS Cipto Mangunkusumo dan tanpa sadar mendapat satu pelajaran menarik dari apa yang dilakukan seorang Pastur yang dengan tekun memberikan bimbingan rohani kepada para pasien.
Rumah sakit yang jadi tempat kegiatan bimbingan rohani adalah RS Pasar Rebo yang waktu itu merupakan rumah sakit khusus bagi pasien paru (TBC). Untuk kegiatan bimbingan di RS Pasar Rebo ini, pengurus PBR Santi Asih dijadwalkan seminggu 1 kali menghadirkan tiga sampai tujuh tenaga pembimbing.
Selain melakukan bimbingan rohani di RS Pasar Rebo, tempat lain yang menjadi kegiatan bimbingan rohani adalah rumah tahanan (rutan) Salemba. Bimbingan rohani yang dilakukan di rutan Salemba ini dilatarbelakangi minimnya pembinaan agama yang berawal dari kunjungan Ibu Wahid Hasyim (almh.) ke rutan tersebut untuk mengisi pengajian. Dari situ, diketahui bahwa jarang diadakan kegiatan-kegiatan keagamaan, bahkan untuk sholat jum'at pun rutan itu harus mendatangkan imam dan khotib dari luar. Melihat hal itu, PBR Santi Asih menawarkan untuk mengisi bimbingan rohani dan bimbingan keagamaan bagi narapidana.
Tawaran itu disambut baik pihak rutan. Akhirnya, mulai 1987 sampai sekarang, secara rutin seminggu dua kali, PBR Santi Asih --yang sekarang ini diketuai oleh ibu Hj. Endang Sulistina Umar-- memberikan bimbingan rohani ke rutan Salemba.
5. Unit Pra-Koperasi
Unit yang terakhir adalah unit Pra-Koperasi. Unit ini berdiri tahun 1987. Unit ini berdiri atas inisiatif Ibu Hj. Mintahir dan Ibu Hj Soetjipto. Tujuan berdirinya unit Pra-Koperasi ini adalah untuk membantu para anggota dan pengurus dalam hal memenuhi kebutuhan rumah tangga. Sekarang, unit Pra-Koperasi –yang kini diketuai oleh Ibu Hj. Hartono—ini beranggotakan 50 orang.
Patut Ditiru!
Keberadaan Yayasan Al-Islah, dengan cakupan pengabdian yang meliputi bidang agama, ekonomi, pendidikan, kesehatan dan sosial ini memang patut ditiru. Terlebih, jarang ditemukan bidang-bidang itu terkumpul dalam satu wadah yayasan. Karena itu, keberadaan yayasan Al-Islah -–yang kini diketuai oleh Ibu Hj. Rohana Yusuf Gading dan Wakil Ketua Ibu Hj. Endang Sulistina Umar-- ini semoga menjadi contoh bagi yayasan yang lain! Apalagi, setelah berkiprah selama 30 tahun, sudah tidak ternilai lagi layanan yang telah diulurkan oleh yayasan guna menolong dan membimbing umat.
Sungguh luar biasa! Apalagi, kiprah itu dijalankan dengan sistem pengelolaan yang baik, struktur organisasi yang bagus dan niat tulus dari ibu-ibu pengurus yang dari segi usia sudah tak muda lagi. Kendati demikian, mereka itu tetap memiliki semangat sosial yang tinggi untuk “membangun persatuan (umat) lewat tali kasih”. (n. mursidi)
Tidak salah jika yayasan ini kerap jadi rujukan bagi lembaga lain, baik lembaga swasta maupun pemerintah. Maklum, berdiri tiga puluh tahun lalu, yayasan ini sudah mengukir sejarah panjang. Juga, beberapa kali memperoleh penghargaan. Bahkan dari unit Pusaka II, sempat diundang oleh lembaga sosial luar negeri untuk menghadiri konferensi lembaga penyantunan lansia sedunia di Madrid, Spanyol (Mei 2002).
Dari Perkumpulan Pengajian
Tentu, ada seribu kisah yang melatarbelakangi sebuah yayasan lahir di tengah masyarakat. Begitu juga dengan Yayasan Al-Islah. Yayasan ini, awalnya hanya sebuah kelompok pengajian yang digagas ibu-ibu yang ingin berbuat sesuatu pada masyarakat Pegangsaan. Ibu-ibu itu memiliki rasa prihatin dan kegelisahan sosial untuk membantu dan menata kehidupan masyarakat di Pegangsaan. Dari situlah, ibu Hj. Wahid Hasyim lalu mengusulkan untuk mendirikan kelompok pengajian sekitar awal tahun 1960-an.
Usul itu disambut baik. Kelompok pengajian pun berdiri dan menjadi kegiatan rutin yang dilakukan dari rumah ke rumah. Sejalan bergulirnya waktu, tercetus pula ide dari Ibu Hj Wahid Hasyim yang melihat kondisi orangtua-orangtua di Pegangsaan untuk membetuk semacam santunan bagi para orang lanjut usia. Ide itu mendapat sambutan dan ditindaklanjuti dengan mendirikan lembaga penyantunan home care II. Pendirian home care II ini terinspirasi lembaga yang sama (home care I) yang didirikan oleh Ny Abdul Haris Nasution di Kwitang, Jakarta Pusat.
Dari keberadaan dua kegiatan itu, sejumlah pengurus kemudian menyepakati membentuk payung organisasi yang punya badan hukum. Tidak salah lagi jika mereka sepakat membentuk payung organisasi (yayasan) yang diberi nama Al-Islah. Tepat pada 13 Januari 1977, Yayasan Al-Islah resmi berdiri dan disyahkan dengan Akte Notaris R.M Soerojo dengan No 21 Tahun 1977. Tercatat sebagai pendiri; Ibu Hj. Daimah Soetjipto (almh), Ibu Hj. Sholehah Wahid Hasyim (almh), Ibu Hj. Garmini Sabarni (almh), Ibu Hj. Roseli Mansyur Ali (almh), Ibu Hj. Rahardjo (almh), Ibu Hj. Zuchrianah Madjid (almh), Ibu Hj. Aisyah Hamid Baedlowi, Ibu Hj. Rohana Yusuf Gading, Ibu Hj. Sri Sulastri Suwito, Ibu Hj. Sribanun Mintahir dan Ibu Hj. Farida Tjik Han Husein.
Nama Al-Islah sendiri diambil dari nama kelompok pengajian yang menjadi cikal bakal yayasan Al-Islah. Nama Al-Islah itu usul Ustadzah Zuchrianah. Alasan dimilihnya nama Al-Islah tak lain karena Indonesia pada saat itu baru saja mengalami serangan G 30 S (Gerakan 30 September 1965). Di sisi lain, juga karena dalam kelompok pengajian itu, baik dari pengurus maupun anggotanya berlatar belakang berbeda-beda (ada yang dari NU, Muhamadiyah, PNS dan lain-lain). Dengan nama Al-Islah (berarti perdamaian atau bersatu kembali) itu, diharap seluruh anggota pengajian dalam kelompok al-Islah tidak ada lagi sifat iri, dengki dan justru bisa bersatu sebagaimana yang dicita-citakan dengan nama al-Islah.
Unit-Unit Kerja Yayasan Al-Islah
Pada awal berdiri, memang Yayasan Al-Islah hanya memiliki dua unit, yaitu unit pengajian dan home care II (Pusaka II). Tetapi sejalan dengan perkembangan Yayasan, terbesit pikiran bahwa persoalan yang ada di tengah masyarakat tidaklah cukup hanya ditampung dengan dua unit tersebut. Karena masih ada masalah-masalah lain lagi di tengah masyarakat yang butuh disikapi, seperti anak yatim-piatu dan masalah lain lagi. Dengan pertimbangan itu, maka secara bertahap Yayasan Al-Islah menambah tiga unit, yakni Unit Non-Panti Sosial Asuhan Anak (NPSAA), Unit Pusat Bimbingan Rohani Santi Asih (PBR Santi Asih) dan Unit Pra-koperasi.
1. Unit Pengajian
Setelah memiliki gedung sendiri, pengajian yang pada awalnya dilakukan secara bergilir dari satu rumah ke rumah itu selanjutnya dipindahkan ke gedung Yayasan Al-Islah yang beralamat di Jl. Matraman Dalam I/ 4 A, Kelurahan Pegangsaan, Kecamatan Menteng Jakarta Pusat.
Pengajian ini dilaksanakan setiap hari Kamis pada pukul 09.30-13.00. Beberapa ustadz/ustadzah yang pernah dan masih mengajar adalah: ustadzah Hj. Zuchrianah Madjid (almh), ustadzah Hj. Malichah Agus (almh), ustadz Drs. H. Anis Agus, ustadz H. Fathullah B.A, ustadzah Dahniar, ustadz Yunan, ustadz Drs. H. Nuril Huda, ustadzah Hj. Tuti Nuril Huda. Selain kegiatan pengajian yang digelar semingu sekali itu, unit pengajian Al-Islah yang kini diketuai Ibu Hj. Dewi Nastiti Basthomi ini juga menggelar acara pengajian dalam rangka peringatan hari-hari besar Islam, taffakur alam dan refreshing.
2. Unit Pusaka II
Unit Pusaka II yang juga merupakan embrio berdirinya Yayasan Al-Islah tetap merupakan kegiatan penyantunan para lanjut usia. Tapi pada tahun 1987, pemerintah mengubah home care II menjadi Pusat Santunan Dalam Keluarga II (Pusaka II). Kegiatan Unit Pusaka II ini antara lain, memberi makan 2 porsi sehari (7xseminggu), pemberian bantuan sandang dan juga memperbaiki tempat tinggal. Dari sisi kesehatan, pengurus mengadakan pemeriksaan kesehatan anggotanya dengan dibantu dokter puskesmas Menteng dan dokter dari Yayasan Dana Bantuan (YDB) serta pemeriksaan gizi yang dibantu RSCM. Selain itu, pengurus Pusaka II seminggu sekali mengadakan senam, olah raga, dan refreshing/bertaffakur dengan alam.
Kegiatan lain yang dilakukan pengurus Pusaka II adalah di bidang pendidikan, seperti pendidikan agama, tata cara sholat, mengaji dan lain-lain. Unit Pusaka II ini juga telah membayarkan para anggota ke Bunga Kamboja yang akan mengurus mereka jika nanti ada yang meninggal dunia. Awalnya, Unit Pusaka II ini ada 15 orang (lansia), kemudian menjadi 50 orang. Tetapi, kini sudah bertambah menjadi 70 orang.
Dengan ditunjang layanan yang baik, tak berlebihan jika di tingkat DKI Jakarta, Pusaka II yang kini diketuai oleh Hj. Sri Sulastri Suwito ini beberapa kali memperoleh penghargaan sebagai pusaka berprestasi.
3. Unit NPSAA (Unit Non-Panti Sosial Asuhan Anak)
Unit Non-Panti Sosial Asuhan Anak (NPSAA) ini berdiri tahun 1980 atas inisiatif Ibu Aisyah Hamid Baidlowi dan Ibu Suwito. Unit ini berdiri untuk menyantuni anak-anak yatim piatu dan anak-anak terlantar. Saat ini, ada 50 anak yang disantuni oleh unit ini. Saat ini, Unit NPSAA (Unit Non-Panti Sosial Asuhan Anak) dijabat Ibu Hj. Soekarno.
4. Unit Pusat Bimbingan Rohani Santi Asih (BPR Santi Asih)
Unit Pusat Bimbingan Rohani Santi Asih (PBR Santi Asih) ini berdiri tahun 1986. Unit ini berdiri setelah terinspirasi dari kegiatan yang dilakukan umat Kristiani. Ibu Hj. Aisyah Hamid Baidlowi dan Ibu Hj. Dewi berkunjung ke RS Cipto Mangunkusumo dan tanpa sadar mendapat satu pelajaran menarik dari apa yang dilakukan seorang Pastur yang dengan tekun memberikan bimbingan rohani kepada para pasien.
Rumah sakit yang jadi tempat kegiatan bimbingan rohani adalah RS Pasar Rebo yang waktu itu merupakan rumah sakit khusus bagi pasien paru (TBC). Untuk kegiatan bimbingan di RS Pasar Rebo ini, pengurus PBR Santi Asih dijadwalkan seminggu 1 kali menghadirkan tiga sampai tujuh tenaga pembimbing.
Selain melakukan bimbingan rohani di RS Pasar Rebo, tempat lain yang menjadi kegiatan bimbingan rohani adalah rumah tahanan (rutan) Salemba. Bimbingan rohani yang dilakukan di rutan Salemba ini dilatarbelakangi minimnya pembinaan agama yang berawal dari kunjungan Ibu Wahid Hasyim (almh.) ke rutan tersebut untuk mengisi pengajian. Dari situ, diketahui bahwa jarang diadakan kegiatan-kegiatan keagamaan, bahkan untuk sholat jum'at pun rutan itu harus mendatangkan imam dan khotib dari luar. Melihat hal itu, PBR Santi Asih menawarkan untuk mengisi bimbingan rohani dan bimbingan keagamaan bagi narapidana.
Tawaran itu disambut baik pihak rutan. Akhirnya, mulai 1987 sampai sekarang, secara rutin seminggu dua kali, PBR Santi Asih --yang sekarang ini diketuai oleh ibu Hj. Endang Sulistina Umar-- memberikan bimbingan rohani ke rutan Salemba.
5. Unit Pra-Koperasi
Unit yang terakhir adalah unit Pra-Koperasi. Unit ini berdiri tahun 1987. Unit ini berdiri atas inisiatif Ibu Hj. Mintahir dan Ibu Hj Soetjipto. Tujuan berdirinya unit Pra-Koperasi ini adalah untuk membantu para anggota dan pengurus dalam hal memenuhi kebutuhan rumah tangga. Sekarang, unit Pra-Koperasi –yang kini diketuai oleh Ibu Hj. Hartono—ini beranggotakan 50 orang.
Patut Ditiru!
Keberadaan Yayasan Al-Islah, dengan cakupan pengabdian yang meliputi bidang agama, ekonomi, pendidikan, kesehatan dan sosial ini memang patut ditiru. Terlebih, jarang ditemukan bidang-bidang itu terkumpul dalam satu wadah yayasan. Karena itu, keberadaan yayasan Al-Islah -–yang kini diketuai oleh Ibu Hj. Rohana Yusuf Gading dan Wakil Ketua Ibu Hj. Endang Sulistina Umar-- ini semoga menjadi contoh bagi yayasan yang lain! Apalagi, setelah berkiprah selama 30 tahun, sudah tidak ternilai lagi layanan yang telah diulurkan oleh yayasan guna menolong dan membimbing umat.
Sungguh luar biasa! Apalagi, kiprah itu dijalankan dengan sistem pengelolaan yang baik, struktur organisasi yang bagus dan niat tulus dari ibu-ibu pengurus yang dari segi usia sudah tak muda lagi. Kendati demikian, mereka itu tetap memiliki semangat sosial yang tinggi untuk “membangun persatuan (umat) lewat tali kasih”. (n. mursidi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar