Yusuf berkata, “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh.” (QS. Yusuf [12]: 33)
Nyaris tidak ada kemuliaan yang diperoleh seseorang hamba tanpa ada jalan terjal berliku dan bahkan -mungkin- menyengsarakan. Karena cobaan dan ujian Allah kerap jadi barometer bagi seseorang untuk mengukur seberapa tingkat kesabaran dan juga ketaqwaan hamba itu di hadapan Allah. Jika hamba kuat menjaga iman dan menerima ujian tersebut dengan sabar dan ikhlas, maka kemuliaan dan keagungan akan terengkuh. Apalagi kalau Allah sudah memilih dan menjadikannya sebagai seorang nabi. Tak dapat dimungkiri, ujian yang berat pun tak jarang menghadang dan hal itu menjadi fase kenabian yang harus dilewati.
Ujian berat itulah yang dialami semua nabi-nabi Allah, tidak terkecuali pula dengan nabi Yusuf. Bahkan sejak masih kanak-kanak, ketika nabi Ya`qub (ayah nabi Yusuf) lebih mencintainya daripada saudara-saudaranya, justru nabi Yusuf harus menerima kenyataan hidup yang tragis. Saudara-saudaranya kemudian menjadi dengki dan bersekongkol membuang nabi Yusuf ke dalam sebuah sumur. Untunglah Allah menyelamatkan nabi Yusuf. Ada rombongan yang kebetulan lewat di dekat sumur tersebut dan nabi Yusuf lalu diangkat dari sumur.
Tetapi kabilah itu bukan merawat nabi Yusuf justru menjualnya ke kota. Lagi-lagi, ujian lain menghadang. Seiring pertumbuhan usia nabi Yusuf yang semakin dewasa dan dianugerahi Allah wajah yang tampan rupawan, ternyata ketampanan itu membuat Zulaikha, istri seorang petinggi Mesir terbuai dan kesengsem. Akibatnya, dengan tipudaya muslihat Zulkaikha berusaha mengajak nabi Yusuf berbuat serong. Meski tidak tergoda dengan rayuan, ternyata istri pertinggi Mesir itu menfitnahnya. Ujung-ujungnya, nabi Yusuf dijebloskan ke dalam penjara.
Masuk Penjara Tanpa Kesalahan
Memang, tidak ada satu alasan pun yang ditimpakan bagi nabi Yusuf kenapa ia dipenjara, kecuali dia telah difitnah. Padahal, sudah terbukti nabi Yusuf tak tergoda oleh bujuk rayu Zulaikha, apalagi sampai berbuat serong segala. Bukti yang bisa dijadikan alasan bahwa nabi Yusuf tidak bersalah digambarkan dalam al-Qur`an bahwa gamis yang dipakai nabi Yusuf terkotak di bagian belakang --sebagaimana kesaksian seorang keluarga wanita penggoda itu yang telah memberikan kesaksian jika baju nabi Yusuf koyak di belakang, maka wanita itu yang dusta dan Yusuf termasuk orang-orang yang benar (lihat QS. Yusuf [12]: 27).
Tapi, ada aib kekuasaan yang tidak dapat dibuka di muka umum dan untuk menjaga nama baik suami Zulaikha, maka nabi Yusuf pun menjadi korban. Raja Qithfir kemudian memasukkan nabi Yusuf ke dalam penjara dengan pertimbangan lain; untuk menutupi pembicaraan orang-orang mengenai Zulaikha dengan nabi Yusuf yang sudah berkembang di tengah masyarakat. Dengan kata lain, setelah mereka melihat kebenaran di pihak nabi Yusuf, namun mereka memenjarakan agar menjadi jelas bahwa yang bersalah adalah nabi Yusuf dan orang-orang tidak membicarakan hal ini lagi.
Pada sisi lain, sebenarnya nabi Yusuf lebih memilih penjara daripada memenuhi ajakan Zulaikha. Cahaya iman masih menyinari hati nabi Yusuf. Dia terbukti tidak mendengarkan bisikan setan dan karena itu ia lebih memilih berada di dalam penjara dan disiksa daripada hidup di rumah yang mewah tetapi harus diliputi dengan godaan setan. Dalam kasus ini, nabi Yusuf berdoa pada Allah dengan penuh harapan, “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh.” (QS. Yusuf [12]: 33)
Allah pun mengabulkan doa yang telah dipanjatkan nabi Yusuf tersebut. Panglima tertinggi Mesir lalu memenjarakan nabi Yusuf untuk beberapa waktu. Meski sudah diketahui umum bahwa kebenaran ada di pihak nabi Yusuf, akan tetapi memenjarakan nabi Yusuf itu menjadi satu pilihan yang diambil untuk menjatuhkan citra bahwa nabi Yusuf di pihak yang salah. Maklum, Zulaikha itu adalah istri Al-Aziz, seorang pejabat dan jelas akan mencoreng nama baik suaminya kalau sampai terbukti Zulaikha bersalah. Maka, nabi Yusuf harus dikorbankan. Nabi Yusuf harus dipenjarakan untuk sebuah konspirasi kekuasaan.
Tapi kebenaran tidak bisa disembunyikan dan kebaikan nabi Yusuf sebagai seorang nabi atau manusia yang sudah dipilih oleh Allah jelas memiliki sifat teruji pun dilihat oleh orang lain. Itu terlihat bahwa akhlak dan kepribadian nabi Yusuf diketahui orang ketika berada di dalam penjara. Oleh karena nabi Yusuf berbudi baik dan terpuji, sampai seorang sipir penjara terpikat. Tidak salah jika sipir penjaran pun menyukai nabi Yusuf, “Wahai Yusuf, aku sungguh mencintaimu! Kau adalah seorang pemuda yang baik dan apa yang telah menimpamu ini adalah suatu tindakan penindasan, mereka telah memenjarakan dirimu tanpa sebuah alasan.”
Tetapi apa jawaban yang diberikan oleh nabi Yusuf kepada sipir penjara tersebut? Apakah nabi Yusuf dengan senang hati dan bangga atas pujian itu? Ternyata tidak! Justru yang dikatakan oleh penjaga penjara itu menggerakkan hati nabi Yusuf sadar dan ingat akan kebesaran Allah, dan nabi Yusuf pun membalas, “Wahai saudaraku, aku tidak ingin ada seorang pun yang mencintaiku kecuali Allah, karena cinta semacam ini yang telah menyebabkanku memperoleh banyak masalah. Ayahku tak kurang mencintaiku tetapi saudara-saudaraku jadi iri padaku dan melemparkanku ke dalam sebuah sumur. Seorang istri pejabat juga mencintaiku, kemudian memerintahkan agar aku dipenjara.”
Ikhlas Menanggung Derita
Hari, minggu, bulan dan tahun berlalu. Nabi Yusuf masih berada di dalam penjara dan tak jelas sampai kapan keputusan untuk bebas itu akan tiba. Kendati demikian, nabi Yusuf tidak sedikit pun mengeluh. Nabi Yusuf menanggung penderitaan itu dengan ikhlas, sabar dan penuh dengan peharapan pada Allah. Karena dengan berharap hanya kepada Allah, semua penderitaan itu tidak lagi terasa dan sama sekali tidak akan berarti.
Bersama dalam penjara itulah, nabi Yusuf memperoleh dua orang teman yang bisa diajak bercengkrama, bercerita dan berbagi kisah. Selain tampan, nabi Yusuf juga memiliki akhlak dan kepribadian yang terpuji. Tidak dapat disangkal kalau dua hal itulah yang kemudian mempengaruhi kedua orang tersebut bisa berkawan akrab dengan nabi Yusuf. Ketika pertama kali bertemu, Nabi Yusuf sempat bertanya tentang pekerjaan mereka berdua. Salah seorang dari mereka menjawab, “Aku adalah penuang minuman raja. Tugasku menuangkan anggur untuk raja.” Sedangkan yang lain menjawab, “Aku adalah tukang masak raja.”
Kemudian kedua orang tersebut menanyakan tentang “jati diri” nabi Yusuf dan nabi Yusuf menjawab, “Aku adalah penafsir mimpi.”
Dua orang tersebut adalah dua pemuda yang gagah perkasa. Keduanya, awalnya adalah bekas pelayan kerajaan --yang satu sebagai pelayan di bagian makanan dan yang satunya lagi adalah seorang pelayan bagian minuman. Kabar yang telah beredar, mengisahkan bahwa kedua orang tersebut dipenjara karena dituduh telah memasukkan racun dalam makanan dan minuman. Karena itu, raja menjadi murak dan marah pada mereka berdua dan sebagai balasan yang harus diterima oleh kedua pelayan tersebut pun kemudian dimasukkan ke dalam bui.
Sejak perkenalan itu, kedua bekas pelayan kerajaan tersebut menjadi akrab dengan nabi Yusuf dan mereka tak lagi canggung untuk berbagi pengalaman. Hari-hari berlalu dan sudah tidak lagi terhitung sudah berapa orang yang masuk dan juga keluar penjara. Tetapi lagi-lagi, nasib nabi Yusuf tidak jelas. Dengan kata lain, tidak ada kepastian bagi nabi Yusuf kapan ia akan dibebaskan. Kendati demikian, nabi Yusuf tak berulah. Nabi Yusuf selalu menunjukkan sikap yang baik. Bahkan nabi Yusuf tidak segan-segan untuk merawat kedua bekas pelayan kerajaan itu dan juga berbuat baik pada mereka. Juga, nabi Yusuf ringan tangan mau mengurus makanan dan tempat tidur bagi mereka berdua sehingga dua orang itu tidak bisa mengelak untuk mengatakan bahwa nabi Yusuf mencintai mereka dan selama ini telah berbuat baik. Karena itu, tidak ada salahnya jika setiap ada masalah lantas kedua pelayan itu mengadukan kepada nabi Yusuf, bahkan sampai perihal mimpi yang dijumpai sekalipun.
Mana`birkan Mimpi
Suatu malam, saat semua orang yang ada dalam penjara itu tertidur, ternyata kedua orang bekas pelayan kerajaan yang mendekam dalam penjara itu menemui sebuah mimpi yang sungguh menakjubkan. Baik bekas pelayan makanan maupun minuman, keduanya sama-sama bermimpi yang memiliki kaitan dengan pekerjaan mereka sebelum masuk penjara. Karena merasa ada hal yang aneh dengan mimpi yang dijumpai, maka pada esok paginya kedua bekas pelayan kerajaan itu pun menceritakan perihal mimpi mereka kepada nabi Yusuf.
Salah seorang dari mereka bercerita, “Sesungguhnya, aku bermimpi bahwa aku memeras anggur.” Dan yang lain berkata, “Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku membawa roti di atas kepalaku, sebagiannya dimakan burung.”
Setelah bercerita dengan penuh rasa penasaran, kedua orang tersebut kemudian meminta nabi Yusuf menta`birkan mimpi tersebut, “Beritahukan pada kami ta`birnya; sesungguhnya kami memandang kamu termasuk orang-orang yang pandai (mena`birkan mimpi),” (QS. Yusuf [12]: 36).
Allah SWT. memang telah memberikan mukjizat kepada nabi Yusuf dengan kemampuan yang sungguh menakjubkan dalam hal menafsirkan sebuah mimpi. Karena itulah, bagi nabi Yusuf, menafsirkan mimpi tersebut bukanlah hal yang sulit karena sudah diberikan kemampuan oleh Allah pengetahuan menafsirkan mimpi. Hanya saja, nabi Yusuf tak lantas menceritakan kepada mereka secara langsung. Nabi Yusuf justru menggunakan kesempatan itu untuk berdakwah, mengajarkan kepada mereka berdua tentang risalah yang ditugaskan oleh Allah untuk mengajak mereka supaya menyembah Allah.
Tidak ada tujuan lain yang diinginkan oleh nabi Yusuf dengan tafsir mimpi yang dikuasai itu kecuali agar mereka percaya kepadanya dan tahu bahwa Allah yang memberikan pengetahuan langka tersebut kepada nabi Yusuf, bukanlah dari yang lain. Makanya, nabi Yusuf berkata, “Tidak disampaikan kepada kamu berdua makanan yang akan diberikan kepadamu melainkan aku telah dapat menerangkan jenis makanan itu sebelum makanan itu sampai padamu. Yang demikian itu adalah sebagian dari apa yang telah diajarkan kepadaku oleh Tuhanku. Sesungguhnya aku telah meninggalkan agama orang-orang yang tidak beriman kepada Allah sedang mereka ingkar kepada hari kemudian.”
“Aku mengikuti agama bapak-bapakku, yaitu Ibrahim, Ishak dan Ya`qub. Tidaklah patut bagi kami (para Nabi) mempersekutukan apa pun dengan Allah. Yang demikian itu adalah dari karunia Allah kepada kami dan kepada manusia (seluruhnya); tetapi kebanyakan manusia itu tidak mensyukuri-Nya (QS. Yusuf [12]: 37-38), lanjut nabi Yusuf.
Kedua bekas pelayan kerajaan yang jadi tawanan itu mendengarkan dengan seksama dan penuh ketakjuban. Ada kata-kata dari nabi Yusuf yang membuat kedua tawanan tersebut harus tercengang dengan hal baru yang diucapkan nabi Yusuf. Maklum, nabi Yusuf mengenalkan agama Ibrahim dan mengajak mereka untuk tidak berbuat syirik atau menyekutukan Allah. Di saat mereka berdua terbengong-bengong itulah nabi Yusuf lantas bertanya, “Hei kedua temanku dalam penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa? Kamu tidak menyembah selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kau dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
Setelah nabi Yusuf mendakwahi mereka berdua, akhirnya nabi Yusuf memberikan tafsir atas mimpi yang dijumpai bekas kedua pelayan itu, “Hai kedua temanku dalam penjara; Adapun salah seorang di antara kamu berdua, akan memberi minum tuannya dengan khamr; adapun yang seorang lagi maka ia akan disalib, lalu burung memakan sebagian dari kepalanya. (QS. Yusuf [12]: 39-41)
Usai mendengarkan dengan tertegun akan ta`bir mimpi yang dijelaskan nabi Yusuf, orang yang bermimpi membawa roti di atas kepalanya dan sebagiannya di makan burung terperangah dan hampir tidak percaya. Karena itu, ia kemudian dicekam ketakutan seraya berkata kepada nabi Yusuf, “Aku sebenarnya tidak bermimpi apa-apa. Aku telah bercerita bohong.”
Nabi Yusuf menjawab, “Hal yang berkenaan dengan apa yang telah kamu tanyakan sudah ditetapkan.”
Kemudian nabi Yusuf berpaling pada bekas penuang minuman raja dan berkata padanya, “Terangkanlah keadaanku kepada tuanmu.” (lihat QS. Yusuf [12]: 42).
Lupa Pesan Nabi Yusuf
Karena ta`bir mimpi yang dijelaskan nabi Yusuf itu datang dari Allah, maka tak ada alasan tidak menjadi kenyataan. Pada hari berikutnya, sipir penjara mengeluarkan kedua tawanan itu. Penuang minuman pergi menemui raja dan melanjutkan pekerjaannya sedangkan tukang masak, disalib.
Penuang minuman raja pun berkata pada Yusuf, “Aku akan mengatakan kepada tuanku. Aku akan mengatakan bahwa engkau tidak bersalah dan bahwa kau telah dipenjarakan tanpa kesalahan.”
Tapi penuang minuman raja itu melupakan pesan yang telah disampaikan oleh nabi Yusuf kepadanya. Sebagaimana yang telah diceritakan oleh Allah dalam Al-Qur`an, “Syaitan menjadikan dia lupa menerangkan (keadaan Yusuf) kepada tuannya. Karena itu, tetaplah dia (Yusuf) dalam penjara beberapa tahun lamanya. (QS. Yusuf [12]: 42).
Akibatnya, nabi Yusuf pun masih mendekam di dalam penjara sampai beberapa tahun lagi lamanya. Nabi Yusuf menanggung keadaan itu dengan sabar dan ikhlas. Ia percaya bahwa Allah tidak akan melupakannya. Hingga pada suatu malam, raja bermimpi sesuatu yang menakjubkan dan dari mimpi sang raja itulah, nabi Yusuf kemudian terbebas dari tuduhan yang selama ini telah membuatnya difitnah. Setelah nabi Yusuf bisa menta`birkan mimpi sang raja, Mesir pun tak dilanda kelaparan. (n. mursidi/ disarikan dari Kisah-kisah Terbaik Al-Qur`an, Kamal as-Sayyid, Pustaka Zahra, Jakarta, 2005)
Ujian berat itulah yang dialami semua nabi-nabi Allah, tidak terkecuali pula dengan nabi Yusuf. Bahkan sejak masih kanak-kanak, ketika nabi Ya`qub (ayah nabi Yusuf) lebih mencintainya daripada saudara-saudaranya, justru nabi Yusuf harus menerima kenyataan hidup yang tragis. Saudara-saudaranya kemudian menjadi dengki dan bersekongkol membuang nabi Yusuf ke dalam sebuah sumur. Untunglah Allah menyelamatkan nabi Yusuf. Ada rombongan yang kebetulan lewat di dekat sumur tersebut dan nabi Yusuf lalu diangkat dari sumur.
Tetapi kabilah itu bukan merawat nabi Yusuf justru menjualnya ke kota. Lagi-lagi, ujian lain menghadang. Seiring pertumbuhan usia nabi Yusuf yang semakin dewasa dan dianugerahi Allah wajah yang tampan rupawan, ternyata ketampanan itu membuat Zulaikha, istri seorang petinggi Mesir terbuai dan kesengsem. Akibatnya, dengan tipudaya muslihat Zulkaikha berusaha mengajak nabi Yusuf berbuat serong. Meski tidak tergoda dengan rayuan, ternyata istri pertinggi Mesir itu menfitnahnya. Ujung-ujungnya, nabi Yusuf dijebloskan ke dalam penjara.
Masuk Penjara Tanpa Kesalahan
Memang, tidak ada satu alasan pun yang ditimpakan bagi nabi Yusuf kenapa ia dipenjara, kecuali dia telah difitnah. Padahal, sudah terbukti nabi Yusuf tak tergoda oleh bujuk rayu Zulaikha, apalagi sampai berbuat serong segala. Bukti yang bisa dijadikan alasan bahwa nabi Yusuf tidak bersalah digambarkan dalam al-Qur`an bahwa gamis yang dipakai nabi Yusuf terkotak di bagian belakang --sebagaimana kesaksian seorang keluarga wanita penggoda itu yang telah memberikan kesaksian jika baju nabi Yusuf koyak di belakang, maka wanita itu yang dusta dan Yusuf termasuk orang-orang yang benar (lihat QS. Yusuf [12]: 27).
Tapi, ada aib kekuasaan yang tidak dapat dibuka di muka umum dan untuk menjaga nama baik suami Zulaikha, maka nabi Yusuf pun menjadi korban. Raja Qithfir kemudian memasukkan nabi Yusuf ke dalam penjara dengan pertimbangan lain; untuk menutupi pembicaraan orang-orang mengenai Zulaikha dengan nabi Yusuf yang sudah berkembang di tengah masyarakat. Dengan kata lain, setelah mereka melihat kebenaran di pihak nabi Yusuf, namun mereka memenjarakan agar menjadi jelas bahwa yang bersalah adalah nabi Yusuf dan orang-orang tidak membicarakan hal ini lagi.
Pada sisi lain, sebenarnya nabi Yusuf lebih memilih penjara daripada memenuhi ajakan Zulaikha. Cahaya iman masih menyinari hati nabi Yusuf. Dia terbukti tidak mendengarkan bisikan setan dan karena itu ia lebih memilih berada di dalam penjara dan disiksa daripada hidup di rumah yang mewah tetapi harus diliputi dengan godaan setan. Dalam kasus ini, nabi Yusuf berdoa pada Allah dengan penuh harapan, “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh.” (QS. Yusuf [12]: 33)
Allah pun mengabulkan doa yang telah dipanjatkan nabi Yusuf tersebut. Panglima tertinggi Mesir lalu memenjarakan nabi Yusuf untuk beberapa waktu. Meski sudah diketahui umum bahwa kebenaran ada di pihak nabi Yusuf, akan tetapi memenjarakan nabi Yusuf itu menjadi satu pilihan yang diambil untuk menjatuhkan citra bahwa nabi Yusuf di pihak yang salah. Maklum, Zulaikha itu adalah istri Al-Aziz, seorang pejabat dan jelas akan mencoreng nama baik suaminya kalau sampai terbukti Zulaikha bersalah. Maka, nabi Yusuf harus dikorbankan. Nabi Yusuf harus dipenjarakan untuk sebuah konspirasi kekuasaan.
Tapi kebenaran tidak bisa disembunyikan dan kebaikan nabi Yusuf sebagai seorang nabi atau manusia yang sudah dipilih oleh Allah jelas memiliki sifat teruji pun dilihat oleh orang lain. Itu terlihat bahwa akhlak dan kepribadian nabi Yusuf diketahui orang ketika berada di dalam penjara. Oleh karena nabi Yusuf berbudi baik dan terpuji, sampai seorang sipir penjara terpikat. Tidak salah jika sipir penjaran pun menyukai nabi Yusuf, “Wahai Yusuf, aku sungguh mencintaimu! Kau adalah seorang pemuda yang baik dan apa yang telah menimpamu ini adalah suatu tindakan penindasan, mereka telah memenjarakan dirimu tanpa sebuah alasan.”
Tetapi apa jawaban yang diberikan oleh nabi Yusuf kepada sipir penjara tersebut? Apakah nabi Yusuf dengan senang hati dan bangga atas pujian itu? Ternyata tidak! Justru yang dikatakan oleh penjaga penjara itu menggerakkan hati nabi Yusuf sadar dan ingat akan kebesaran Allah, dan nabi Yusuf pun membalas, “Wahai saudaraku, aku tidak ingin ada seorang pun yang mencintaiku kecuali Allah, karena cinta semacam ini yang telah menyebabkanku memperoleh banyak masalah. Ayahku tak kurang mencintaiku tetapi saudara-saudaraku jadi iri padaku dan melemparkanku ke dalam sebuah sumur. Seorang istri pejabat juga mencintaiku, kemudian memerintahkan agar aku dipenjara.”
Ikhlas Menanggung Derita
Hari, minggu, bulan dan tahun berlalu. Nabi Yusuf masih berada di dalam penjara dan tak jelas sampai kapan keputusan untuk bebas itu akan tiba. Kendati demikian, nabi Yusuf tidak sedikit pun mengeluh. Nabi Yusuf menanggung penderitaan itu dengan ikhlas, sabar dan penuh dengan peharapan pada Allah. Karena dengan berharap hanya kepada Allah, semua penderitaan itu tidak lagi terasa dan sama sekali tidak akan berarti.
Bersama dalam penjara itulah, nabi Yusuf memperoleh dua orang teman yang bisa diajak bercengkrama, bercerita dan berbagi kisah. Selain tampan, nabi Yusuf juga memiliki akhlak dan kepribadian yang terpuji. Tidak dapat disangkal kalau dua hal itulah yang kemudian mempengaruhi kedua orang tersebut bisa berkawan akrab dengan nabi Yusuf. Ketika pertama kali bertemu, Nabi Yusuf sempat bertanya tentang pekerjaan mereka berdua. Salah seorang dari mereka menjawab, “Aku adalah penuang minuman raja. Tugasku menuangkan anggur untuk raja.” Sedangkan yang lain menjawab, “Aku adalah tukang masak raja.”
Kemudian kedua orang tersebut menanyakan tentang “jati diri” nabi Yusuf dan nabi Yusuf menjawab, “Aku adalah penafsir mimpi.”
Dua orang tersebut adalah dua pemuda yang gagah perkasa. Keduanya, awalnya adalah bekas pelayan kerajaan --yang satu sebagai pelayan di bagian makanan dan yang satunya lagi adalah seorang pelayan bagian minuman. Kabar yang telah beredar, mengisahkan bahwa kedua orang tersebut dipenjara karena dituduh telah memasukkan racun dalam makanan dan minuman. Karena itu, raja menjadi murak dan marah pada mereka berdua dan sebagai balasan yang harus diterima oleh kedua pelayan tersebut pun kemudian dimasukkan ke dalam bui.
Sejak perkenalan itu, kedua bekas pelayan kerajaan tersebut menjadi akrab dengan nabi Yusuf dan mereka tak lagi canggung untuk berbagi pengalaman. Hari-hari berlalu dan sudah tidak lagi terhitung sudah berapa orang yang masuk dan juga keluar penjara. Tetapi lagi-lagi, nasib nabi Yusuf tidak jelas. Dengan kata lain, tidak ada kepastian bagi nabi Yusuf kapan ia akan dibebaskan. Kendati demikian, nabi Yusuf tak berulah. Nabi Yusuf selalu menunjukkan sikap yang baik. Bahkan nabi Yusuf tidak segan-segan untuk merawat kedua bekas pelayan kerajaan itu dan juga berbuat baik pada mereka. Juga, nabi Yusuf ringan tangan mau mengurus makanan dan tempat tidur bagi mereka berdua sehingga dua orang itu tidak bisa mengelak untuk mengatakan bahwa nabi Yusuf mencintai mereka dan selama ini telah berbuat baik. Karena itu, tidak ada salahnya jika setiap ada masalah lantas kedua pelayan itu mengadukan kepada nabi Yusuf, bahkan sampai perihal mimpi yang dijumpai sekalipun.
Mana`birkan Mimpi
Suatu malam, saat semua orang yang ada dalam penjara itu tertidur, ternyata kedua orang bekas pelayan kerajaan yang mendekam dalam penjara itu menemui sebuah mimpi yang sungguh menakjubkan. Baik bekas pelayan makanan maupun minuman, keduanya sama-sama bermimpi yang memiliki kaitan dengan pekerjaan mereka sebelum masuk penjara. Karena merasa ada hal yang aneh dengan mimpi yang dijumpai, maka pada esok paginya kedua bekas pelayan kerajaan itu pun menceritakan perihal mimpi mereka kepada nabi Yusuf.
Salah seorang dari mereka bercerita, “Sesungguhnya, aku bermimpi bahwa aku memeras anggur.” Dan yang lain berkata, “Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku membawa roti di atas kepalaku, sebagiannya dimakan burung.”
Setelah bercerita dengan penuh rasa penasaran, kedua orang tersebut kemudian meminta nabi Yusuf menta`birkan mimpi tersebut, “Beritahukan pada kami ta`birnya; sesungguhnya kami memandang kamu termasuk orang-orang yang pandai (mena`birkan mimpi),” (QS. Yusuf [12]: 36).
Allah SWT. memang telah memberikan mukjizat kepada nabi Yusuf dengan kemampuan yang sungguh menakjubkan dalam hal menafsirkan sebuah mimpi. Karena itulah, bagi nabi Yusuf, menafsirkan mimpi tersebut bukanlah hal yang sulit karena sudah diberikan kemampuan oleh Allah pengetahuan menafsirkan mimpi. Hanya saja, nabi Yusuf tak lantas menceritakan kepada mereka secara langsung. Nabi Yusuf justru menggunakan kesempatan itu untuk berdakwah, mengajarkan kepada mereka berdua tentang risalah yang ditugaskan oleh Allah untuk mengajak mereka supaya menyembah Allah.
Tidak ada tujuan lain yang diinginkan oleh nabi Yusuf dengan tafsir mimpi yang dikuasai itu kecuali agar mereka percaya kepadanya dan tahu bahwa Allah yang memberikan pengetahuan langka tersebut kepada nabi Yusuf, bukanlah dari yang lain. Makanya, nabi Yusuf berkata, “Tidak disampaikan kepada kamu berdua makanan yang akan diberikan kepadamu melainkan aku telah dapat menerangkan jenis makanan itu sebelum makanan itu sampai padamu. Yang demikian itu adalah sebagian dari apa yang telah diajarkan kepadaku oleh Tuhanku. Sesungguhnya aku telah meninggalkan agama orang-orang yang tidak beriman kepada Allah sedang mereka ingkar kepada hari kemudian.”
“Aku mengikuti agama bapak-bapakku, yaitu Ibrahim, Ishak dan Ya`qub. Tidaklah patut bagi kami (para Nabi) mempersekutukan apa pun dengan Allah. Yang demikian itu adalah dari karunia Allah kepada kami dan kepada manusia (seluruhnya); tetapi kebanyakan manusia itu tidak mensyukuri-Nya (QS. Yusuf [12]: 37-38), lanjut nabi Yusuf.
Kedua bekas pelayan kerajaan yang jadi tawanan itu mendengarkan dengan seksama dan penuh ketakjuban. Ada kata-kata dari nabi Yusuf yang membuat kedua tawanan tersebut harus tercengang dengan hal baru yang diucapkan nabi Yusuf. Maklum, nabi Yusuf mengenalkan agama Ibrahim dan mengajak mereka untuk tidak berbuat syirik atau menyekutukan Allah. Di saat mereka berdua terbengong-bengong itulah nabi Yusuf lantas bertanya, “Hei kedua temanku dalam penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa? Kamu tidak menyembah selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kau dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
Setelah nabi Yusuf mendakwahi mereka berdua, akhirnya nabi Yusuf memberikan tafsir atas mimpi yang dijumpai bekas kedua pelayan itu, “Hai kedua temanku dalam penjara; Adapun salah seorang di antara kamu berdua, akan memberi minum tuannya dengan khamr; adapun yang seorang lagi maka ia akan disalib, lalu burung memakan sebagian dari kepalanya. (QS. Yusuf [12]: 39-41)
Usai mendengarkan dengan tertegun akan ta`bir mimpi yang dijelaskan nabi Yusuf, orang yang bermimpi membawa roti di atas kepalanya dan sebagiannya di makan burung terperangah dan hampir tidak percaya. Karena itu, ia kemudian dicekam ketakutan seraya berkata kepada nabi Yusuf, “Aku sebenarnya tidak bermimpi apa-apa. Aku telah bercerita bohong.”
Nabi Yusuf menjawab, “Hal yang berkenaan dengan apa yang telah kamu tanyakan sudah ditetapkan.”
Kemudian nabi Yusuf berpaling pada bekas penuang minuman raja dan berkata padanya, “Terangkanlah keadaanku kepada tuanmu.” (lihat QS. Yusuf [12]: 42).
Lupa Pesan Nabi Yusuf
Karena ta`bir mimpi yang dijelaskan nabi Yusuf itu datang dari Allah, maka tak ada alasan tidak menjadi kenyataan. Pada hari berikutnya, sipir penjara mengeluarkan kedua tawanan itu. Penuang minuman pergi menemui raja dan melanjutkan pekerjaannya sedangkan tukang masak, disalib.
Penuang minuman raja pun berkata pada Yusuf, “Aku akan mengatakan kepada tuanku. Aku akan mengatakan bahwa engkau tidak bersalah dan bahwa kau telah dipenjarakan tanpa kesalahan.”
Tapi penuang minuman raja itu melupakan pesan yang telah disampaikan oleh nabi Yusuf kepadanya. Sebagaimana yang telah diceritakan oleh Allah dalam Al-Qur`an, “Syaitan menjadikan dia lupa menerangkan (keadaan Yusuf) kepada tuannya. Karena itu, tetaplah dia (Yusuf) dalam penjara beberapa tahun lamanya. (QS. Yusuf [12]: 42).
Akibatnya, nabi Yusuf pun masih mendekam di dalam penjara sampai beberapa tahun lagi lamanya. Nabi Yusuf menanggung keadaan itu dengan sabar dan ikhlas. Ia percaya bahwa Allah tidak akan melupakannya. Hingga pada suatu malam, raja bermimpi sesuatu yang menakjubkan dan dari mimpi sang raja itulah, nabi Yusuf kemudian terbebas dari tuduhan yang selama ini telah membuatnya difitnah. Setelah nabi Yusuf bisa menta`birkan mimpi sang raja, Mesir pun tak dilanda kelaparan. (n. mursidi/ disarikan dari Kisah-kisah Terbaik Al-Qur`an, Kamal as-Sayyid, Pustaka Zahra, Jakarta, 2005)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar