Siang itu, mentari sudah berada di atas kepala. Adzan dhuhur pun sudah dikumandangkan dan beberapa detik kemudian jama`ah menunaikan shalat sunat -qabliyah dhuhur. Sepuluh menit kemudian, iqomah pun digemakan. Sang Imam lalu melangkah menuju mighrab, dan jama`ah shalat dhuhur segera dimulai. Tetapi, jumlah jamaah yang ada di masjid itu ternyata cuma segelintir orang dan bisa dihitung dengan jari. Pemandangan ini jelas jauh berbeda dengan jumlah jamaah di masjid-masjid lain. Padahal, mengingat sejarah masjid ini, sebenarnya memiliki tergolong salah satu masjid tua di Jakarta.
Itulah kondisi memprihatinkan shalat jama`ah di masjid Al-Alam, Marunda, Cilincing, Jakarta Utara. Di samping kondisi bangunan masjid --yang konon menurut cerita dibangun oleh Fatahillah tahun 1527-- ini sudah tua, lapuk dan terbengkalai, kondisi jama`ah pun juga cukup menyedihkan. Tak seperti masjid lain --apalagi masjid-masjid di tengah perkotaan yang dibangun dengan megah-- yang kerapkali dipenuhi para pekerja yang lagi istirahat untuk menunaikan kewajiban shalat wajib, bahkan di halaman masjid ini ternyata tidak ada kendaraan roda empat yang parkir.
Kondisi menyedihkan itu bisa dipahami karena masjid Al-Alam, Marunda ini terletak di pinggir kota Jakarta, bahkan di tepi pantai. Untuk menuju masjid ini pun harus lewat jalan setapak sekitar satu meter yang "diapit" tambak-tambak ikan. Maklum, kalau kemudian masjid ini sepi dari jamaah, apalagi dari luar Marunda. "Masjid ini sepi karena memang terletak jauh dari pusat perkotaan, adanya di daerah terpencil, bahkan di tepian pantai. Selain itu, jumlah penduduk di sekitar juga tidak banyak," jawab H. Atit Fauzi, Ketua Pengurus Masjid Al-Alam menjelaskan faktor utama kenapa masjid Al-Alam tidak hidup sebagaimana masjid-masjid di tengah pekotaan.
Dua kendala utama itulah, yang kemudian menjadikan masjid Al-Alam jadi salah satu masjid tua di Jakarta yang seakan terbengkalai. Tidak hanya dari kondisi bangunan masjid, bahkan juga soal jama`ah. Meskipun masjid ini memiliki sejarah yang panjang, kondisi masjid ini tidak ubahnya seperti kondisi mushalla di kampung-kampung. Kegiatan yang berlangsung di masjid ini, tidak cukup istimewa. Bahkan menurut cerita H. Atit Fauzi, kegiatan pengajian diadakan sebulan sekali, juga acara pengajian dalam rangka memperingati hari besar seperti maulid nabi atau isra` mi`raj.
Masjid Al-Alam nyaris hanya dihiasi dengan kegiatan shalat jamaah lima waktu meski kurang dari memadai. Kendati demikian, jika hari Jum`at masjid ini terlihat ramai penuh dengan para jamaah. Padahal upaya untuk memakmurkan masjid ini sempat digagas dengan mengadakan TPA dan pengajian setiap minggu yang semula ada di rumah warga. Tetapi, pengajian serta TPA yang di pindah ke masjid itu, ternyata tidak berjalan dan lebih berjalan saat ada di rumah-rumah warga.
Tetapi uniknya, masjid tua yang sekarang sudah ditetapkan oleh pemerintah sebagai bangunan bersejarah ini lumayan ramai dari para peziarah. Bahkan, tak jarang peziarah yang datang itu bermalam di masjid yang kini berusia hampir lima abad tersebut. (n. mursidi)
Itulah kondisi memprihatinkan shalat jama`ah di masjid Al-Alam, Marunda, Cilincing, Jakarta Utara. Di samping kondisi bangunan masjid --yang konon menurut cerita dibangun oleh Fatahillah tahun 1527-- ini sudah tua, lapuk dan terbengkalai, kondisi jama`ah pun juga cukup menyedihkan. Tak seperti masjid lain --apalagi masjid-masjid di tengah perkotaan yang dibangun dengan megah-- yang kerapkali dipenuhi para pekerja yang lagi istirahat untuk menunaikan kewajiban shalat wajib, bahkan di halaman masjid ini ternyata tidak ada kendaraan roda empat yang parkir.
Kondisi menyedihkan itu bisa dipahami karena masjid Al-Alam, Marunda ini terletak di pinggir kota Jakarta, bahkan di tepi pantai. Untuk menuju masjid ini pun harus lewat jalan setapak sekitar satu meter yang "diapit" tambak-tambak ikan. Maklum, kalau kemudian masjid ini sepi dari jamaah, apalagi dari luar Marunda. "Masjid ini sepi karena memang terletak jauh dari pusat perkotaan, adanya di daerah terpencil, bahkan di tepian pantai. Selain itu, jumlah penduduk di sekitar juga tidak banyak," jawab H. Atit Fauzi, Ketua Pengurus Masjid Al-Alam menjelaskan faktor utama kenapa masjid Al-Alam tidak hidup sebagaimana masjid-masjid di tengah pekotaan.
Dua kendala utama itulah, yang kemudian menjadikan masjid Al-Alam jadi salah satu masjid tua di Jakarta yang seakan terbengkalai. Tidak hanya dari kondisi bangunan masjid, bahkan juga soal jama`ah. Meskipun masjid ini memiliki sejarah yang panjang, kondisi masjid ini tidak ubahnya seperti kondisi mushalla di kampung-kampung. Kegiatan yang berlangsung di masjid ini, tidak cukup istimewa. Bahkan menurut cerita H. Atit Fauzi, kegiatan pengajian diadakan sebulan sekali, juga acara pengajian dalam rangka memperingati hari besar seperti maulid nabi atau isra` mi`raj.
Masjid Al-Alam nyaris hanya dihiasi dengan kegiatan shalat jamaah lima waktu meski kurang dari memadai. Kendati demikian, jika hari Jum`at masjid ini terlihat ramai penuh dengan para jamaah. Padahal upaya untuk memakmurkan masjid ini sempat digagas dengan mengadakan TPA dan pengajian setiap minggu yang semula ada di rumah warga. Tetapi, pengajian serta TPA yang di pindah ke masjid itu, ternyata tidak berjalan dan lebih berjalan saat ada di rumah-rumah warga.
Tetapi uniknya, masjid tua yang sekarang sudah ditetapkan oleh pemerintah sebagai bangunan bersejarah ini lumayan ramai dari para peziarah. Bahkan, tak jarang peziarah yang datang itu bermalam di masjid yang kini berusia hampir lima abad tersebut. (n. mursidi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar