Selasa, 02 Oktober 2007

berdakwah dengan menuturkan kisah

majalah hidayah edisi 75 oktober 2007

Dai memang identik penerus (pewaris) para nabi. Tak salah, jika setiap da`i pun memiliki kewajiban berat untuk meneruskan tugas agung meneladani jalan para nabi untuk menyampaikan risalah tauhid, juga mengajak umat Islam berbuat kebaikan dan juga meninggalkan kejahatan.

Tentu saja, peran itu tidak gambang! Pasalnya, jika setiap dai kemudian menyampaikan risalah agama tanpa metode, bisa-bisa cemarah yang disampaikan itu tidak akan membekas dan bahkan tak menyentuh kaldu.

Tak pelak, jika tugas da`i harus ditunjang dengan metode yang mumpuni agar dakwah yang digemakan tak monoton, menjemukan atau masuk telinga kanan lantas keluar telinga kiri. Karena itulah, setiap da`i membutuhkan metode yang lentur, jitu dan sentuhan lain. Salah satu sentuhan dari metode dakwah itu adalah dengan menuturkan kisah-kisah.

Metode menuturkan kisah-kisah itulah yang diterapkan oleh ustadz Bobby Herwibowo ketika berdakwah di hadapan jamaah. Uniknya, meskipun metode itu cukup sederhana justru metode yang dibawakan ustadz muda lulusan dari Universitar Al-Azhar Cairo (Mesir) Jurusan Syariah Islamiyah ini, ternyata mampu menjerat emosi dan menyentuh umat. Tak sedikit, jamaah yang mendengarkan kisah-kisah yang disampaikan ustadz ini; menitikkan air mata, lantaran hanyut dalam emosi tokoh cerita sehingga kemudian mematik kesadaran.

Membumikan Ayat dan Hadits
Pilihan ustadz Bobby mempraktekkan dakwah dengan menuturkan kisah-kisah itu, memang tidak diterapkan sejak awal kali terjun di dunia dakwah. Cara itu baru dijalankan sekitar 2 atau 3 tahun lampau. Tidak ada alasan bagi ustadz kelahiran Jakarta, 1 Mei 1977 ini menuturkan kisah dalam setiap tausiyah yang disampaikan, kecuali ingin membumikan ayat al-Qur`an dan juga hadits nabi.

"Saya berceramah sejak umur 16 tahun. Sudah membaurkan beberapa metode. Tetapi sekarang ini saya lebih memilih berdakwah menuturkan kisah. Pilihan ini dilatarbelakangi kondisi kebanyakan masyarakat yang mendengarkan ceramah dari dai yang hanya menyampaikan ayat, respon mereka biasa-biasa saja, tak mengira ayat itu adalah kalamullah. Mungkin, telinga orang itu sudah terbiasa mendengar ayat al-Qur`an disampaikan, padahal ganjaran surga dan balasan neraka itu dahsyat-dahsyat dalam ayat Qur`an dan hadits nabi. Karena itu, saya berpikir bagaimana ayat dan hadits itu bisa membumi. Akhirnya, saya menemukan cara membumikan ayat dan hadist itu dengan pengantar berupa kisah," jelas ustadz yang menjabat Dewan Pengawas Syari`ah Baznas Dompet Duafa Republika ini.

Pilihan dakwah dengan menuturkan kisah itu, ternyata jitu. Kenyatan itu, tidak hanya dirasakan orang lain, melainkan juga dialami ustadz Bobby sendiri. "Subhanallah! Saya merasakan ini tak hanya dalam dakwah secara lisan tetapi juga dakwah saya lewat tulisan di beberapa buku. Sebab dakwah saya lewat buku juga memakai metode menuturkan kisah. Lucu memang, jika kemudian buku-buku saya justru bestseller gara-gara kisah-kisah. Jadi, orang menganggap tulisan dan tausiyah saya itu enteng".

Di sisi lain, tidak jarang ustadz Bobby sendiri tersentuh karena marasakan kesejukan dan juga kenikmatan. Dengan metode menjadikan ayat atau hadits sebagai pengantar dakwah atau penegas dalam berkisah, juga disertai empati tatkala membawakan kisah, tidak jarang orang yang mendengarkan pun ikut tenggelam sehingga menitikkan air mata karena emosi mereka terbawa kisah yang memikat.

Bisa dimaklumi kisah-kisah yang dibawakan ustadz ini menelusup ke kalbu dan orang pun tersentuh. Karena, di dalam kisah-kisah yang disampaikan ustadz Bobby, hampir sebagian besar berkisah tentang kehidupan nyata seseorang yang mendapatkan balasan dari janji Allah, sehingga balasan lebih besar pun bisa dipetik, semisal cerita tentang seorang yang bisa menunaikan ibadah haji, lantaran dia rajin mengerjakan tahajud, atau orang yang memiliki perusahaan kapal tanker berkat sedekah sebuah "kaca mata" hitam kepada orang yang rabun ketika suatu kali pergi ke tanah suci.

Di samping itu, bagi ustadz Bobby, metode itu pun menegaskan bahwa ayat al-Qur`an itu tak usang dimakan oleh waktu. "Dengan cara begitu, mereka mengira bahwa ayat atau hadits tak pernah usang. Ini memang cuma metode saja, metode berdakwah agar orang sadar dengan apa yang disampaikan Allah (lewat ayat-ayat al-Qur`an) atau rasulullah (lewat hadits)," timpal pendiri CV Kuwais Media Kreasindo ini.

Jalan Lain dari Tradisi
Lahir di Jakarta, 11 Mei 1977, dari pasangan H. Choiri Awan (alm) dan Hj. Yumhani, sebenarnya ustadz Bobby Herwibowo dibesarkan bukan dari keluarga (yang berlatar belakang) kiai atau ustadz. Tak mustahil, ketika ustadz Bobby kini menjadi dai atau mubaligh, dia mengakui bahwa itu semata-mata jalan yang dipilih oleh Allah. "Ini jalan Allah. Karena latar belakang keluarga saya bukan keluarga kiai, hanya keluarga muslim taat tapi tidak mempunyai ilmu. Karena itu, tidak satu pun dari saudara-saudara saya yang sekolah di madrasah, apalagi belajar di pesantren. Maka, ketika saya mau melanjutkan sekolah ke pesantren, keinginan itu dianggap aneh di tengah keluarga kami."

Tetapi, pilihan ustadz Herwibowo masuk ke pesantren itu ternyata menjadi titik balik sekligus titik terang dari jalan yang dipilih Allah untuk mengantar ustadz Bobby justru menjadi da`i. Ceritanya, lulus SLTP ustadz Bobby Herwibowo tidak mau meneruskan sekolah ke bangku SMU tetapi memilih masuk ke pesantren Al-Mahbubiyah, Cilandak (Jakarta) dan menempuh pendidikan formal di bangku Aliyah. Lantaran dalam tradisi keluarga ustadz Bobby, tidak ada satu keluarga pun yang belajar ke pesantren, maka keinginan ustadz Bobby itu pun sempat mengundang heran sang kakak.

Waktu itu, seperti diceritakan ustadz Bobby, sebagian besar keluarganya masih berkumpul di ruang shalat habis menunaikan shalat maghrib berjamaah. Tatkala kumpul itulah, sang ayah tiba-tiba menanyakan keinginan ustadz Bobby setelah lulus dari SLTP, "Kamu mau melanjutkan ke mana?" tanya sang ayah kepada ustadz Bobby, yang duduk di antara saudara-saudaranya.

Di hadapan ayah dan saudara-saudaranya itu, ustadz Bobby menjawab dengan pilihan lain. "Saya mau masuk ke pesantren, pap" jawab ustad Bobby tak ragu. Tapi mendengar jawaban ustadz bobby itu, nyaris seluruh anggota keluarga kaget dan heran. Tak salah jika salah seorang kakak ustadz Bobby pun menanggapi dengan nyinyir. "Apa? Mau ke pesantren? Kamu mau jadi tukang tahlil?"

Tetapi, sindiran sang kakak itu justru menjadi "pelecut" bagi ustadz Bobby untuk mengukir prestasi. Tak salah, setelah ustadz Bobby melanjutkan sekolah di Aliyah dan belajar di pesantren Al-Mahbubiyah, Cilandak (Jakarta), dia harus belajar dengan tekun. "Saya dari TK sampai SMP, belum pernah memiliki prestasi sekolah yang membanggakan, bahkan saat masuk pesantren saya belum bisa membaca al-Qur`an dengan lancar. Tetapi, saya mampu mengejar prestasi itu. Kalau orang-orang biasa tidur jam sembilan malam, saya tidur jam dua pagi. Itu karena saya harus belajar ngebut, mengejar ketertinggalan saya."

Ketekunan yang dirintis ustadz Bobby pun tidak sia-sia. Sejak di pesantren dan di sekolah Aliyah itu, ternyata ustadz Bobby selalu menyabet prestasi yang membanggakan. Ustadz Bobby selalu menjadi "juara umum" baik di pesantren maupun di Aliyah. Tidak salah, kalau setiap semester, sang ayah pun harus naik panggung untuk menerima penghargaan berkat prestasi yang diukir oleh ustadz Bobby.

Melanjutkan ke Mesir
Setelah lulus Aliyah, ustadz Bobby ingin bereksperimen ikut UMPTN (kuliah di Perguruan Tinggi Negeri), tidak ingin melanjutkan kuliah ke IAIN sebagaimana yang menjadi pilihan teman-teman di Aliyah. Apalagi, di dalam tradisi keluarga, tak ada satu pun yang tidak diterima kuliah di Perguruan Tinggi (Negeri). Tetapi ketika ustadz Bobby mendaftar seleksi penerimaan mahasiswa baru Perguruan `Tinggi, ustadz Bobby tak lolos ujian. Gagal. Pasalnya, ustadz Bobby salah datang ke tempat ujian. Ujian yang seharusnya di Al-Azhar, justru ia datang ke lokasi lain. Ia nyasar!

Logis, jika saat pengumunan itu nama ustadz Bobby tidak tertera dalam lembaran pengumunan UMPTN. Sontak, dia dilanda rasa takut yang luar biasa untuk mempertanggungjawabkan kegagalan itu di hadapan ayahnya. Apalagi di dalam tradisi keluarga, kakak-kakaknya lolos ujian seleksi kuliah di PT Negeri. Tak pelak, kalau di benaknya saat itu, ayahnya pasti akan marah kalau sampai tahu ia tidak lulus ujian.

Tetapi, apa yang ditakutkan ustadz Bobby ternyata tidak terbukti. Setelah pulang ke rumah, siang itu ustadz Bobby makan berdua dengan sang ayah, tak ada saudara lain. Di tengah jamuan makan itulah, sang ayah bertanya perihal UMPTN, "Gimana? Kamu lulus?"

Gemetar, ustadz Bobby merunduk. "Tidak lulus, pap!" jawab Ustadz Bobby seraya menundukkan kepada, tak berani memandang wajah ayahnya. Ia takut ayahnya marah habis-habisan. Tapi apa komentar ayah ustadz Bobby? Sebuah jawaban pendek, membuat ustadz Bobby nyaris tidak percaya, "Memang jalan kamu bukan di situ!' Kamu itu jadi kiai."

Jawaban sang ayah itu membuat ustadz Bobby tenang, dan juga sadar bahwa ia harus menempuh jalan lain, tak seperti jalan yang ditempuh saudara-saudaranya. Jawaban dari sang ayah itu juga menjadi penegasan akan masa-masa kecil ustadz Bobby yang selalu di ajak oleh sang ayah menjalin silaturrahmi ke kiai atau habib. Pasalnya saat ia masih kecil dulu, sang ayah sering mengajak ustadz Bobby mengunjungi kiai dan setiap kali bersilaturrahmi ke kiai itu, sang ayah selalu meminta kiai untuk mendoakan ustadz Bobby. Di samping itu, sejak masih kecil, ustadz Bobby selalu diajak ayahnya untuk berlatih puasa senin-kamis dan shalat tahajud. Padahal perlakuan itu -di mata ustadz Bobby- tak berlaku bagi saudara-saudaranya yang lain. Jadi, ustadz Bobby sadar ketika sang ayah menganggap jalannya tak sama dengan kakak-kakaknya.

Ustadz Bobby Herwibowo akhirnya mengikuti jalan lain, tidak seperti jalan yang ditempuh kakak-kakaknya. "Akhirnya, lantaran semua pendaftaran sudah tutup, saya ngangur. Itu karena saya dihukum oleh Allah lantaran kesombongan saya! Tetapi setahun berikutnya, saya mendaftar di IAIN. Di samping itu, saya juga mencari beasiswa ke Mesir. Alhamdulillah saya diterima dua-duanya. Saya memilih menimba ilmu di Mesir. Sepulang ke Indonesia, saya pun mengabdikan ilmu yang telah saya timba," cerita suami Maya Hayati ini.

Berawal dari Pendaulatan
Ada satu pengalaman yang tidak terlupakan bagi ustadz Bobby, setelah ia memutuskan masuk pesantren. Pengalaman itu sampai kini masih dikenang lantaran dia harus berjuang dengan rasa takut, kaki gemetaran untuk pertama kali didaulat jadi penceramah. Tapi, tidak dimungkiri jika pengalaman pertama bereceramah itu yang mengantar ustadz Bobby kemudian bisa seperti sekarang ini; dikenal sebagai mubaligh!

Ceritanya, 3 bulan setelah ustadz Bobby memutuskan masuk pesantren, dia (kebetulan) pulang ke rumah. Ia pun tidak bisa mengelak ketika dia didaulat untuk berceramah, padahal saat itu ustadz Bobby mengaku belum tahu apa-apa. "Baru 3 bulan masuk pesantren, ada seorang nenek (tetangga saya) yang mau naik haji. Ketika itu saya kebetulan lagi pulang, dan tiba-tiba didaulat untuk berceramah di depan umum tentang ibadah haji. Padahal, ilmu saya tentang haji belum cukup bahkan saya belum tahu bagaimana cara melaksanakan haji karena saya pernah naik haji. Jadi, saya grogi sewaktu memegang mic," tutur ustadz Bobby Herwibowo tentang pengalaman pertama kali berdakwah.

Meski ustadz Bobby kala itu mengakui grogi, justru pengalaman pertama itu jadi jalan terang baginya untuk menjadi mubaligh. Pasalnya, sejak itu, setiap kali pulang ke rumah, ustadz Bobby selalu didaulat untuk berceramah. Bahkan orangtua ustadz Bobby sendiri selalu memberi kesempatan berceramah dalam setiap acara atau event-event apa pun. Tak salah, jika pengalaman pertama itu terus terkenang, juga kesempatan yang diberikan oleh orangtuanya pada akhirnya mengantarkan ustadz Bobby jadi terbiasa berbiacara di depan umum untuk mengisi pengajian atau tausiyah. Wajar, kalau sepulang dari Mesir tahun 2001, ustadz Bobby pun semakin sering "didaulat" untuk menjadi penceramah.

Kini selain menjabat Dewan Syariah Baznaz Dompet Duafa Republika dan juga pendiri CV Kuwais, ustadz Bobby juga akhtif jadi narasumber dalam acara pengajian-pengajian di perkantoran, seperti di PT Bumi Daya Plaza, Exxon Mobil, TIKI, IBM serta kantor-kantor lain. Bahkan sejak Mei 2007, ustadz Bobby mengisi acara “Belajar dari Kisah” di Indosiar yang tak lain sebuah acara ruhani dengan mengetengahkan kisah-kisah menarik yang memikat hati dan menyentuh jiwa. (n. mursidi/foto: dok. CV Kuwais)

Tidak ada komentar: