Selasa, 19 April 2005

tips nabi mengobati keracunan

majalah hidayah edisi 45 april 2005

Seiring dengan kemajuan zaman, kadang orang tak lagi harus susah-susah jika hanya sekedar untuk memenuhi tuntutan akan kebutuhan makanan dan minuman. Berbagai produk kini sudah bisa kita jumpai dalam bentuk praktis, seperti dikemas dalam kaleng, bubuk dan bungkusan plastik sehingga bisa disajikan dengan cepat. Jika kita butuh ikan dan daging misalnya, kita tak lagi harus disusahkan dengan bau amis karena di tengah kemajuan zaman, di supermarket-supermarket sudah tersedia produk kalengan. Dalam produk lain, juga bisa kita jumpai biscuit, snake, susu dan masih banyak lagi tentunya.

Tapi, karena semua produk di atas dikemas dengan bahan kimia sebagai pengawet, tak dipungkiri selain adanya efek samping, juga memiliki masa batas waktu yang harus ditaati dalam mengkonsumsinya. Tak pelak, jika kita ceroboh memakan dan meminum produk yang sudah kadaluwarsa, bisa-bisa kita akan menemui hal tragis berupa keracunan.

Barangakali, kita sudah tak asing mendengar kabar tentang seseorang yang keracunan akibat memakan produk yang kadaluwarsa.Jika sudah demikian, sang korban pun kemudian buru-buru untuk dibawa ke rumah sakit supaya dapat tertolong dan tak sampai menjumpai peristiwa tragis berupa kematian. Sebab, proses orang keracunan biasanya cepat dan tidak terduga. Tiba-tiba, orang yang keracunan muntah-muntah dan perut terasa mual. Karenanya, kita haruslah hati-hati dalam mengkonsumsi jenis makanan dan minuman yang mengandung bahan kimia

Di zaman nabi pun, masalah keracunan bukan suatu peristiwa yang asing. Bahkan nabi pun pernah mengalami keracunan akibat makan makanan yang diberikan oleh seorang wanita Yahudi kepadanya. Lantas yang menjadi pertanyaan, bagaimana petunjuk nabi dalam mengobati keracunan?

Pembekaman
Musa bin Uqbah sebagaimana dikutip oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam buku Metode Pengobatan Nabi mengatakan, “Terapi penawar keracunan adalah dengan cara memaksa keluar zat beracun dalam tubuh dengan menggunakan obat-obatan yang dapat menahan reaksi racun dan menghentikannya, bisa jadi secara aktif atau reaktif. Bila tidak ditemukan obatnya, segeralah lakukan “pemaksaan keluar” secara total. Yang baik dalam hal ini adalah pembekaman.”

Pembekaman pada intinya merupakan proses pengeluaran darah kotor. Memang pembekaman bukanlah satu-satunya cara mengobati keracunan. Kiat terpenting lain dalam mengatasi keracunan adalah dengan cuci perut dari zat racun bersangkutan. Hal ini amat mudah untuk dilakukan dengan cara mengkonsumsi air hangat dalam jumlah banyak yang dicampuri garam dapur, lalu setelah itu dimuntahkan. Cara itu diulangi hingga beberapa kali sehingga air yang sudah diminum itu keluar semua. Dengan cara seperti itu, perut akan bersih dari zat beracun tersebut. Setelah itu, baru diminumkan obat pencahar untuk mengeluarkan zat beracun yang masih mengendap.

Sebab, cara kerja racun itu menyusup ke dalam darah, lalu mengalir dalam pembuluh dan urat tubuh hingga mencapai jantung sehingga bisa menyebabkan kematian. Darah adalah pintu masuk bagi racun menuju jantung dan organ-organ tubuh lainnya. Kalau orang yang keracunan itu mau menanganinnya dengan mengeluarkan darah tersebut, maka zat racun yang tercampur dalam darah itu pun akan bisa ikut keluar. Kalau pemaksaan keluar itu bisa sempurna, racun tersebut tidak akan membahayakan. Bisa tersingkirkan atau paling tidak energinya berkurang sehingga kondisi tubuh menjadi kuat. Reaksinya akan hilang atau berkurang.

Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma`mar, dari az-Zuhri dari Abdurrahman bin Kaab bin Malik; Ada seorang wanita Yahudi yang menghadiahi seekor kambing yang sudah dimasak kepada nabi. Beliau bertanya, “Apa ini?” Wanita itu dengan santun pula menjawab, “Hadiah.” Wanita itu khawatir kalau mengatakan itu sedekah, beliau tidak akan memakannya. Maka rasulullah menyantap sebagian daging tersebut. Para sahabat juga ikut menyantapnya.

Tapi kemudian beliau berkata, “Tahan!” Beliau lalu berkata kepada wanita tersebut, “Engkau membubuhi racun di daging ini?” Wanita itu kemudian balik bertanya, ”Siapa memberitahumu tentang hal itu?” Beliau menjawab, “Tulang ini –beliau menunjuk ke kaki kambing yang masih berada di tangannya--.” Wanita itu mengaku, “Memang demikian.” Beliau bertanya lagi, “Kenapa?” Wanita itu menjawab, “Keinginanku kalau engkau berdusta (sebagai nabi), biarlah masyarakat senang dengan kepergianmu. Kalau memang engkau nabi, makanan itu tidak akan membahayakanmu.”

Akhirnya, akibat keracunan itu Rasulullah meminta dibekam di bagian pundaknya di tiga titik dan memerintahkan para sahabat untuk berbekam juga. Namun sebagian di antara mereka terlanjur meninggal dunia. Kejadian ini juga diriwayatkan dalam jalur lain, “Rasulullah berbekam pada pundaknya karena beliau sempat memakan kambing itu. Yang melakukan bekamnya adalah Abu Hindin dengan menggunakan tanduk dan pisau. Ia adalah mantan budak dari Bani Bayadhah, dari kalangan Al-Anshar. Setelah kejadian itu, beliau masih hidup hingga 3 tahun berikutnya, sampai akhirnya wafat setelah menderita sakit yang membawa kepada kematian beliau. Beliau pernah berkata,. “Aku masih merasakan pengaruh akibat makanan yang pernah kusantap dari daging kambing Khaibar. Sehingga inilah saatnya usiaku berakhir.” Lalu rasulullah wafat sebagai syahid.”

Cara pengobatan dan petunjuk nabi adalah cara yang baik dan tidak ada alasan untuk meragukannya. Sebab, sebelum temuan mutahir di bidang medis, nabipun kerap memberikan petunjuk dalam mengobati aneka macam penyakit. Salah satu dari semua itu adalah dalam mengobati keracunan dengan cara pembekaman. (Nur Mursidi/ dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar: