Kamis, 19 Mei 2005

kisah yusuf dibuang ke dalam sumur

majalah hidayah edisi 46 mei 2005

Salah satu sifat buruk yang kerapkali membuat manusia kolap untuk berbuat jahat, bahkan sampai “tega menyakiti” saudara sendiri adalah adanya segumpal kedengkian yang bercokol di dalam dada. Adanya sifat itu, bisa jadi karena dipicu perhatian dan kasih sayang dari sang ayah yang amat berlebihan kepada salah satu dari anaknya (meski sebenarnya atas pertimbangan lain, semisal karena anak yang disayangi itu masih kecil dan ditinggal wafat ibu kandungnya), sementara saudara-saudara yang lain merasa dikesampingkan.

Sifat dengki semacam itulah yang ada di dalam hati saudara-saudara Yusuf, yang akan penulis ceritakan di bawah ini sampai mereka kemudian berbuat jahat dengan membuang Yusuf ke dalam umur tua.

Kedengkian Saudara-saudara Yusuf
Setiap rasul yang diutus di muka bumi ini, memang selalu diuji dengan cobaan yang cukup berat. Tak pelak, jika kemudian hampir semua rasul menjalani kehidupan yang pahit dengan penuh perjuangan, tak terkecuali dengan nabi Yusuf. Sebelum ia diangkat menjadi rasul, boleh dikata perjalanan hidupnya penuh penderitaan yang tidak terkira. Sebab, Yusuf yang kebetulan memiliki sepuluh saudara (lain ibu), tidak menaruh belas kasihan kepadanya, melainkan membencinya setengah mati.

Tak bisa dipungkiri, kalau kedengkian saudara-saudara Yusuf itu semata-mata dipicu karena perhatian yang tidak sama yang diberikan Ya`qub kepada anak-anaknya. Di antara dua belas anak Ya`qub, dari hasil perkawinannya dengan empat wanita (Lea, Rakhel, Zilfa dan Bilha), boleh dikata nabi Ya`qub menaruh perhatian lebih kepada Yusuf dan Benyamin (keduanya saudara seibu dari keturunan Rakhel). Dari perhatian yang berbeda itulah, saudara-saudara Yusuf kemudian menaruh rasa iri.

Tapi perhatian dan rasa sayang Ya`qub kepada Yusuf dan Bunyamin itu bukan satu tindakan yang tanpa alasan. Sebab, setelah melahirkan Bunyamin, Rakhel wafat. Tak pelak, jika Yusuf dan Benyamin jadi anak piatu yang butuh perhatian lebih. Atas dasar itu, Ya`qub lalu mencurahkan kasih sayang yang berbeda kepada keduanya, daripada kesepuluh saudara yang lain sebab di mata Ya`qub saudara-saudara Yusuf masih punya ibu kandung.

Rupanya, hal itu tidak dipahami saudara-saudara Yusuf. Sebaliknya saudara-saudara Yusuf menaruh iri. Apalagi usia Ya`qub pada masa itu sudah cukup tua, sehingga ia butuh riang hiburan di hari tuanya dan itu didapat saat berdekatan dengan Yusuf. Lebih-lebih, Yusuf bagus rupawan sehingga membuat mata Ya`qub berkaca-kaca tatkala memandangnya.

Tetapi, setan adalah makhluk jahat yang tak pernah kehilangan cara untuk membuat saudara-saudara Yusuf menerima begitu saja perhatian lebih itu. Karenanya, saudara-saudara Yusuf dibujuk untuk bersekongkol. Bahkan pada saat kedengkian mereka sudah memuncak di ubun-ubun, mereka menuduh Ya`qub telah berbuat tak adil. Hal ini difirmankan Allah dalam al-Qur`an, “(Ingatlah) tatkala mereka (yaitu saudara-saudara Yusuf) berkata; “Sesungguhnya Yusuf dan saudaranya lebih dicintai oleh bapak kita daripada kita, padahal kita ini banyak. Seusunghuhgnya bapak kita ini adalah dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Yusuf: 8).

Perihal Mimpi Yusuf
Suatu malam, Yusuf yang masih belia (berumur 12 thn) beranjak tidur. Tak seberapa lama setelah matanya terpejam, , ia bermimpi. Karena masih kecil dan belum begitu paham arti sebuah mimpi, ia pun hanya merasa heran dan kagum atas apa yang dilihatnya dalam mimpinya. Karena itu, saat hari sudah berganti pagi, ia kemudian menghadap ayahnya dan menceritakan mimpi yang ditemuinya semalam.

“Wahai bapakku, semalam aku bermimpi sesuatu dalam tidurku” kata Yusuf.

Dengan membelai-belai kepala putra kesayangannya, Ya`qub lalu bertanya, “Mimpi apakah yang engkau jumpai wahai anakku?”

Yusuf lalu bercerita, “Wahai bapakku! Sesungguhnya aku melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; aku lihat semua bersujud kepadaku.“ (QS. Yusuf: 3). Dalam tafsir Al-Azhar, Hamka menjelaskan bahwa makna mimpi itu menunjukkan bahwa sebelas bintang itu adalah saudara Yusuf (termasuk Benyamin), matahari adalah ayah Yusuf dan bulan itu adalah ibu tirinya yang nantinya akan datang berusujud di hadapannya karena menurut tradisi Mesir di kala itu, semua itu berujuk ke arah raja atau raja muda.

Jelas, mimpi itu bukanlah mimpi biasa. Lebih jauh, Hamka menjelaskan kalau mimpi itu memang datang dari Allah. Seperti Ibrahim yang pernah menemui mimpi diperintahkan Allah untuk menyembelih Ismail, mimpi Yusuf juga suatu wahyu. Karenanya, kedudukan mimpi yang dijumpai nabi dan rasul tak bisa dianggap remeh. Dalam sebuah hadits dijelaskan bahwa mimpi yang benar itu satu bagian daripada 46 kenabian. Ibnu Qayyim berkomentar tentang mimpi nabi itu sama dengan kasyaf.

Perihal semua itu, ada sebuah hadits nabi yang bisa dijadikan rujukan. “Mimpi itu ada tiga macam, 1) mimpi dari Allah, 2) mimpi untuk menyusahkan fikiran dari syaitan dan 3) mimpi yang terasa dari seseorang di dalam hatinya sendiri ketika bangun, lalu terlihat olehnya setelah dia tidur. Dalam kasus yang terakhir, tidak salah jika Sigmund Freud berkata kalau mimpi itu adalah represi keinginan yang tidak terpenuhi dan hal itu terpendam di alam bawah sadar sehingga kemudian dijumpai dalam mimpi. Tetapi untuk kasus mimpi nabi dan rasul, hal itu jelas lain. Mimpi nabi dan rasul adalah datang dari Allah.

Tak pelak, setelah mendengar cerita dari Yusuf, Ya`qub seketika merasa gembira dan senang. Pasalnya, Ya`qub tahu sepenuhnya kalau mimpi itu bukan sekedar mimpi. Ia yakin kalau mimpi itu datang dari Allah sebagai petunjuk kepadanya bahwa Yusuf nantinya akan menjadi penerus nubuwwat Ibrahim. Rasa senang itu, tidak membuat Ya`qub kemudian diam untuk merahasiakannya. Ya`qub lalu memberitahukan kepada Yusuf bahwa kelak dia akan jadi orang terpilih dan terpuji.

Tetapi di balik semua itu, Ya`qub justru merasa cemas. Sebab, jika mimpi Yusuf itu bisa sampai ke telinga saudara-saudaranya pasti akan menambah rasa benci. Karenanya, ia berpesan kepada Yusuf, “Janganlah sekali-kali engkau memberi kabar kepada saudaramu tentang mimpi ini, karena bisa menimbulkan rasa hasad dan dengki.” (Lihat QS. Yusuf: 4-6).

Setelah Yusuf menceritakan mimpi itu, Ya`qub tambah mencintai Yusuf. Sebaliknya, saudara-saudara Yusuf kian bertambah iri. Akhirnya, suatu hari setan merayu dan menggoda sepuluh saudara Yusuf (seayah namun lain ibu itu) untuk berencana membuat makar guna mencelakai Yusuf. Lalu, mereka bermusyawarah dan seseorang di antaranya mengusulkan untuk membunuh Yusuf, karena hal itu akan menjadi pintu penutup bagi kecintaan si ayah. “Bunuhlah Yusuf atau buanglah dia ke suatu bumi,”.

Menurut tafsir al-Qurthubi, mereka mengadakan pemufakatan jahat setelah mereka mendengar cerita akan mimpi Yusuf itu. Jelas, niat jahat untuk membunuh Yusuf itu dipicu kedengkian, sehingga yang mengusulkan untuk membunuh berargumen, kalau mimpi Yusuf benar adanya, berarti tindakan membunuh Yusuf merupakan langkah untuk menutup semua itu menjadi kenyataan. Selain itu, jika Yusuf dibunuh atau disingkirkan, lanjutnya lagi “Supaya untuk kamu saja wajah ayahmu”. Tetapi setelah menyingkirkan Yusuf, diusulkan, “Dan jadilah kamu semuanya sesudah itu, kaum yang shaleh. (Lihat QS. Yusuf: 9). Artinya, mereka akan taubat.

Tapi di antara sepuluh bersaudara itu ada yang mengusulkan tidak membunuh Yusuf, melainkan cukup menyingkirkan atau menjauhkan dari sang ayah saja. “Janganlah kamu bunuh Yusuf, tetapi buanglah dia ke dasar sumur (QS. Yusuf 10). Akhirnya, usul membuang Yusuf ke dalam sumur itulah yang disepakati.

Tidak dijelaslah siapa yang berkata itu, sebagaimana tidak disebutkan pula dalam al-Qur`an siapa yang berkata pertama kali untuk membunuh Yusuf. Karena menurut Hamka, maksud al-Qur`an bukan untuk menekankan pada siapa yang berkata, tetapi lebih kepada intisari yang ada di dalam kisah tersebut.

Setelah mereka sepakat membuang Yusuf, mereka bubar dan pulang untuk menemui sang ayah yang lagi istirahat di rumah. “Wahai bapak, kami ingin mengajak Yusuf bersenang-senang, bermain bersama kami dalam padang gembalaan.”

Awalnya, Ya`qub tak mengijinkan dan saudara-saudara Yusuf merayu, “Wahai ayah kami. Mengapa engkau tidak percaya kepada kami dari hal Yusuf, padahal kami sungguh ikhlas menjaganya.” Tapi hati Ya`qub benar-benar khawatir melepaskan Yusuf, sehingga di antara mereka kemudian merayu kembali “Kirimkanlah dia bersama kami besok, makan-makan dan bermain. Sesungguhnya kami akan menjaga dia”

Keberatan Ya`qub melepas Yusuf, menurut Az-Zarkazi dalam tafsirnya, lantaran ia digelayuti dua macam keberatan. Pertama, tak tahan berpisah dengan Yusuf, walau sesaat. Kedua, Ya`qub takut akan bahaya lebih besar kalau srigala menerkamnya. “Sesungguhnya sedih hatiku akan kamu bawa dia dan aku takut kalau dia akan dimakan srigala. Sedang kamu lalai daripadanya.”

Tetapi, saudara-saudara Yusuf tidaklah kehilangan akal untuk merayu terus agar sang ayah yakin melepas Yusuf, “Jika dia diterkam srigala, sedang kami ini banyak, sesungguhnya kami orang-orang yang rugi” (Lihat QS. Yusuf 11-14). Pada akhirnya, hati Ya`qub pun luluh, melepas kepergian Yusuf bermain bersama mereka meski dengan berat hati.

Lalu berangkatlah mereka ke padang gembalaan. Setelah menempuh perjalanan yang lumayan jauh, pada akhirnya sampailah mereka di sebuah sumur. Tapi mereka tak mengajak Yusuf bermain, apalagi piknik untuk bersenang-senang. Dengan tidak lagi membuang-buang waktu, mereka melepas baju Yusuf. Setelah itu, Yusuf dimasukkan ke dalam sumur dengan seutas tali. Setelah memasukkan ke dalam sumur, disembelihlah seekor domba dan darahnya dilumurkan ke baju Yusuf.

Kesabaran Nabi Ya`qub
Lalu setelah senja hari, mereka kembali ke rumah dan menghadap kepada sang ayah dengan pura-pura menangis. “Wahai ayah kami. Sesungguhnya kami sedang pergi bermain pacu-pacuan. Dan kami tinggalkan Yusuf dekat barang-barang kami. Maka diterkamlah ia oleh srigala.” Tetapi, kebohongan mereka tidak membuat Ya`qub percaya. Meskipun Ya`qub sudah tua, ia masih tetap bisa membaca perilaku anak-anaknya bahwa mereka berbohong. Apalagi, mereka melekatkan kemeja Yusuf darah palsu Lalu, mereka berkata bahwa yang melekat pada baju atau kemeja Yusuf itu adalah darah Yusuf. Tetapi karena keterangan yang dibeberkan itu dusta, lupalah mereka untuk merobek-robek baju Yusuf untuk dijadikan bukti bahwa Yusuf diterkam srigala.

Bagaimana mungkin seseorang yang diterkam srigala, bajunya tidak ada robekan? Itu yang membuat hati Ya`qub tidak percaya. Tapi, satu hal yang tak membuatnya tenang adalah kini Yusuf telah hilang darinya. Kepada mereka, Ya`qub memang pura-pura percaya, tetapi dengan memberikan sindiran,”Nafsu kamulah yang telah memudahkan kamu berbuat suatu hal. Maka (bagiku hanya) sabarlah yang baik. Dan Allah tempat memohon pertolongan atas apa yang telah kamu ceritakan itu”. (QS. Yusuf: 18).

Di sini, nabi Ya`qub telah menunjukkan jiwa besar karena ia tidaklah kehilangan akal dalam menyikapi kebohongan anak-anaknya. Dalam hati kecilnya telah ada semacam ilham bahwa putranya yang sangat dicintainya belumlah mati. Sebab kalau benar bahwa Yusuf telah mati, maka cara mereka datang tak dengan cara seperti itu. Mereka jelas akan datang dengan gugup dan tergopoh-gopoh serta sedih.

Yusuf Terangkat dari Sumur
Selepas Yusuf dimasukkan ke sumur, di sana ia duduk di sebuah batu agar tak dingin dirasuki air. Sumur itu sangat luas dan dalam, tetapi di tepi sumur ada pasir atau batu. Sumur itu namanya Jubb. Ghayaabatil Jub, dasar sumur yang gelap. Yusuf tenang di sana menunggu waktu, sebab malaikat telah datang kepadanya memberi kabar bahwa ia akan bebas.

Lalu, datanglah kafilah dari Madyan yang melewati sumur itu. Karena melihat sumur, kafilah itu pun berhenti dengan maksud hendak mengisi tempat-tempat air karena perjalanan mereka memang masih cukup jauh. Salah satu orang mengambil air dengan mengulurkan tali dan dari seutas tali itu Yusuf memeganginya sehingga ketika pengambil air itu menarik tali tersebut, ikut terangkatlah Yusuf ke atas.

Tetapi, betapa terkejutnya pengambil air itu, setelah merasakan timbanya lebih berat dan tak lama kemudian menemukan Yusuf yang sudah berada di bibir sumur. Melihat Yusuf yang rupawan dan berjenis laki-laki, pencari air itu berseru, “Wahai gembiraku! Ini ada anak laki-laki.” (QS. Yusuf: 19).

Kafilah itu lalu mengurung Yusuf, dengan maksud akan menjualnya di Mesir. Tak pelak, dengan lewatnya kafilah itu, Yusuf selamat sebagaimana dijanjikan dalam al-Qur`an. Tetapi, keselamatan itu bukan berarti derita Yusuf selesai. Ia kemudian dijual ke Mesir oleh kafilah itu, dibeli pejabat tinggi Mesir bernama Kitfir al-Aziz, yang kemudian dibawanya pulang. Dari situ Yusuf kemudian bertemu dengan Zulaikha dan karena difitnah (dituduh merayu Zulaikha untuk berbuat serong) ia pun dipenjara. Tapi Yusuf memang tidak salah, sehingga akhirnya dilepaskan dari penjara dan tatkala raja bermimpi dan ia bisa mena`wilkan mimpi sang raja, Yusuf pun ditawari jabatan. Setelah itu, Yusuf bisa bertemu dengan adiknya (Benyamin), saudara-saudaranya dan sang ayah tercinta.

Kisah Penuh Hikmah
Tak salah, jika kisah Yusuf ini oleh al-Qur`an dikatakan sebagai sebaik-baiknya kisah. Sebab dari kisah Yusuf ini memuat banyak hikmah yang bisa dipetik siapa pun untuk belajar memahami hidup di dunia ini. Di antara hikmah itu antara lain, pertama adalah perlakuan tak adil Ya`qub dan sifat dengki saudara-saudara Yusuf itu tak bisa dipungkiri adalah tindakan yang tak membawa manfaat, malah sebaliknya akan membawa madharat pada diri sendiri. Karena itu, Ya`qub harus berpisah dengan Yusuf, saudara-saudara Yusuf juga merasakan beratnya keretakan keluarga setelah kepergian Yusuf.

Kedua, penderitaan haruslah diakui sebagai awal dari perjalanan hidup jika sesorang menghendaki hidup sukses. Sebab, tidak ada kesuksesan yang datang dari langit begitu saja dengan tiba-tiba tanpa ada latar belakang kesusahan terlebih dahulu. Karena itu, penderitaan Yusuf di sini memberikan banyak pelajaran.

Ketiga, sikap sabar yang diambil Ya`qub dengan tak kehilangan akal dalam menindak kenakalan anak-anaknya adalah tindakan bijak. Sebab, jika dia bertindak dengan kehilangan akal, maka semuanya akan lebih runyam dan semua anak-anaknya akan tidak karuan sehingga nantinya tidak bisa diarahkan akan ke mana kehidupan yang lebih baik. Akhirnya, setelah bertemu dengan Yusuf mereka sadar dan tahu bahwa tindakan yang mereka lakukan dengan menganiaya Yusuf dahulu adalah kesesatan yang cukup nyata untuk disesali. (Nur Mursidi)

Tidak ada komentar: