Rabu, 02 Mei 2007

perbuatan zina

tulisan ini dimuat di majalah hidayah edisi 70 mei 2007

Alkisah, tiba-tiba datang seorang pemuda menghadap rasulullah. Dengan gugup dan malu-malu, awalnya dia terdiam. Ada semacam perasaan canggung yang terlihat dari wajahnya yang capek. Tapi entah kenapa ia kemudian punya keberanian membuka mulut dan tanpa tedeng aling-aling, mengutarakan apa yang dia pendam, “Ya Rasulullah, ijinkanlah aku untuk melakukan perbuatan zina!”

Kontan, para sahabat yang ada di majlis terperanjak kaget, termangu dan nyaris tak percaya dengan apa yang keluar dari mulut pemuda itu. Maka, para sahabat yang ada di dekat rasulullah marah, seakan dibakar amarah dan ingin menampar si pemuda itu. Apalagi si pemuda itu datang dengan lancang seakan tidak tahu mengenai larangan dan perintah Allah yang sudah diwahyukan kepada rasulullah.

Tetapi berbeda dengan para sahabat yang dilanda amarah, rasulullah ternyata tidak ditikam amarah. Justru nabi dengan murah hati dan bijak, menghadapi pemuda itu dengan halus. “Wahai anak muda, apa sebenarnya yang kamu inginkan?”

Dengan jujur, pemuda itu kembali mengutarakan gejolak hati yang jadi beban pikirannya. Ia seakan tidak lagi kuat menahan nafsu dan sungguh sudah tergiur berbuat dosa meski dia tahu dosa yang harus ditanggung. “Ya Rasulullah, ijinkanlah aku untuk melakukan perbuatan zina!”

Saat nabi tahu keinginan pemuda itu ternyata benar-benar tak lagi bisa dicegah dan sudah tak punya malu karena mengutarakan di depan umum, maka nabi berpikir. Nabi diam sejenak, tak memberikan ijin juga tidak melarang keras perbuatan zina yang diinginkan oleh si pemuda yang lancang tersebut. Justru nabi kembali bertanya dengan perkataan yang penuh kelembutan, “Wahai anak muda, sukakah kamu jika seandainya perbuatanmu itu menimpa pada ibumu?”

Sang pemuda yang kurang sopan itu pun terhenyak dan tidak menyangka kalau rasul akan menanyakan perihal itu. Makanya, si pemuda itu dengan tegas menjawab, “Tentu saja saya tidak berharap itu menimpa ibu saya, ya rasulullah!”

“Apakah kamu senang seandainya perbuatanmu itu terjadi atau menimpa pada saudara perempuanmu?” tanya rasulullah lagi.

Pemuda itu, lagi-lagi terhenyak, terpana, nyaris ditimpa kebimbangan dengan pertanyaan rasulullah. Meski demikian, tanpa ragu-ragu lagi ia menjawab, “Tak ingin, ya rasulullah!”

“Apa kamu ridha bila perbuatanmu itu menimpa atau dilakukan saudara ibumu atau saudari ayahmu?”

“Tentu saja tidak, ya rasulullah!”

“Yang kamu zinai itu adalah ibunya orang, bibinya orang dan saudaranya orang,” ucap Rasulullah dengan bijak.

Pemuda itu sadar, “Ya rasul, mulai sekarang aku tidak akan berzina lagi.”

Rasulullah kemudian mendoakan pemuda itu agar bisa menjaga nafsunya yang menggelora, karena nafsu seksnya itu dapat menjerumuskannya menjadi orang yang lebih hina. Hal ini sebagaimana ditegaskan Allah dalam al-Qur`an “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu salah satu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Israa`: 32).

Usai rasulullah mendoakan pemuda itu, tak berapa lama pemuda itu keluar dari majlis. Seraya berjalan, pemuda itu pun berkata, “Tak ada seorang pun di dunia ini yang lebih aku cintai daripada rasulullah saw.” (n. mursidi)


Tidak ada komentar: