Sabtu, 01 Desember 2007

perjalanan haji terakhir rasulullah

tulisan kisah qur`an ini dimuat di majalah hidayah edisi 70/des 2007

Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agama kamu dan telah Ku-cukupkan kepada kamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagi kamu" (QS. al-Ma`idah: 3)

Setelah kota Makkah berhasil ditaklukkan oleh Rasulullah SAW dan kaum muslim, tanah Arab ibarat seperti “tanah subur” yang cepat menumbuhkan benih. Kegelapan yang beradab-abad membutakan mata orang-orang kafir, secepat kilat berubah menjadi terang benderang sejak matahari kebenaran Islam merekah bagi mereka. Orang-orang miskin, dan budak belia pun memandang kedatangan Islam sebagai juru selamat yang bisa mengentaskan mereka dari jurang penderitaan. Tak salah, jika orang-orang kemudian berbondong-bondong memeluk Islam.

Peristiwa ini kian mengharumkan ajaran Islam di mata orang-orang Arab. Bahkan orang-orang di jazirah Arab menyaksikan sendiri, bagaimana Rasulullah hanya dengan pertolongan dan kekuatan Allah berhasil mengembangkan pengaruh Islam ke seantero wilayah Timur Tengah. Kebenaran yang diajarkan Rasulullah itu memang benar, bukan dusta. Maka, pada tahun 9 Hijriah pengaruh Islam telah meluas dan pada tahun 10 Hijriah pun, hampir seluruh tanah Arab menjadi umat muslim dan hanya tinggal sedikit suku-suku bangsa Arab yang masih menyembah berhala.

Jelas, kenyataan ini berbeda jauh jika dibandingkan dengan awal kelahiran agama Islam yang dibawa nabi Muhammad yang dipandang dengan sebelah mata. Ketika itu jumlah orang kuat yang memeluk Islam bisa dihitung dengan jari. Awal diutusnya Rasulullah SAW, bahkan ajaran Islam hanya diiukuti keluarga terdekat nabi, lalu disusul oleh Abu Bakar, Utsman, Hamzah, Umar bin Al-Khattab dan Abu Ubaidah Amir bin Al-Jarrah.

Selama 13 tahun nabi berdakwah di Makkah, nabi pun kerapkali mengalami cobaan berat berupa penghinaan, penganiayaan, cercaan, cemoohan dan bahkan upaya pembunuhan. Saat Allah menurunkan firman yang menceritakan tentang pengalaman dakwah nabi Nuh, "Dari kaummu tidak akan ada yang mau beriman, kecuali yang sudah beriman saja" (QS. Hud: 36), nabi sangat bersedih sehingga di musim haji tahun itu, ketika nabi mengajak orang-orang Makkah memeluk Islam dan menerima kenabian Muhammad, ternyata tak mendapat tanggapan dan bahkan nabi diacuhkan. Lebih tragis, ada yang menuduh nabi sebagai orang gila.

Tapi, setelah Makkah ditaklukkan dan keadaan bangsa Arab sudah berubah total pada tahun 10 Hijriah, orang-orang di seluruh tanah Arab pun menanggapi dengan lain. Makanya, tatkala kaum muslimin di tanah Arab mendengar Rasulullah hendak menunaikan ibadah haji pada tahun 10 Hijriah itu, dari berbagai pelosok Arab kemudian datang berbondong-bondong ke Madinah untuk menyertai beliau pergi ke tanah suci Makkah guna menunaikan ibadah haji.

Tidak tanggung-tanggung, jumlah orang yang hendak mengikuti kepergian nabi ke baitullah. Menurut sebagian besar penulis sejarah (Islam), jumlah kaum muslim yang menyertai ibadah haji tahun itu --termasuk mereka yang berangkat ke Makkah langsung dari daerah-daerah-- mencapai 114.000 orang. Bahkan ada pula yang mengatakan berjumlah 120.000 orang.

Tentu, jumlah yang besar itu mencengangkan. Apalagi mereka itu semua berangkat dari berbagai pelosok jazirah Arab kemudian turut bersama Rasulullah untuk menunaikan ibadah hati dengan hati yang diliputi keimanan dan keyakinan terhadap Allah dan Rasul-Nya yang mulai. Padahal, mereka semua dahulu ingkar atas kebenaran yang dibawa oleh Rasulullah, dan bahkan ada yang menghina dan melecehkan nabi.

Tetapi, kini semua orang yang turut dalam perjalanan haji menaati perintah nabi. Dengan penuh hikmah, nabi memberi petunjuk tentang manasik (cara-cara menunaikan ibadah haji). Ada kalanya nabi pun menjelaskan dengan lisan tetapi ada kalanya pula memberikan contoh dengan amal perbuatan.

Orang-orang yang ikut bepergian itu, dengan khitmad mematuhi perintah nabi. Setelah Rasulullah memberikan petunjuk mengenai manasik haji, kemudian menyampaikan khutbah. "Wahai manusia sekalian, dengarkanlah baik-baik apa yang kukatakan. Aku tak tahu, mungkin aku tidak akan bertemu lagi dengan kalian sesudah tahun ini dan di tempat ini.

"Hai manusia sekalian..., (ketahuilah) bahwa darah (jiwa) dan harta benda (milik) kalian adalah suci bagi kalian (yakni tak boleh diperkosa oleh orang lain), seperti hari dan bulan yang suci (sekarang) ini, (yakni bulan Dzulhijjah) hingga saat kalian menghadap Allah. Dan kalian pasti akan menghadap Allah, Tuhan kalian. Pada saat itu kalian dituntut pertanggungjawaban atas segala perbuatan yang telah kalian lakukan. Itu telah kusampaikan. Barangsiapa diserahi amanat, hendaklah amanat itu ditunaikan kepada yang berhak menerimanya...

"(Ketahuilah) bahwa semua riba tidak boleh berlaku lagi. Akan tetapi kalian berhak menerima kembali uang pokok (modal)-nya. (Dengan demikian) kalian tak berbuat dzalim dan tidak diperlakukan secara dzalim. Allah telah menetapkan tak boleh ada riba lagi. Riba Al-Abbas bin Abdul Muththalib (pun) semuanya tidak berlaku (tak boleh ditagih)...

"(Ketahuilah) bahwa tuntutan darah (balas dendam atas pembunuhan) semasa jahiliyah tidak berlaku lagi, dan tuntutan darah pertama yang kuhapuskan ialah darah Rabi`ah bin al-Harits bin Abdul Muththalib...

"Kemudian, hai manusia sekalian, hari ini dan untuk selama-lamanya setan sudah tak punya harapan untuk disembah-sembah di negeri ini. Akan tetapi jika kalian menuruti, meski dalam hal yang remeh dan yang akan memerosotkan amal perbuatan kalian, dia pasti akan puas (dan senang). Karena itu, jagalah baik-baik agama kalian...

"Wahai manusia sekalian, menangguhkan berlakunya larangan-larangan dalam bulan suci berarti menambah kekufuran dan dengan itu orang-orang kafir tersesat. Mereka menghalalkan (larangan-larangan) itu pada tahun yang satu dan menghalalkannya pada tahun yang lain agar mereka bisa menyelesaikan bilangan (jumlah bulan) yang telah ditetapkan kesuciannya oleh Allah. Lalu mereka menghalalkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan mengharamkan apa yang dihalalkan oleh-Nya...

"Zaman berputar (silih berganti) sebagaimana keadaan pada waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Jumlah bulan menurut (bilangan) Allah adalah dua belas. Empat di antaranya adalah bulan-bulan suci, (yaitu) tiga bulan berturut-turut dan bulan Rajab, antara bulan Jumadil Akhir dan bulan Sya`ban...

"Kemudian, wahai manusia sekalian..., sebagaimana kalian mempunyai hak atas istri-istri kalian, meraka pun mempunyai hak atas kalian. Hak kalian atas mereka adalah melarang mereka mengizinkan orang yang tidak kalian sukai menginjakkan kaki di atas lantai kalian (yakni memasuki rumah kalian). Dan mereka pun jelas diwajibkan menjaga diri dari perbuatan tidak senonoh. Apalagi mereka melakukan hal itu Allah mengizinkan kalian berpisah tempat tidur dengan mereka dan kalian diizinkan memukul mereka dengan pukulan yang tak mengganggu (kesehatan badan). Bila mereka sudah tak lagi melakukan hal itu maka kalian wajib memberi nafkah dan pakaian kepada mereka secara baik-baik. Hendaklah kalian berlaku baik terhadap istri-istri kalian, mereka itu adalah mitra yang membantu kalian. Mereka tidak memiliki sesuatu untuk diri mereka sendiri. Kalian mengambil mereka sebagai amanat Allah dan kehormatan mereka dihalalkan bagi kalian berdasarkan ketentuan Allah.

"Hai manusia sekalian, perhatikanlah kata-kataku yang telah kusampaikan (kepada kalian). Aku tinggalkan di tengah kalian suatu masalah yang jelas, jika kalian berpegang teguh pada-nya, kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, (yaitu) Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya...

"Wahai manusia sekalian, dengarkanlah kata-kataku dan pahamilah baik-baik. Kalian mengerti bahwa tiap muslim adalah saudara bagi muslim yang lain dan semua kaum muslimin adalah bersaudara. Namun seseorang tidak dihalalkan (mengambil sesuatu) dari (milik) saudaranya kecuali yang diberikan dengan senang hati kepadanya. Janganlah sekali-kali kalian berlaku dzalim terhadap diri kalian sendiri. Ya Allah, bukanlah (semua) telah kusampaikan?

Khutbah yang disampaikan Rasulullah di hadapan sekitar 114.000 orang itu sungguh menyentuh kalbu dan hati. Pun jamaah tertunduk khidmat. Khotbah yang menerangkan tentang prinsip-prinsip Islam itu, tak lain adalah risalah yang akan menyelamatkan manusia dari kesesatan pikiran dan kegelapan. Karena sejatinya prinsip-prinsip itu tidak berubah, prinsip-prinsip moral Islam yang universal.

Ketika Rasulullah menyampaikan khutbah itu, suara Rasulullah mengalun dengan suara yang sedang, tidak cukup keras. Tetapi setiap kalimat yang beliau ucapkan --menurut Ibnu Ishaq-- diulang dengan suara yang keras oleh seorang sahabat bernama Rabi`ah bin Umayyah bin Khalaf supaya khutbah nabi itu bisa didengar oleh jamaah yang jumlahnya mencapai 114.000 orang.

Setelah Rasulullah berpesan agar kaum muslim mengingat baik-baik akan pesan yang beliau sampaikan, lalu bertanya kepada jamaah, "Tahukah kalian, hari apakah sekarang ini?"

Serentak, jamaah pun menjawab, "Hari Haji Akbar."

Beliau lalu berkata lagi, "Jiwa dan harta kalian disucikan Allah seperti hari yang suci ini hingga tiba saatnya kalian menghadap Allah. Ya, Allah..., Sudahkah kusampaikan?"

Jamaah menyahut, "Ya...!"

Rasulullah kemudian menengadah ke langit, dan berucap dengan penuh kekhusukan, "Ya Allah, saksikanlah!"

Usai menyampaikan khutbah, Rasulullah kemudian turun dari untanya, Al-Qushwa dan tetap berada di tempat hingga tibalah waktu shalat Dhuhur dan Asar. Setelah itu, Rasulullah bersama jamaah berangkat menuju Shakarat (Arafah). Di Arafah itu rasul kemudian mendapat wahyu "Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agama kamu dan telah Ku-cukupkan kepada kamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagi kamu" (QS. al-Ma`idah: 3)

Saat mendengar firman Allah itu, Abu Bakar seketika menitikkan air mata. Abu Bakar seperti tidak kuasa untuk menahan air mata. Karena dalam hati Abu Bakar, merasakan bahwa dari ayat tersebut, dia mengerti tugas risalah telah selesai dilaksanakan oleh Rasulullah dan dia menduga tak lama lagi beliau akan kembali ke hadapan Allah.

Sebagian besar ulama berpendapat, ayat ini turun pada hari Jum`at tanggal sembilan Dzul Hijjah ketika nabi sedang wukuf di Arafah.

Setelah matahari tenggelam, beliau bersama semua jamaah meninggalkan Arafat, kemudian berangkat ke Muzdalifah dan bermalam di sana.

Pagi harinya beliau ke Masy`arul Haram, kemudian pergi ke Mina.

Dalam perjalanan itu beliau melempar jumrah. Usai menuanaikan manasik tersebut, beliau kembali ke kemah lalu menyembelih 63 ekor unta, tiap ekornya untuk masa satu tahun umur beliau. Selebihnya dari jumlah 100 ekor yang beliau bawa dari Madinah --yakni 37 ekor-- beliau menyerahkan penyembelihannya kepada Ali bin Abi Thalib. Usai melaksanakan semua itu, Rasulullah SAW lantas mencukur rambut dan berakhir sudah ibadah haji yang beliau tunaikan bersama dengan jamaah pada tahun 10 Hijriah itu yang dalam sejarah Islam dikenal dengan sebuatan haji wada`.

Setelah haji wada` ditunaikan dengan tuntas, dan nabi pun menerangkan kepada jamaah berbagai cara ibadah haji (manasik), rombongan haji wada` pun lalu beranjak meninggalkan Makkah pulang menuju Madinah.

Itulah perjalanan haji terakhir nabi dan haji itu dikenal dalam sejarah Islam dengan nama haji wada`. Kenapa dinamakan demikian, karena ibadah haji itu adalah haji perpisahan lantaran beberapa saat kemudian beliau pulang ke haribaan Allah, meninggalkan kaum muslimin untuk selama-lamanya.

Tetapi, ada juga orang yang menyebut ibadah haji tersebut sebagai hijjatul balagh. Penamaan hijjatul balagh itu disebabkan dalam ibadah haji itu nabi telah menyampaikan khutbah, tentang tugas risalahnya dan menyampaikan semua yang diperintahkan oleh Allah kepada umat manusia. Karena itu, haji tersebut disebut dengan hijjatul balagh yang berarti "ibadah haji penyampaian".

Selain itu, ada pula orang yang menyebut perjalan haji rasulullah tahun 10 Hijriah itu dengan nama hijjatul Islam. Dinamakan demikian, karena dalam ibadah haji tersebut Allah SWT telah menyempurkankan agama Islam bagi seluruh umat manusia, sebagai agama satu-satunya yang diridhai-Nya. Tak salah pula, jika haji tersebut dinamai dengan hijjatul Islam. (n. mursidi/ disarikan dari Membangun Peradaban: Sejarah Muhammad Sejak Sebelum Diutus Menjadi Nabi, H.M.H Al-Hamid Al-Husaini, penerbit Pustaka Hidayah, Jakarta, 2000).

Tidak ada komentar: